Chereads / Pacaran Paksa (Dengan Ketua OSIS) / Chapter 116 - BAB 32: Be Your Self Rania

Chapter 116 - BAB 32: Be Your Self Rania

Jasmina merebahkan tubuh lelahnya di ranjang yang telah menjadi miliknya selama bertahun-tahun. Akhirnya, ia tiba di rumahnya setelah menghabiskan beberapa hari di Bali untuk berbulan madu bersama sang suami, Devon. Ia melirik ke kiri dan ke kanan dan menyadari ada banyak perubahan pada kamarnya. Lemari berukuran sedang sudah berubah menjadi lemari minimalis berwarna putih yang luas dari ujung ke ujung kamarnya. Meja rias dengan nuansa yang sama tampak begitu indah berhadapan dengan ranjang. Jasmina tersenyum, pastilah ini ulah Kak Gading dan istrinya.

Terdengar bunyi gemericik air di kamar mandi, yang membuat Jasmina menoleh sejenak. Setelah ia menghabiskan waktu 30 menit untuk memanjakan dirinya didalam, kini giliran Devon. Hati Jasmina bergemuruh hebat. Entah kenapa, walau sudah beberapa hari bersama dengan sang suami selama 24 jam, tapi rasanya masih aneh bila berdekatan dengan Devon. Enam tahun terakhir ini, mereka nyaris bisa bersama-sama secara intens. Jadi, melihatnya seara terus menerus menjadi sangat ganjil.

Tidak hanya itu, perubahan status dari sahabat, tetangga menjadi suami juga merupakan sebuah transisi yang gila bagi Jasmina. Walau mereka sudah resmi berpacaran selama beberapa tahun terakhir, namun bisa dengan gamblang menunjukkan rasa cinta masing-masing rasanya geli! Jasmina kembali mengurut kepalanya yang tidak pusing bila mengingat detik-detik ketika ia resmi menjadi seorang "istri".

Tiba-tiba ia berharap gemericik air di kamar mandi agar berlangsung lebih lama. Ia belum siap meredakan gemuruh di dadanya. Ia seperti tidak sanggup menghadapi Devon bila ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi dalam keadaan rambut masih setengah kuyup, kulit yang lembab, menebar aroma sabun maskulin. Jasmina tiba-tiba merasa tenggorokannya begitu panas dan kering.

Jasmina berdiri menghadap cermina luas yang berada di hadapan ranjangnya. Gaun tidur berwarna baby pink dengan hiasan renda halus di bagian dada dan ujung gaun membuatnya terlihat begitu manis...seharusnya. Hanya saja potongan dadanya terlalu tinggi dan gaun itu terlalu pendek yang membuatnya terkesan sedikit nakal.

"Apa yang aku pikirin dengan make baju ini coba? Siapa yang menggoda siapa?", gumam Jasmina. Ketika ia mendengar gemericik air itu mulai mereda, ia buru-buru menyambar sebuah minyak aromaterapi dengan wangi lavender. Ia buru-buru menyisir rambutnya yang sudah setengah kering dan mengoleskan krim tipis-tipis di kulit wajahnya. Ketika ia mengambil sebuah lipgloss, ia ragu-ragu untuk memakainya. Mau tidur apa mau ke mall?

"tok tok tok", tiba-tiba pintu diketuk dengan agresif. Jasmina mengernyitkan dahi. Siapa gerangan yang berani mengganggu pengantin baru di jam-jam seperti ini?

"Tok tok tokkkkkk", pintu diketuk lagi. Jasmina menyambar jubah tidurnya. Akan sangat canggung bila papa, kak Gading atau kak Almira melihatnya dengan tampilan seperti ini!

"Ya ya ya bentarrrr", teriak Jasmina. Ia membuka pintu dan mendapati Rania sang adik ipar yang berdiri dengan wajah yang muram durja.

"It better be important! (Harus penting ya, alasan kedatanganmu!", hardik Jasmina sambil melipat tangan di dadanya.

"Jasminaaaa huaaaa I miss you (Aku kangen kamuuu!)", pekik Rania sambil memeluk sang kakak ipar dengan posesif. Jasmina hanya tersenyum datar dan tidak bereaksi berlebihan.

"Kalo mau oleh-oleh, udah aku drop di rumah tadi. Kalo kangen, besok juga ketemu di kantor. Ada apa iniiii?", tanya Jasmina sambil mencubit pinggang Rania di kiri dan kanannya.

