Chereads / Pacaran Paksa (Dengan Ketua OSIS) / Chapter 111 - BAB 27: Ayo Bicara Dari Hati ke Hati

Chapter 111 - BAB 27: Ayo Bicara Dari Hati ke Hati

"Jez, lihat disana deh", kata Devon sambil menunjuk sepasang wisatawan asing yang sedang melihat-lihat kandang burung. Sepasang suami istri berumur sekitar 60-an, dan sepertinya telah bersama untuk waktu yang cukup lama. Sang wanita tampak berjalan sedikit lambat, namun sang pria dengan begitu sabar menuntunnya. Sang pria sambil memegang denah kebun binatang, tidak berhenti menjelaskan ini dan itu kepada sang wanita, yang dibalas dengan tatapan penuh kasih.

Jasmina langsung terkesima. Bila sang mama masih hidup, mungkin usianya sekitar wanita itu. Mungkin saat ini sang papa akan seperti pasangan tersebut. Berjalan-jalan berdua menikmati pemandangan, atau sekedar wisata kuliner. Cara sang pria memegang lembut tangan keriput wanita itu, dan sesekali membelai punggungnya, membuat Jasmina iri luar biasa. Cinta bisa begitu indah ya…

"Suatu hari nanti, Shawn Mendez ini akan tua dan keriput seperti pria itu. Pada saat hari itu datang, akankah kamu masih cinta sama aku Jaz?", tanya Devon.

"Yang bilang aku cinta sama kamu siapa, hah?", tanya Jasmina bercanda. Devon tampak terkejut. Iya juga ya. Hampir tidak pernah dari mulut Jasmina terucap kalau ia mencintai Devon. Tidak menunggu lama, Devon langsung menanduk punggung dan lengan Jasmina dengan kepalanya yang penuh keringat.

"Awww Devonnnnn lengan aku jadi basah nih hahahaha", protes Jasmina sambil tergelak. Devon masih menatap tajam sang istri. Saat ini mereka melanjutkan jalan santai sambil melihat-lihat atraksi yang berada di wahana tersebut.

"Jawab donk", pinta Devon.

"Hemmmm tentu saja Dev, ya memang gak bisa di pungkiri kalau kita semua suka donk ngeliat yang indah-indah", kata Jasmina.

"Seperti aku, jadi aku indah?", potong Devon sambil tersenyum jahil.

"Eheeemmm jangan di potong dulu", protes Jasmina. Devon memberikan gesture "maaf" dan "teruskan" dengan tangannya seperti seorang artis pantomin.

"Tapi hubungan suami istri itu harusnya kan sudah melewati hal-hal seperti itu ya. Jadi mungkin di awal kita saling tertarik dengan penampilan, namun kemudian kita mulai saling lebih mengenal karakter masing-masing. Nah akhirnya kita jatuh cinta lagi nih, dengan karakter pasangan kita", jelas Jasmina.

"Nah itu kamu paham!", potong Devon lagi. Jasmina tidak mengerti kenapa Devon berkomentar seperti itu. Devon Cuma lega karena Jasmina sendiri tahu kalau cinta sejati tidak akan terlalu terpaku pada penampilan seseorang.

"Maksudnya Dev?", tanya Jasmina. Devon tersenyum bak joker.

"Gak ada hehehe… gak ada. Ayo lanjutin", katanya.

"Nah harusnya sih setelah mereka menikah, kan mereka akhirnya menjalani rutinitas berdua, dan saling lebih mengenal kebiasaan pasangan masing-masing. Mereka saling melindungi, menyayangi, menemani dan melengkapi. Nah harusnya nih ya, mereka akan jatuh cinta lagi, karena alasan-alasan itu", jelas Jasmina lagi. Devon memandang awan dengan nanar sambil berjalan pelan.

"Hemmm...jatuh cinta berkali-kali dengan orang yang sama...konsep yang menarik sekali", kata Devon sambil tersenyum ke arah Jasmina. Istrinya itu jadi salah tingkah.

"Yyyy...yyyaa maksudnya begitu, tapi banyak aja yang tidak menyadarinya. Nah seiring dengan berjalannya pernikahan, mereka semakin terikat satu sama lain. Jadi ketika terjadi perubahan fisik, emosi, dan kebiasaan pasangannya, harusnya, harusnya nih yaaaa, tidak segera membuat pasangan itu hilang perasaan. Bukan hanya karena mereka telah jatuh cinta berkali-kali, tapi karena mereka sudah merasa... apa ya... menyatu. Menjadi satu, sehingga mereka merasa tidak bisa hidup tanpa pasangannya", kata Jasmina sambil menerawang jauh. Entah dari mana ia mengutip hipotesa itu, atau mungkin itu cuma keinginan Jasmina semat.

