"Devon maafin akuuuuu", pinta Jasmina sambil memeluk lengan kekar suaminya itu. Sang suami yang sedang merasa di atas angin, hanya melengos, melipat tangannya di dada dan menatap malas lurus ke depan. Saat ini Jasmina dan Devon sedang berada di kendaraan khusus untuk melihat satwa hidup di Bali Safari Marine Park. Kendaraan beratap tanpa dinding itu berjalan pelan mengitari aneka kadang hewan-hewan yang ada di kebun binatang itu.
Devon hampir tidak percaya Rania mendaftarkan ia dan Jasmina ke sebuah paket wisata alam untuk mengisi bulan madu mereka. Pukul 7 pagi, mereka sudah dijemput oleh sebuah bus kecil menuju area hiking di sebuah perbukitan, dan kegiatan terakhir di jadwalkan selesai pada pukul 5 sore.
Dengan perut kosong dan mood yang belum sembuh karena insiden malam sebelumnya, Devon menjalani kegiatan berjalan menapaki perbukitan itu dengan ogah-ogahan. Berbeda dengan Jasmina yang tampak seperti kutu loncat, terlalu bersemangat. Entah ia benar-benar senang dengan kegiatan alam itu, atau ia sedang menghindari topik tentang keintiman mereka.
Tadi malam, Jasmina menghentikan usaha Devon untuk memilikinya secara utuh. Teriakan istrinya itu kontan memadamkan segala hasrat dan keinginan yang tersisa dari Devon. Namun melihat Jasmina yang tengah menahan tangis, Devon mencoba untuk bersabar dan bersikap santai. Walau fikirannya berkelebat dengan pertanyaan kenapa, kenapa dan kenapa harus sekarang? Padahal waktunya sudah begitu pas.
"Devooonnn udah donk ngambeknya, liat tuhhh tuhh tuhh kamu lagi diliatin ama kuda nil. Semua tuh bingung kalo kamu ambekan terus. Masak dari gerbang masuk sampe sekarang belon beres juga sih ambekannyaaaaa...", tanya Jasmina dengan intonasi super manja yang dibuat-buat. Tidak biasanya Jasmina seperti ini. Sepertinya Jasmina sedikit merasa bersalah.
"Huffff berisik!", komentar Devon sambil terus mengencangkan lipatan tangan di dadanya. Ia hendak melipat kakinya, namun ternyata posisi duduknya dengan kursi di depan begitu dekat. Dengan kakinya yang jenjang, alhasil lututnya dengan suksesnya terpentok kursi bagian depan. Auucchhh. Jasmina tidak tahan untuk tidak tersenyum melihatnya.
"Janji deh, nanti malam...eh.. maksudnya, next time, aku akan lebih kooperatif. Tapi kasih aku waktu ya. Kassihhhh aku waktu sedikiiiitt lagi. Hihihi",pinta Jasmina sambil menyodorkan jari telunjuk dan jempolnya memperagakan "sedikit" itu. Devon meliriknya sekilas tanpa menoleh, dan kemudian berdehem dan membuang mukanya ke arah salah satu satwa yang tampak kelaparan.
Setelah 30 menit mengelilingi kebun binatang dengan kendaraan itu, Devon dan Jasmina mulai ikut mengantri memasuki animal show. Untung saja hari itu bukan hari libur, sehingga suasana tidak ramai oleh wisawatan domestik. Jasmina tersenyum melihat Devon yang berbaur sempurna dengan para wisawatan manca negara. Postur yang mirip, wajah yang mirip, bahkan cara mereka berpakaian juga sangat mirip. Jasmina masih tidak percaya kalau sebenarnya ia telah menikahi seorang bule hihihi.
"Devon, setelah ini ada atraksi memandikan gajah. Ikutan yuk", ajak Jasmina. Sebenarnya ia tidak begitu tertarik. Tapi Jasmina kira, ia perlu berbagai alasan dan aktifitas agar Devon bisa sedikit melupakan kekesalannya. Sebaliknya, Devon tampak tidak tertarik. Ia memperhatian pertunjukan reptil-reptil yang sedang dipamerkan dengan ogah-ogahan.
"Ogah, mending mandiin kamu azzzaaahh", katanya santai sambil memonyongkan bibirnya ke arah istrinya. Jasmina kontan melotot dan menepuk lengan Devon.