"Oucch mau ketemu kakak ipar sendiri aja susah. How's baby making? (Bagaimana proses pembuatan bayi?)", tanya Rania sambil berjalan santai ke dalam kamar dan menghempaskan pinggulnya ke ranjang Jasmina.

"Not your business yet. (Bukan urusanmu). Mending kamu pergi sekarang sebelum Devon keluar. Dia bisa marah", usir Jasmina dengan gerakan hus hus dengan tangannya.

"Hey, aku bukan ayam. Lagian aku sudah pernah lihat Devon keluar dari kamar mandi sebelumnya. Tidak masalah", Jelas Rania sambil mengedipkan matanya ke arah Jasmina. Keduanya mengikik membayangkan bagaimana reaksi Devon bila ia melihat sang adik sudah berada di kamar pengantin. Benar saja, beberapa detik kemudian, pintu kamar mandi terbuka.

"Jasmina, aku...", kata-kata Devon berhenti ketika melihat cewek setengah bule sedang setengah berbaring di ranjang mereka.

"Kenapa ada dia...Raniaaaa.. out out out", usir Devon. Sang suami hanya melilitkan handuk di pinggangnya, sementara hampir seluruh permukaan tubuhnya terlihat begitu lembab oleh butiran air yang masih menempel. Aroma sabun beraroma musk menguar ke seluruh kamar, membuat kepala Jasmina pusing.

"Oh wow, I guess another round tonight (Oh sepertinya akan ada ronde berikutnya malam ini)", ejek sang adik sambil menahan tawanya. Jasmina yang tidak bisa menahan geli berusaha menutup mulutnya dengan punggung tangannya. Ya, memang terlihat canggung sekarang.

"Outttt Huaaaaaa Jasmina, tolong singkirkan singa betina ini, aku mau istirahattttt!", pekik Devon sambil menahan kesal. Jasmina dan Rania justru semakin ngakak.

"Jasmina, I don't think he's going to make you rest tonight (aku rasa ia tidak akan membiarkanmu istirahat malam ini)", goda Rania kepada Jasmina. Wajah Jasmina langsung bersemu merah digoda seperti itu. Ia membekap wajah Rania dengan bantal yang ada di kasur.

"ok ok ok biarin aku bentar disini. Ada yang pengen aku kasih tahu!", pinta Rania dengan wajah memelas. Devon mengambil sebuah kaos dari koper dan kembali memasuki kamar mandi.

"Lima menit. Waktu lo lima menit, spit it out (ceritakan), dan pulang. Masi juga pake baju kantor", perintah Devon sebelum ia benar-benar masuk ke dalam kamar mandi. Rania mengangkat-angkat alisnya tanda setuju dan melipat tangannya di dada. Kemudian ia menatap Jasmina yang sudah ikut duduk di ranjang mereka.

"Whattttt...", tanya Jasmina.

"Jasmina...Aku lagi kesal sama...samaaa... sama banyak orang!", kata Rania. Ia kemudian menceritakan dengan singkat tentang kerjasama untuk proyek barunya yang melibatkan Miko dan Bagas. Ia menekankan bahwa ia kesal dianggap sebagai perempuan yang tidak bisa diperhitungkan.

"Do you think I'm worthless (Apa menurutmu aku tidak berharga?)", tanya Rania. Jasmina mengangguk-angguk seakan-akan ia mencoba mencerna pertanyaan Rania.

"Ya tergantung sih. Kamu mau menjadi berharga di hadapan siapa?", tanya Jasmina. Rania bingung mendengar kata-kata Jasmina. Ia memahami percakapan dalam bahasa Indonesia sekarang, tapi pertanyaan Jasmina sepertinya terlalu ambigu. Ia mengangkat kedua tangan dan bahunya untuk menunjukkan gesture kalau ia tersesat.

"Ada sebuah standar di mana seorang perempuan bisa di hargai misalnya ia baik, sehat, memiliki pendidikan dan memiliki lingkungan sosial yang baik. Ya mungkin seperti memiliki IQ, EQ dan SQ yang seimbang lah. A normal girl. Tapi beberapa negara, atau beberapa lingkungan sosial mungkin akan membutuhkan standar yang lebih tinggi lagi."