Devon berjalan gontai sambil menatap lekat istrinya. Jasmina yang berjalan beritingan di sampingnya, merasa sedikit aneh dan risih. Sesekali ia balas menatap, tapi wajah suaminya itu terlalu menyilaukan. Sinar matahari pukul 1 siang masih terlalu terik, dan membuat rambut-rambut kecoklatan Devon seperti sutera berwarna coklat. Matanya yang tidak hitam legam, memberi ilusi sebuah danau berwarna coklat transparan. Bibirnya yang kemerahan karena saus sambal yang ia makan tadi, melengkapi wajah tegasnya. Pipinya sedikit kemerahan karena terbakar matahari.

Ya, Devon mungkin benar. Jasmina sedikit bangga karena telah memiliki sosok yang begitu indah disisinya. Beberapa kali dalam hubungan mereka, Jasmina sempat merasa bila mereka…tidak sepadan.

"Aku berharap kamu akan jatuh cinta sama aku berkali-kali seumur hidupku Jaz. Karena sudah tidak terhitung entah berapa kali aku jatuh bangun mencintai seorang Jasmina…", gombal Devon sambil menatap lekat wajah istrinya. Kata-katanya begitu manis, sehingga membuat gigi Jasmina ngilu.

"Gombal banget sih kamuuu", protes Jasmina. Istrinya itu mencubit lengan Devon pelan, mengharapkan lebih banyak kata-kata manis lainnya.

"Serius! Sejauh ini, aku sudah bisa menyingkirkan Bagas, sudah mengenyahkan kak Miko. Kenapa aku harus berjuang untuk menyingkirkan satu orang lagi?", tanya Devon dengan tampang yang lebih serius. Jasmina menatapnya bingung.

"Siapa? Jason? Cihh dia itu bos, bukan cowok cakep. Walaupun dia memang cakep. Bayu? Bisa di gorok Rania aku nanti, ngecengin bosnya", sanggah Jasmina.

"Kamu…",

"Hah maksudnya apa Dev?", tanya Jasmina.

"Kamu, kamu adalah saingan terberatku saat ini. Jasmina yang dulu masih ada di diri kamu Jaz. Setiap saat manusia bisa berubah. Baik fisik, intelegensi, wawasan, sikap bahkan sifat. Kita semua berharap bisa berubah ke arah yang lebih baik. Contohnya kamu, sejak pertama kali kita bertemu, kamu sudah berubah banyak Jaz…", jelas Devon.

Jasmina melangkah mundur dan memeluk perutnya, mengelus pipinya dan membelai rambutnya sendiri, seakan-akan ingin menganalisa perubahan yang telah terjadi selama bertahun-tahun ini.

"Apakah ada perubahan di diri aku yang kamu gak suka?", tanya Jasmina. Selama ini, mereka seakan-akan sudah tumbuh bersama. Walau mereka hanya menghabiskan 1,5 tahun bersama secara intens, tapi mereka tetap bertetangga. Devon dapat menyaksikan semua perubahan-perubahan Jasmina, begitu juga sebaliknya. Dari potongan rambut mereka, gaya berpakaian, tempat nongkrong, sampai topik-topik pembicaraan mereka yang mulai tidak nyambung, jauh dari area SMA 1001.

"Perubahan kamu mengagumkan Jas. Kamu udah berubah menjadi… perempuan yang sangat cantik, pintar, berwawasan luas, bertanggung jawab…Tapi banyak sifat-sifat lama kamu yang masih ada di diri kamu yang aku juga suka. Kamu tetap baik, tetap ramah, tetap perhatian, dan tetap pemalu. Apalagi bila tanpa busana…eheemmm", kata Devon sambil menutup kata-katanya dengan deheman. Maksud hati ingin membuat Jasmina malu, tapi justru wajah Devon yang memerah semu. Ia tidak berani menatap Jasmina. Bayangan Jasmina tanpa busana membuat tubuh Devon memanas sekarang.

"Devvonnnnn!!!", Jasmina kontan menerjang suaminya dan menutup bibir berwarna kemerahan itu agar tidak mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh lagi. Devon tampak tersenyum di balik kurungan tangan Jasmina. Dengan sigap ia memeluk tubuh istrinya itu.