"Devonn! Gimana kalo anak yang disebelah kamu itu denger!", bisik Jasmina. Devon melirip seorang gadis kecil dengan rambut pirang yang kira-kira berusia 5 tahun. Gadis kecil itu tersenyum ketika pasangan itu meliriknya.
"Dia gak bisa bahasa Indonesia. Liat donk, rambutnya pirang, matanya biru, kulitnya putih begitu!", oceh Devon sambil memberikan tampang sombong ke arah Jasmina.
"Ya kamu kurang bule apa coba? Tapi kamu bisa bahasa Indonesia!", bisik Jasmina lagi sambil mencubit pinggang Devon. Cowok itu hanya bisa menghela nafas karena ototnya di tarik tanpa aba-aba.
"Haiiii, how are you? (hai, apa kabar?", tanya sang gadis cilik ke arah Devon dan Jasmina. Pasangan itu tersenyum ramah. Gadis itu sangat lucu dan imutttt. Rambutnya bergelombang dan sudah mulai kusut. Seperti halnya Devon dan Jasmina, sepertinya kegiatan anak kecil itu pun di mulai pukul 7 pagi. Gadis kecil itu mengenakan sebuah tank top berwarna hijau spot light dengan celana pendek berbahan katun yang sangat nyaman. Ia menggunakan sepatu kets merek terkenal. Jasmina bahkan tidak tahu bila merek itu membuat sepatu seimut itu!
"Hello beautiful, what's your name? (Hello cantik, siapa namamu?)", tanya Jasmina ramah. Jasmina sekilas melirik mama sang anak, yang ternyata sedang sibuk menggendong seorang anak yang mungkin baru berusia 3 tahun. Sekilas mereka saling menatap dan mengangguk tanda hormat.
"Hailey. What's yours? (Hailey, nama kalian siapa?)", tanya gadis itu ramah.
"I'm Jasmina, and this big guy right here, is my husband, He's name is Devon. He's very cranky (Aku Jasmina, dan orang besar disini, adalah suamiku, namanya Devon. Dia sangat rewel)", kata Jasmina sambil menepuk-nepuk dada Devon. Cowok itu menatap Jasmina sambil memicingkan matanya.
"Where's your kid? (Dimana anak kalian?)", tanya sang gadis kepada Devon. Jasmina tersedak. Ingin ia menjelaskan bahwa mereka baru saja menikah beberapa hari, sehingga belum memiliki anak. Jasmina tersenyum canggung.
"Belum berhasil di bikin", kata Devon sambil menatap gadis kecil itu meminta belas kasihan. Jasmina bagai tersengat listrik, ia panik sambil celingak-celinguk ke kiri dan kekanan, berusaha agar percakapan mereka tidak ada yang mendengar.
"Devoonnnn kamu apaan sih! Jangan bully anak kecil!", bisik Jasmina. Sebenarnya ingin ia berteriak di telinga sang suami.
"Loh, kenapa? Emang salah? Dia gak bakal ngertiiii Hihihih", Devon tidak kuasa tertawa ngikik.
------------------------------------
Devon sedang duduk di dalah satu kursi meja food court di area kebun binatang itu. Jasmina kali ini bertugas mencari makanan yang bisa mereka konsumsi. Hari mulai terlalu panas, tapi mereka tidak memiliki energi untuk mencari restoran di luar kebun binatang. Mending cari makanan ringan, berjalan-jalan sebentar di area kebun binatang dan kemudian kembali ke hotel untuk istirahat. Mereka di jadwalkan untuk makan malam di sebuah restoran tepi pantai. Ya, ini akan menjadi malam terakhir mereka di Bali.
Devon memperhatikan istrinya itu dari kejauhan. Jasmina mengenakan kaos dengan lengan yang sangat pendek berwarna biru terang, dipadukan dengan sebuah celana pendek setengah paha berwarna putih. Rambutnya yang panjang dan berwarna hitam, tampak di cepol seadanya. Keringat sudah basah dan kering berulang kali di tubuh Jasmina, begitu juga dengan Devon. Begitupun, Devon tidak bisa melihat ada wanita yang lebih indah dari istrinya saat ini. Ataupun mungkin selama ini, dan selamanya.