"Misalnya, Sebuah keluarga yang sangat taat beragama akan lebih menghargai seorang perempuan yang memiliki kesopanan di atas rata-rata, berpakaian lebih tertutup, memiliki pergaulan yang lebih homogen, dan tentu saja, ilmu agama yang tinggi. Begitu juga dengan sebuah keluarga yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi atau aristokrat. Tentu saja mereka memiliki standar yang berbeda. Bagi mereka, tentu saja perempuan dengan pendidikan yang tinggi, pekerjaan yang bonafid, cara berpakaian yang high-end, dan juga memiliki pergaulan yang luas dan menguntungkan", jelas Jasmina santai.

Rania berusaha mencerna kata-kata Jasmina.

"I think your family is one of the greatest family on earth. You came from high educated family, with high integrations, hard-working and well respected. Yet, they are so open minded and amazing to accepted an ordinary me (Aku rasa keluargamu adalah salah satu keluarga paling hebat di dunia. Kamu berasa dari keluarga yang memiliki pendidikan tinggi, dengan integritas tinggi, pekerja keras dan sangat di hargai. Tetap, mereka sangat berpikiran terbuka untuk menerika aku yang biasa saja)", jelas Jasmina sambil menggenggam tangan lembut Rania. Hati Rania berbunga-bunga.

"That is because you are very precious to our family, Jasmina (Karena bagi kami kamu sangat berharga, Jasmina)", tutur Rania sambil tersenyum kepada sang kakak Ipar. Ya, mungkin itulah yang namanya jodoh. Kita tidak menikah dengan satu orang, namun kita menerima paket lengkap bersama sang keluarga.

"Aku kesel sih Ran. Kamu itu pintar, cantik, punya kerjaan bagus, style fashion yang keren, banyak temen, banyak keterampilan, huh, aku rasa terlalu banyak keluarga yang TIDAK BERHAK atas kamu!", protes Jasmina sambil menepuk ranjangnya dengan emosi. Rania terkikik melihat tingkah sang kakak ipar.

"Lebay", jawabnya sambil menendang tungkai Jasmina dengan pelan.

"So, kamu terganggu karena Bagas bilang kamu gak berharga di depan mata Bayu?", tanya Jasmina. Rania menghentikan tawa palsunya, dan merubahnya seketika menjadi wajah berfikir serius. Bola matanya melirik ke kiri atas.

"Iya, aku terganggu entah kenapa", jawab Rania.

"You like that guy (kamu suka cowok itu)", kata Jasmina menyelidik. Entah itu pertanyaan atau pernyataan fakta!

"Who? Me? Suka sama siapa? Bayyuuuu?", tanya Rania pura-pura hiperbola sambil meliuk-liukkan badan langsingnya

"Yeaaahhh siapa lagi coba? Bagas? Miko?", tanya Jasmina sambil ikut meliuk-liukkan badannya mengikuti Rania.

"Whattt are you crazy! (Apa kamu gila?), mereka itu fans kamu, bukan akuuuuu", protes Rania sambil terus meliuk-liukknya badannya.

"Hey hey hey ngapain kalian kayak Spongebob dan Patrick yang lagi hanyut di bikini bottom?", tanya Devon yang tiba-tiba keluar dari kamar mandi. Jasmina kontan menjadi tegang dan menghentikan tingkahnya. Dulu, ia tidak pernah merasa terganggu bila ia dan Rania berkonyol ria. Biasanya Devon akan mengacuhkan mereka dan pura-pura tidak kenal. Tapi entar kenapa Jasmina sangat terganggu bila terlihat konyol di depan Devon! Ah ini sungguh perasaan baru!

"Rania just admitted that she likes her boss (Rania baru saja mengaku kalau ia suka dengan atasannya)", jawab Jasmina sambil menunjuk Rania dengan jempol tangannya. Rania langsung blingsatan dan melonjak-lonjakkan badannya di kasur Jasmina.

"Tidak tidak tidak itu bohong. Kami cuma bicara kerjaan", bohong Rania.

"Huh akhirnya ngaku juga dia", jawab Devon santai sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil dan duduk di kursi meja rias.

"Tapi menurut Bagas, keluarga Bayu cuma menerima tuan putri dari keraton yang punya pendidikan tinggi dan pergaulan sosialita", sindir Jasmina ke arah Rania. Sang adik ipar makin blingsatan. Devon tersenyum miris menatap sang adik.