"Aku seriusss hahahahaha. Aku gak nyangka kalo kamu itu ternyata sangat pemalu. Kamu yang selalu percaya diri di atas panggung, ternyata bisa begitu gugup kalo aku deketin. Kamu nyadar gak?", tanya Devon. Jasmina menatap mata bening Devon, seakan-akan ia ingin menghentikan hipotesa suaminya itu tentang kelemahannya.

"iiiituuu…itu karena aku belum terbiasa aja…", jawab Jasmina sambil berusaha mepelaskan pelukan paksa suaminya.

"Terbiasa sama aku Jas? Udahberapa lama sih kita dekat?", tanya Devon.

"Aku kan belum pernah tinggal sama kamu…", sanggah Jasmina.

"Di Bali kita tinggal selama belasan hari di Villa yang sama", sanggah balik Devon.

"Kita belum pernah tidur satu kamar…", Jasmina mencoba beragumen lagi.

"Camping di Bogor 4 tahun lalu, kita satu tenda! Kita tidur bersama sampai pagi!",

"Ya tapi itu kan sama Rania jugaaaaaaaa", sanggah Jasmina lagi. Devon melepaskan pelukannya, dan mengelus rambut istrinya yang sudah tidak karuan bentuknya akibat keringat dan hembusan angin. Namun tidak satupun dari hal yang tidak sempurna itu menurunkan rasa sayang Devon kepada Jasmina. Semakin hari ia justru semakin gemas kepada Jasmina.

"Kamu selalu mandi dengan lampu yang redup…sadar gak sih?", Devon memaparkan fakta sambil menunjuk tubuh Jasmina. Istrinya itu sewot. Ia tidak menyangka Devon akan memperhatian sampai sedetail itu.

"Aku suka suasana romantis aja…", jelas Jasmina.

"Jadi kamu lebih suka kita melakukannya di kamar mandi? Aku ga keberatan. Lain kali jangan kunci pintu ketika kamu man…", tanya Devon penuh selidik. Jasmina kontan gelagapan di tanya seperti itu.

"Devon!" teriak Jasmina memotong kata-kata Devon.

"Atau kamu Cuma masih belon pede melihat tubuh kamu sendiri? Memangnya apa yang jelek sih? Menurutku tubuh kamu indah dan seksi banget. Mengggg…", belum selesai Devon berkata-kata, Jasmina dengan sigap menyekap bibir itu dengan tangannya.

"Hmmmm mmmmggghh mggghhh aku gigit yaaaa", protes Devon sambil menggerak-gerakkan bibirnya di dalam kurungan tangan Jasmina.

"Devon dieeemmm kamu jangan ngomong yang aneh-aneh disini. Dari tadi banyak anak yang lewat!!!, protes Jasmina. Devon hanya tertawa ngikik.

"Kamu mungkin sekarang udah belasan kilo lebih ringan dari pertama kali aku melihatmu di pemilihan anggota OSIS Jas. Momen dimana aku menaruh perhatianku untuk pertama kali sama kamu…", Devon berkata sambil memegang satu tangan Jasmina. Jasmina kaget, tapi bersyukur sang suami tidak jadi menggigit tangannya. Ia tidak pernah menyangka Devon sudah memperhatikannya pada saat itu.

"Tapi saat ini, kamu masih merasa kamu seorang itik buruk rupa. Jasmina, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Semua orang punya kekurangan, dan kamu adalah orang yang tidak tepat untuk membahas kekurangan fisik. Kamu mungkin melalui begitu banyak hal seiring dengan perubahan dirimu Jas, sehingga kadang mungkin kamu terlalu bersemangat agar dicintai oleh orang lain…",

"Kata orang yang sangat gampang untuk di cintai…Devon, hampir seluruh masa kecil dan remajaku tuh aku kayak itik buruk rupa. Boro-boro ada yang suka dan mau jadi pacarku, aku tuh nyari temen aja susah", potong Jasmina. Ia melepaskan diri dari Devon dan mulai kembali berjalan pelan ke arah wahana lain.

"Kamu aja yang beranggapan seperti itu Jas. Buktinya sebelum kamu masuk OSIS, sebelum kamu jadi pacar Bagas, sebelum kamu kurus, kamu toh udah punya banyak teman kan?", tanya Devon sambil berjalan mengimbangi Jasmina. Ya itu benar.