Jasmina tampak kikuk mengantri bersama para wisatawan asing di sekelilingnya. Tampak Jasmina memperhatikan para perempuan-perempuan bule yang sepertinya berumur belasan tahun. Jasmina tampak mengelus-elus lengannya, seakan-akan ia ingin menghilangkannya lemak-lemak disitu yang bahkan tidak ada. Bukan hanya itu, Devon memperhatikan kalau beberapa kali Jasmina akan menarik-narik ujung celana pendeknya, berusaha menutupi pahanya yang tanpa cela! Beberapa kali ia memperbaiki posisi kaosnya agar tampak rapi, menutupi perutnya, atau aktifitas lain yang tidak penting yang justru menunjukkan bila ia sedang...insecure! Itu dia!
Devon segera mengambil hape miliknya dan mencoba meminta pertolongan mbah google (lagi!). Devon mencari-cari fakta menarik yang mungkin bisa menjawab sedikit kegundahannya dan keheranannya mengenai Jasmina. Sebuah fakta mencengangkan Devon. Penelitian yang dilakukan oleh Zava Med menemukan bahwa banyak perempuan dan lelaki kehilangan kepercayaan dirinya ketika sedang dalam keadaan intim karena penampilan mereka! Beberapa perempuan bahkan merasa kuatir ketika bagian-bagian tubuhnya akan terlihat ketika mereka sedang dalam keadaan intim!
Devon pernah mendengar tentang kecemasan yang berlebihan mengenai penampilan yang mempengaruhi rasa percaya diri seseorang, tapi ia tidak menyangka itu akan berdampak luar biasa dengan kegiatan yang intim. Penelitian ini juga menyorot beberapa orang cemas tidak hanya penampilan fisik, namun dapat menjalar ke arah performa aktiitas itu sendiri! Seketika Devon juga merasa cemas. Maksudnya, ia juga belum pernah berada di posisi itu, sehingga ia tidak tahu kategori performa yang baik dan performa yang tidak baik.
Devon menatap kembali Jasmina dari kejauhan. Apa yang mungkin Jasmina kuatirkan? Tubuhnya setidaknya sudah lebih langsing 20kg sejak pertama kali ia bertemu di SMA 1001. Jasmina tiada bedanya dengan model catwalk dengan tubuh tinggi langsingnya. Mengkonsumsi makanan sehat, rajin berolahraga dan melatih rasa percaya dirinya, tidak hanya membuat tubuhnya lebih proporsional, tapi Jasmina memang terlihat jauh lebih cantik sekarang. Jadi apa yang membuatnya tidak nyaman tadi malam?
Devon melihat ke kiri dan ke kanan, sebelum akhirnya ia mengetik sebuah pencarian di mbah google: Hal yang perlu dikertahui sebelum memulai hubungan intim untuk pertama kali!
Ya, Devon akhirnya menyadari sesuatu yang sangat penting. Mereka memang sudah dekat cukup lama, dan sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Tapi selama bertahun-tahun itu, mereka hampir tidak pernah dalam posisi intim. Entah karena jarak yang terbentang selama bertahun-tahun, atau karena penempatan waktu yang memang tidak pernah pas!
Sama seperti Jasmina, ini juga merupakan hubungan pertama Devon. Ia dan Jasmina tidak pernah benar-benar belajar secara spesifik dalam hubungan ini. Bahkan bisa dibilang, usaha mereka untuk selalu berdua, saling mengerti dan memahami hampir tidak ada atau tidak perlu. Semua berlalu begitu saja, seakan-akan mengalir bagai air. Jasmina dan Devon sama-sama memahami, suatu hari toh mereka akan bersama. Biarlah pada hari itu, mereka mulai belajar untuk saling mengerti, memahami dan mencintai sebagai sepasang suami istri.
Itu yang Devon lupa, belajar. Mungkin ini adalah bagian dari kesalahannya yang main menyosor saja ke Jasmina. Ia lupa memahami Jasmina bila ini merupakan sebuah hal baru bagi Jasmina. Istrinya itu pasti sudah sering mendengar tentang malam pertama dan memiliki ekspetasi sendiri mengenai hal itu. Entah itu tentang tempatnya, suasananya, ataupun caranya. Hal yang belum ia ketahui ini, mungkin saja membuatnya tidak nyaman. Tindakan Devon yang main gebrak langsung saja, mungkin malam membuatnya ketakutan!
"Jasmina harus mendengarnya dari aku sendiri... atau lebih tepatnya, Jasmina harusnya merasakannya sendiri alih-alih mematri pengalaman orang lain di kepalanya...", batin Devon. Ya, seharusnya ia mensosialisasikan lebih awal mengenai hal itu kepada Jasmina.