"Ah tidak. Lagian siapa juga yang mau sama Bayu? Dia boleh pilih putri raja manapun, aku tidak perduli. Karena aku sendiri adalah putri berharga dari seseorang, dan aku akan mencari putra berharga di luar sana", tegasnya sambil menunjukkan wajah elegannya. Matanya setengah tertutup, dagu lancipnya menghadap ke atas dengan tangan terlipat rapi di pangkuannya. Jasmina dan Devon saling menatap dan mengangguk-angguk dengan senyum manis mereka.

"Nah gitu donk...terus terus what is your plan (terus apa rencanamu?)", tanya Devon.

"Tidak ada, aku akan tetap menjadi Rania yang sudah Jasmina katakan tadi. Cantik, pintar, berisik, dan seeekkkssiiii", katanya sambil meliuk-liukkan badannya kembali. Jasmina dan Devon secara refleks memiringkan bibir atas mereka tanda bila mereka jijay sambil menggeleng-gelengkan kepala mereka.

"Ok, bener ya Ran, kamu inget kata-katamu malam ini. Be your self (jadi lah dirimu sendiri!)", tegas Jasmina. Rania mengangguk mantap.

"Pasti!", kata Rania sambil memberikan jempolnya tanda setuju kepada Jasmina.

"You're the one who told me that I'm precious back then, when I was insecure with my big body and my apperiance (Kau adalah sosok yang memberitahu diriku bahwa aku sangat berharga dulu, ketika aku tidak percaya diri dengan tubuh besarku dan penampilanku)", jelas Jasmina sambil memegang tangan Rania kembali. Gadis itu mengangguk mengingat momen-momen perubahan Jasmina delapan tahun silam.

"Aku akan selalu ada disini untuk mengingatkan kamu Ran, kamu gak perlu berubah untuk menjadi berharga di hadapan orang yang kamu sukai...", perintah Jasmina.

"Tapi kamu berubah Jas...", tutur Rania sambil tersenyum. Jasmina juga ikut tersenyum.

"Iya, aku berubah, tapi kan bukan untuk Bagas atau Miko!", jelas Jasmina.

"Eheeeemmm! Nama cowok lain gak boleh disebutin di kamar ini ya!", tegas Devon. Jasmina yang baru menyadari, menghadap Devon dengan wajah kengerian.

"Ok aku akui kalau aku sedikit berubah untuk seseorang", kata Jasmina sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Devon. Kali ini Rania yang mengangkat sebelah bibir atasnya, tanda ia jijay atas kemesraan anak SMA mereka.

"Intinya, kamu harus yakin dulu kalo kamu bener-bener suka sama Bayu", selidik Jasmina.

"Yang bilang aku suka sama Bayu siapa?!", protes Rania.

"Lah jadi ngapain kita ngobrol panjang lebar disini kalo lo aja gak suka sama Bayu yang notabene dari keluarga ningrat begitu! Lahhh buang-buang waktu kita ajeeeee", pekik Devon frustasi.

"Hihihihi kan aku cuma mau nanya, apa aku memenuhi standar aja", kata Rania sambil kembali meliuk-liukkan badannya seperti cumi-cumi disko.

"Ah udahlahhh be yourself aja lah kalau lu sendiri belum yakin suka ama siapa. Sukur-sukur ada cowok yang suka ama yourself dan bisa mengimbangi segala ke-premiuan lo. Ok ok ok? Udah pulang sono. Besok giliran aku yang nyupir ke kantor", usir Jasmina sambil menunjukkan Rania pintu keluar yang berjarak cuma tiga meter.

"Hemmm baiklah. Besok aku akan mengenakan working suite paling seksi dan keren yang ada di lemari", jelas Rania sambil berdiri bak supermodel.

"Fine", kata Devon dan Rania serempak.

"I'm gonna talk like I talk, I'm gonna behave like I behave (aku akan berbicara seperti biasa aku berbicara, dan aku akan bersikap seperti biasa aku bersikap)", kata Rania lagi sambil memutar tubuhnya bak putri Disney sambil menatap cermina.

"Fineeeeeee now goooo", pekik Devon sambil melotot. Rania cekikikan melihat amarah sang abang. Pastilah mereka sudah gusar. Rania buru-buru berlari-lari kecil keluar kamar dan menutup pintu kamar sang pengantin.