"Ya tapi aku tuh berjuang keras banget Dev untuk bisa ada di posisi itu! Begitupun, gak ada tuh cowok yang suka sama aku. Segitu banyak perhatian yang aku kasih sama kak Miko, gak pernah tuh dia tertarik untuk jadiin aku pacar juga…", Jasmina melipat tangannya sambil terus berjalan.

"Ah dia kan bego… ya sukurlah dia bego, kalo enggak, mungkin aku gak akan ada kesempatan", potong Devon.

"Bagas Cuma manfaatin aku agar bikin Sharon cemburu. Tapi ya ada hikmahnya juga sih, gara-gara dia, aku tuh jadi ada motivasi untuk lebih langsing lagi…",

"another orang bego, sukurnya", potong Devon lagi sambil tertawa mengikik. Jasmina menghentikan langkahnya, dan menatap suaminya intens. Devon memberikan ekspresi bingung karena risih di tatap begitu lekat.

"Hemmm ada apa sayang?", tanya Devon.

"Apa yang kamu pikirin pas pertama kali kamu liat aku? Jujur!", tanya Jasmina. Devon menatap istrinya itu dengan lembut. Ia mencari memori tentang hari itu. Hari dimana ia pertama kali melihat Jasmina.

"Aku pertama kali ngeliat kamu pas masa orientasi masuk SMA. Kamu cukup..."

"Gembrot...", potong Jasmina. Devon tersenyum sambil menggeleng. Mereka tetap berjalan perlahan.

"Mencolok... Ya aku akui kalau kamu cukup bongsor untuk seorang gadis Indonesia...", jelas Devon lagi.

"Gembrot, akuin aja!", potong Jasmina lagi. Devon tersenyum dan masih menggeleng pelan.

"Aku gak ada persaaan apa-apa sih, maksudnya suka enggak, benci enggak, cuma liat, eh ada cewek-cewek. Ya gitu aja. Nah kedua kalinya aku nyadar sama kamu tuh pas ada acara pentas seni di sekolah kita. Ada pertandingan basket antar kelas, kamu dan genk kamu semangat sekali jadi supporter. Pamor kalian mengalahkan tim cheerleaders Sharon hahahahaha", Devon tertawa terbahak-bahak.

Ingin rasanya Jasmina masuk ke dalam kantung kangguru yang ada di hadapannya. Ia ingat benar momen memalukan itu. Mereka membuat pom-pom sendiri dari menggunting tali rafia warna-warni dan membuat spanduk dari karton dan spidol. Yang lebih memalukan adalah, tim basket kelas mereka justru kalah! Ya, kalah oleh kelas Devon.

"Kamu terlihat..."

"Norak?", potong Jasmina. Devon tertawa pelan.

"Bersemangat...." jelas Devon sambil menatap awan, seakan-akan langit dapat mengulang reka adegan mereka.

"Setelah itu aku memang sering liat kamu sih sibuk-sibuk tidak menentu dengan tim seni. Salut banget liat kamu yang selalu semangat jadi apa aja. Jadi MC keren, jadi supporter keren, dan kamu terlihat percara diri aja gitu...",

"Walau aku gembrot, gitu kan?", potong Jasmina lagi. Devon menatap Jasmina lembut. Sebuah senyum tipis di bibirnya, ingin menenangkan Jasmina. Se-insecure itukah Jasmina pada saat itu? Ataukah masih?

"Jujur memang ketika kita satu kelompok ketika latihan kepemimpinan OSIS, ngebuat aku jadi penasaran sama kamu sih. Aku tau kalo kamu orangnya ramah, tapi ternyata kamu tuh baik banget. Itu feeling aku waktu itu. Aku merasa nyaman dekat sama kamu. Kamu ngeliat aku..."

"Bukan seperti fans? Benar kan? Aku mandang kamu, bukan kayak seorang cewek mandang dewa. Bener kan? Kamu risih atau terlalu pemalu untuk dikagumi sih?", tanya Jasmina sinis ke arah Devon.

Suaminya itu tertawa ngikik. Tapi Jasmina ada benarnya juga. Jasmina membuatnya merasa nyaman, karena gadis itu dulu tidak memandangnya sebagai sosok sempurna. Biasa saja. Tapi justru disitu membuat Devon santai dan bisa menjadi dirinya sendiri.

"Agak kaget sih pas tau kalo kamu pacaran sama Bagas. Maksudku, aku membayangkan kamu akan punya pacar yang..."