Devon mungkin tidak menyadari kalau ia sendiri sepertinya kurang percaya diri dan tampak ragu-ragu dalam bertindak pada malam sebelumnya, terlihat dengan jelas dari Devon yang bolak-balik mendehem. Bukan hanya Jasmina, Devon juga pada dasarnya pribadi yang canggung dan pemalu. Berhubung tadi malam itu juga pengalaman pertamanya, ia juga belum mengerti bagaimana cara membimbing Jasmina, walaupun ia sendiri adalah seorang dokter!
Salah satu artikel juga membahas mengenai penampilan pasangan. Ia menganjurkan agar sebelum memulai, pasangan tersebut mempunya konsensus yang sama tentang penampilan mereka masing-masing. Pembicaraan mengenai kekurangan dan kelebihan penampilan pasangan sudah harus selesai sebelum mereka menjadi lebih intim. Biarkan mereka berdua sudah merasa nyaman dengan keadaan fisik mereka masing-masing, dan mereka juga sudah nyaman dan menerima keadaan fisik pasangannya!
Artikel tersebut membahas tentang beberapa wanita yang merasa tidak nyaman bila harus mengekspos kekurangan-kekurangan di bagian tubuhnya. Bisa berupa bentuk tubuh yang kurang proporsional, adanya selulit dan penumpukan lemak, stretchmark atau guratan-guratan karena penurunan dan kenaikan berat badan yang cukup cepat, atau warna kulit yang kurang rata. Ini umum terjadi pada wanita paska hamil dan melahirkan, dimana hasrat mereka untuk berhubungan intim dengan pasangannya menjadi turun.
Devon sebenarnya tidak mengira hal tersebut cukup penting. Tapi artikel tersebut keukeh mengatakan bahwa beberapa orang menganggapnya begitu penting hingga hal tersebut bisa menjadi "turn-off" ketika kegiatan intim akan dimulai. Rasa percaya diri mereka bisa hancur karena kecemasan mereka yang berlebihan.
"Aku bahkan tidak akan ada masalah bila Jasmina memiliki 9 macam warna kulit di tubuhnya. She's perfect just the way she is (dia sempurna apa adanya)", gumam Devon. Ia memperhatikan senyum Jasmina dari kejauhan. Senyum tulus yang membuatnya jatuh hati untuk pertama kali.
Kemudian Devon mengelus perut berototnya. Entah sejak kapan memang, Devon tidak pernah memiliki isu akan berat badan, proporsi tubuhnya atau warna kulitnya. Bertahun-tahun latihan basket telah menempa tubuh dan disiplinnya yang membuahkan tubuh yang sehat dan proporsional. Ia terlalu sibuk memikirkan pertandingan demi pertandingan sehingga mengesampingkan rendah diri akan hal penampilan. Begitupun, ia memang tidak pernah punya isu. Kulitnya selalu terlihat sempurna alami, begitu juga dengan rambutnya, dan wajahnya. Apakah mungkin Jasmina merasa terbebani?
Bila difikir-fikir, Jasmina dan Devon tidak pernah secara spesifik membicarakan tentang penampilan mereka masing-masing. Ketika Jasmina berhasil menurunkan berat badannya ke angka yang menurutnya cukup ideal, tidak ada yang membahasnya secara berlebihan. Memuji iya, tapi tidak ada yang secara spesifik mengawal perjalanan penurunan berat badan Jasmina hingga ia ada di posisi yang nyaman.
Selain Rania, tidak ada yang benar-benar meyakinkan Jasmina bila ia bukanlah Jasmina gembrot yang tidak di sukai seorang orang. Ia telah bekerja keras untuk menjadi pribadi yang lebih baik, luar dan dalam. Semua orang hanya terbiasa melihatnya berubah, tanpa repot membahasnya atau mendampinginya. Termasuk Devon.
Jadi bila di fikirkan kembali, Jasmina mungkin saja sudah menurunkan berat badan ke posisi yang aman secara kesehatan. Tapi belum tentu di dalam hati Jasmina, ia merasa sudah benar-benar "cantik". Proses metamorfosis gadis itu dulu bolak-balik terganggu oleh banyak hal. Bagas, kak Miko, dan Bahkan Devon sendiri.