------------------

Jasmina mengetuk kubilel milik Rania dan mulai berkacak pinggang. Hari ini Jasmina tampil sangat cerah. Entah karena aura pernikahan atau penggunaan alas bedak yang berbeda. Ia terlihat lebih cantik.

"Kamu gak lupa kan sama meeting penting jam 2? Ada klien super VIP bu Cecilia!", celetuk Jasmina yang melihat Rania masih saja sibuk menekan-nekan tablet berukuran 10 inchi di mejanya.

"Iya tau tau ini aku lagi update jadwal pak Bayu sekalian mau update tentang kasus koperasi. Huhhhh haru ini ada meeting lagi jam 5 sore. Ikut donk ama kitaaaaa", pinta Rania. Jasmina menggeleng tegas.

"Ogah, gue ada kencan ama Devon!", katanya santai.

"Kencan? Ngapain udah kawin kencan! Tiap hari juga ketemu!", protes Rania. Jasmina tetap menggeleng.

"Tim aku gak dipake untuk kasus koperasi itu, jadi aku bebas. Kata Jason, take your time off hihihi", jawab Jasmina sambil mengangkat-angkat tangannya tanda ia sedang bersorak. Rania benar-benar kesal.

"Curang!", katanya sambil berdiri. Ia merapikan rok pendek berwarna merah yang ia kenakan. Dengan stoking berwarna hitam, blus berwarna hitam dan blazer merah, penampilan Rania begitu mencolok. Antara ia seperti seorang pramugari dari maskapai berbudget rendah atau seperti SPG telepon selular. Make-up yang ia gunakan cukup natural, namun benar-benar mempertegas penampilan bule-nya. Ia terlihat seperti seorang supermodel dari Rusia alih-alih putri keraton.

"Tired of trying to be a princes? (capek mencoba untuk menjadi seorang putri?)", sindir Jasmina. Rania memperbaiki posture tubuhnya dan tiba-tiba berubah menjadi seorang dengan daya pikat tingkat dewa.

"I am who I am, and I'm precious, right?" tanya Rania kepada Jasmina. Kakak iparnya itu memberikan jempolnya kepada sang adik ipar.

"Let's go. Tunjukkan personamu Rania ann Burnwood! Aku akan minta bu Cecilia minta kamu mimpin proyek ini. Kolabs ini tim crisis ama tim event", kata Jasmina sambil menggiring tubuh langsing Rania menuju tempat rapat.

"HUH semoga aja kasusnya gak berat, soalnya aku masih pusing masalah koperasi nihhhh. Melibatkan hukum lagi", tutur Rania sambil membayangkan Miko dan Bagas serta rapat mereka pukul 5 nanti.

"Ah enggak kok Cuma kayak semi kampanye terselubung gitu", tutur Jasmina sambil mencoba membaca email dari tabletnya yang berisi sedikit penjelasan soal kasus yang akan mereka jalani.

"Kampanye?" tanya Rania bingung. Saat itu juga pintu ruang rapat terbuka. Tampak bu Cecili, Pak Jason dan Pak Bayu sudah duduk dalam satu baris. Di hadapan mereka, tampak empat orang dengan pakaian super rapi.

"Nah ini dia srikandi-srikadi termaik di tim saya. Rania dan Jasmina. Hayo girls, sapa klien baru kita. Pak Perdana Utama Sasmita dan Ibu Wulandari Sasmita!", tutur bu Cecilia sambil menunjuk sang klien dengan jempol tangannya dengan sopan.

Sebuah dengungan berbunyi di kepala Rania. Entah kenapa ia seperti pernah mendengar nama-nama tersebut di suatu tempat. Sebaliknya, Jasmina tampak begitu gugup. Ia refleks ingin melarikan Rania dari ruang rapat itu.

"Ya, mereka ini adalah anggota dewan yang terhormat. Mereka juga adalah orangtua dari Bayu. Didn't you know? (tidakkan kamu tahu?)", tanya bu Cecilia kepada Rania yang tampak tersesat.

Kontan Rania tersenyum dengan kengerian. Hidungnya tampak kembang kempis, sama statusnya seperti paru-parunya yang mulai kekurangan udara. Ia dengan refleks mengelus rok merahnya yang menyala berkat lampu ruangan rapat yang begitu terang.

"Aku salah kostum?", tanya Rania sambil berbisik tanpa menggerakkan bibirnya kepada Jasmina.

"He eeehhhh", jawab Jasmina tanpa menggerakkan bibir juga.