"Gembrot dan tidak populer seperti aku?", potong Jasmina sinis.

"Ihhh bukan donkkkk. Sama sekali bukannn. Aku cuma ngeliat kamu kan orangnya smart, ramah, aktif, jadi aku ngebayangin kamu bakal suka sama cowok yang penyayang, baik dan smart seperti kamu. Bagas....yah bagas itu cuma bisa cinta sama dirinya sendiri...", jelas Devon sambil menundukkan wajahnya menatap jalanan. Jasmina tertawa ngikik. Apa yang dibilang Devon ada benarnya. Bagas memang orang seperti itu.

"Dan aku juga kaget pas tau ternyata kamu mengagumi kak Miko sejak awal. Maksudnya, gak nyangka aja kamu bisa memendam perasaan begitu lama sama seorang cowok. Memendam rasa dengan cowok playboy yang disukai sama 1 sekolah, tapi kamu cuma bisa lihat-lihat aja", jelas Devon dengan suara sarkastis. Jasmina menghentikan langkahnya.

"Terlihat menyedihkan bukan?", tanya Jasmina. Devon menatap istrinya dengan ragu-ragu.

"Melihat kamu menyedihkan seperti itu, memang bikin hatiku mengkerut Jaz, aku akui, rasa ini mungkin dimulai dari rasa kasihan. Mungkin lebih tepatnya, rasa kesal luar biasa. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kamu di ombang-ambing oleh 2 cowok yang benar-benar tidak layak untuk kamu...", tutur Devon lembut. Jasmina menatap Devon dengan sedikit kesal.

"Aku gak suka di kasihani...", jawab Jasmina.

"I know... I know... tapi aku waktu itu kasihan cuma sebatas teman kok. Entahlah, aku gak tau sejak kapan rasa itu tumbuh. Mungkin sejak aku melihat rumah yang di jual di samping rumah kamu..." Jawab Devon pelan. Ia melemparkan tatapannya sejauh mungkin dari Jasmina. Ya...rahasia terdalamnya, sekarang akan terkuak.

"Whattt Dev! Sebelum rumah itu terjual...berarti..."

"Iya, pas aku anter kamu pulang, entah kenapa aku ngerasa belum cukup waktu sama kamu, aku masih pengen ngobrol, masih pengen temenan dekat, tapi aku ngerasa kita punya lingkaran pertemanan yang berbeda. Rapat OSIS sangat jarang terjadi, terlebih lagi kamu adalah pacar sang ketua OSIS. Aku tiba-tiba ngerasa, dengan pindah ke samping rumah kamu adalah solusi hidupku. Aku cuma ngerasa, hidupku akan lebih...berwarna bila kita benar-benar bertetangga. Bila kita benar-benar dekat...Ehheeemm", kata Devon yang diakihir oleh dehemannya. Jasmina tersenyum manis melihat suaminya mulai salah tingkah. Devon menatap sepatunya seakan-akan mereka sangat kotor.

"Apakah berubah?", tanya Jasmina sambil mencari tatapan Devon yang sedang menghindarinya.

"Ya, sangat! Apalagi Rania loves you so much! Kamu ngebuat hidup kami berdua lebih indah Jaz. Dan aku akuin, mungkin sejak saat itu, aku menaruh perasaanku sama kamu sedikit demi sedikit. Kepribadian kamu, sikap kamu, perhatian kamu, you stole my heart so easily (kamu mencuri hatiku dengan begitu gampang)", kata Devon.

Saat ini ia menghentikan langkahnya demi mengelus rambut halus Jasmina. Devon beranjak ke salah satu pagar yang berada di sisi jalan setapak. Ia sepertinya butuh sandaran sebentar. Jasmina mulai nyaman dengan topic pembicaraan mereka kali ini.

"Bukan karena penampilan aku yang sudah berubah? Aku kan sudah kurusan waktu itu. Mungkin kalau aku masih gembrot, kamu gak bakal melirik aku kan?", tanya Jasmina. Devon menatapnya dengan serius.

"Ketika aku melihat plang rumah di jual, kamu belon ada berkurang 1 ons pun, bukan? Begitupun aku sudah merasa nyaman di dekat kamu. Walaupun aku akui, detik dimana kamu keluar dari salon dengan penampilan baru kamu, benar-benar ngebuat aku tersengat listrik. Aku gak bisa ngapus bayangan kamu sejak saat itu…", kata Devon pelan sambil menatap mata Jasmina.