Bila ia hitung-hitung, Devon tidak sesering itu mengungkapkan betapa Jasmina sudah berubah menjadi gadis yang lebih cantik, inside and outside. Setiap Devon pulang untuk berlibur ke Jakarta, ia akan mendapati Jasmina tambah cantik, tambah dewasa, tambah indah. Tapi ia tidak pernah repot-repot membahasnya. Dan bukan gaya Devon untuk menggombalinya dengan melontarkan begitu banyak pujian-pujian kepada Jasmina.
Dan disinilah mereka, berdua setelah mengenal dan bertetangga selama bertahun-tahun. Namun mereka sekarang seperti 2 orang asing yang kembali berkenalan, secara fisik dan mental. Semua ini berkat hubungan jarak jauh dan kesibukan mereka yang menggila. Devon kembali melihat sosok Jasmina yang sekarang sudah mendekatinya sambil membawa sebuah nampan berisi sandwich, nasi dan ayam goreng beserta 3 botol air mineral.
"Kamu cuma makan sandwich aja?", tanya Devon penuh selidik. Jasmina mengangguk canggung.
"Eh iya Dev, aku ternyata tidak begitu lapar kok", kata Jasmina sambil mengelus-elus lengannya. Devon tersenyum penuh arti. Mereka mulai makan dengan lahap.
"Hanya makan seuprit gitu kan serta-merta ngebuat kamu langsung langsing dalam 2 jam Jaz", tutur Devon.
"Siapa juga yang jaga makan?", sanggah Jasmina sambil meneguk habis air mineral botolannya.
"Mau badan kamu kurus, atau gemuk, kamu tetap yang paling cantik di antrian tadi kok, manisssss. Bahkan mungkin di satu kebun binatang ini", Devon berkata sambil menopangkan wajah gantengnya dengan telapak tangan kanannya. Jasmina terkejut mendengar penuturan Devon. Benar memang iya tadi sempat merasa minder berdampingan dengan cewek-cewek bule yang badannya seperti Gigi Hadid. Tapi ia tidak menyangka Devon dapat menangkap kegalauannya.
"Sekebun binatang ini? Perbandingannya sama siapa? Simpanse dan bu kudanil?", Jasmina melengos sambil membuang mukanya ke arah lain. Ngambek tipis-tipis lah ceritanya.
"Suer. Aku gak bohong. Kenapa kamu ragu?", tanya Devon sambil memberikan gesture "peace" atau "swear" dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Jasmina kembali melengos.
"Udah makannya Tuan- ganteng-yang-gak-pernah-harus-kuatir-sama-bentuk tubuhnya?", tanya Jasmina sarkastis. Matanya melotot dan tangannya di lipat di dadanya. Devon tersenyum dan memasukkan suapan terakhir ke mulutnya. Ia menyambar air botol mineralnya.
Bingo! Devon mulai paham sekarang. Ia sudah tidak sabar melancarkan manouver-manouvernya.
"Cantik itu relatif Jas", mulai Devon.
"Ya, kata cowok blasteran yang mukanya mirip Shawn Mendez tapi gak pernah nyadar kalo dirinya cakep. Tebar pesona ke suster-suster dan adek kelas, bikin salah paham dimana-mana. Ciihhh ", balas Jasmina seadanya. Devon tersenyum malu-malu.
"Jadi kamu bangga nih, punya suami mirip Shawn Mendez? Dari ucapan kamu, bukannya nyindir, kamu malah sedang menyombongkan diri kamu karena berhasil menggaet cowok cakep hahahahaha", ejek Devon. Jasmina kontan nyengir.
"Dari ucapanmu sih, kamuuuu tuh yang sombong. Langsung Ge-er aja dibilang mirip Shawn Mendez", tukas Jasmina sambil meliuk-liukkan lehernya tanda enggan.
"Yang pertama kali bilang Shawn Mendez itu kamu", Devon tersenyum jahil.
"Terrrr seeeee rahhhh", balas Jasmina sambil berdiri dan berjalan menjauhi suaminya itu. Ia sedang kesal. Egonya sedikit terganggu. Harusnya Devon tadi membahas kalau Jasmina juga mirip dengan Camilla Cabello.
Devon tersenyum melihat tingkah istrinya, kemudian membereskan meja makan mereka dan menyusul Jasmina. Kakinya yang panjang membuat langkah-langkahnya menjadi besar, sehingga tidak susah menyusul istrinya itu.