"Aku akui Jas, sejak saat itu, aku ingin selalu ada di dekat kamu. Berbagai alasan aku buat agar selalu terlibat dalam hidup kamu. Mungkin sejak itu aku telah jatuh hati berkali-kali dengan kamu, walau harus patah hati berkali-kali juga melihat kamu, Bagas dan kak Miko", jelas Devon dengan tampang yang lebih serius.

"Kapan kamu yakin kalau kamu hanya ingin mencintai aku berkali-kali lagi?", tanya Jasmina dengan lembut. Ia tengah mengambil aba-aba untuk memeluk Devon.

"hemmm…Bali. Semua hal tentang Bali membuat aku gila bila tidak memiliki kamu selamanya! Sekarang giliran kamu…", kata Devon sambil merangkul pinggang Jasmina. Ia menuntun istrinya untuk berjalan dengan pelan.

"Kenapa dengan aku?", tanya Jasmina.

"Kapan kamu pertama kali menaruh hati sama Shawn Mendez?", tanya Devon.

"Hemmm….pas single pertama dia keluar, atau pas dia duet sama Camilla Cabello untuk kedua kalinya mungkin…",jawab Jasmina dengan tampang super jahil. Kali ini gantian Devon dan mencubit pinggang Jasmina.

"Ouuuccchhh ahhaha ok ok. Hemmm…Sebenarnya aku agak eneg sih ngelihat kamu waktu pertama kali. Sok cool, sok pinter basket, sok cakep, walaupun sebenarnya memang cakep sih. Dan aku heran aja kok banyak banget cewek-cewek yang ngidolain kamu. Mungkin saat itu aku sedang anti dengan orang-orang yang SEMPURNA", jawab Jasmina.

"Kamu enggak?", tanya Devon. Jasmina menggeleng dengan kuat dan pasti. Devon mencibirkan bibirnya seakan-akan ngambek tipis-tipis.

"Benerannnn. Aku paling benci anak-anak basket", jawab Jasmina ketus sambil kembali melipat tangannya di dadanya. Devon ikut-ikutan bersandar di samping Jasmina dan melipat tangan di dadanya.

"Tapi aku akui, seiring dengan kita dekat, aku sadar kalau kamu gak sama dengan anak-anak basket lainnya. Aku gak nyangka kalo kamu ternyata orangnya sederhana, simpel, baik dan sayang banget sama keluarga. Terus terang aku shock sih. Mungkin itu yang membuat hati aku goyah kali ya, karena kamu itu berbeda sama ekspektasi aku. Mungkin aku jadi suka, tapi dengan alasan-alasan yang berbeda dengan para fans kamu itu…"

"Karena kita dekat, karena kita tetangga?", tanya Devon. Jasmina mengangguk tipis-tipis.

"Itu memberi kita akses untuk bersama lebih sering dan lebih lama ya, jadi aku terekpos lebih intens dengan semua kelebihan-kelebihan kamu. Bahkan kekurangan-kekurangan kamu aja, jadi biasa sama aku, and I'm fine with that (aku baik-baik saja oleh itu)", jelas Jasmina.

"I'm fine with you, semua kelebihan dan kekurangan kamu Jaz…" kata Devon sambil kembali memeluk pinggang istrinya. Ia merasa perlu memotong cerita istrinya demi menyampaikan kata-kata itu. Jasmina tersenyum menatap Devon.

"Puncaknya adalah… ketika kita di Bali… I admit I fell for the first time looking at you in a surfing suit (Aku akui, aku jatuh cinta pertama kali padamu ketika melihatmu memakai baju surfing)", kata Jasmina dengan kata-kata yang super cepat. Ia kemudian berjalan cepat meninggalkan Devon. Ia tidak mau wajah merahnya terlihat karena telah membeberkan rahasia terkelamnya.

Devon menyaksikan istrinya berjalan menjauhinya dengan wajah kikuk. Ia menempelkan punggung tangannya ke bibirnya dan mulai menahan tawanya. Devon tidak menyangka kalau Jasmina jatuh cinta pada sebuah fisik! Fisik Devon yang memakai pakaian surfing ketat! Devon berjalan cepat untuk mengimbangi Jasmina.

"Jadi kamu akui kalau badan hot aku telah membuat kamu jatuh cinta?",tanya Devon sambil setengah berbisik.

"Devonnn!!!!!"