Suasana di restoran itu masih agak lenggang dan sepi. Beberapa pelayan sibuk menyiapkan meja-meja yang sepertinya agak digunakan untuk sebuah event malam nanti. Tapi justru suanana semakin panas di meja Jasmina dan Devon. Wanita yang entah datang dari mana, sekarang berdiri begitu dekat dengan kursi Devon.
"Maaf mbak, saya tidak kenal anda", kata Devon sopan sambil mengatupkan kedua tangannya. Ia menatap memelas ke arah Jasmina yang masih belum menentukan sikapnya. Jasmina ingin percaya, tapi wanita itu tadi mengungkit soal kota Bandung. Ia menjadi sedikit curiga.
"I'm April, don't you remember me John?(Aku April, John, apakah kau tidak ingat padaku ?)", tanya sang wanita Indonesia yang masih terus berbahasa Inggris, seakan-akan ia sedang berbicara dengan seorang bule. Jasmina dan Devon dapat mencium aroma alkohol yang keluar dari mulut sang wanita. Sepertinya ia sedikit mabuk.
"I... am... not John....(AKu... bukan... John...)", kata Devon berusaha menjelaskan dengan pelan. Devon mengira, dengan mengatakannya lebih jelas,ia akan lebih mengerti.
"John De La Cruz. That's your name! (John De La Cruz. Itu namamu!)", pekik wanita itu sambil mencoba mengambil sesuatu dari tasnya. Devon berusaha untuk melongok melihat pelayan atau pihak sekuriti. Ia membutuhkan bantuan disini. Halooooo… Sedangkan Jasmina belum mengambil sikap apa-apa. Istrinya itu hanya menyaksikan seluruh adegan dengan penuh perhatian sambil menopangkan wajahnya dengan kedua tangannya. Tidak membantu sama sekali.
"Look John! Look! This is us! This is us being happy together! (Lihat John! Lihat! Ini Kita! Ini kita sedang bahagia bersama!)", tutur wanita itu sambil terisak. Ia menunjukkan layar HP miliknya yang sedang memasang foto sepasang kekasih yang berada di tempat tidur. Keduanya sedang menenggelamkan diri mereka di balik selimut, seakan-akan dibalik itu mereka tidak memakai apa-apa.
Devon kontan memicingkan matanya dan membuang mukanya ke arah lain. Sungguh sial rasanya melihat pemandangan itu. Sebaliknya, Jasmina sangat penasaran, sehingga ia mencoba melihat foto di layar HP Itu.
"Devon...lihat", kata Jasmina pelan sambil menunjukkan layar HP itu. Devon mencoba membuka matanya yang terpicing, penasaran dengan perintah Jasmina. Sang wanita yang merasa di atas angin, semakin mencondongkan layar HP itu ke wajah Devon dengan penuh keyakinan. Tangan kirinya kali ini sedang berkacak pinggang, seakan-akan menantang Devon.
Devon membuka mata, dan merasa layar HP itu terlalu dekat ke wajahnya dan hampir menempel bahkan. Ia menjauhkannya sedikit agak bisa lebih fokus menatap foto sedikit mesum itu. Ia terkejut luar biasa, dan melotot menatap Jasmina.
"Itu bukan aku! Astaga itu bukan aku Jasmina! Mirip saja tidak! Madam, this is definetealy not me...I'm sorry (Nyonya, ini jelas-jelas bukan aku, maafkan aku...)", kata Devon dengan sopan kepada wanita itu sambil mengatupkan kedua tangannya. Sekarang Jasmina sedang berusaha menutup bibirnya dengan punggung tangannya. Ia mencoba untuk tidak tersenyum di situasi seperti ini. Jelas-jelas itu bukan Devon. Satu-satunya kemiripan dari Devon dan pria yang ada di foto itu adalah, mereka sama-sama terlihat seperti setengah bule. Rambut coklat kehitaman, kulit putih kemerahan, mata berwarna coklat muda, dengan fitur wajah yang tegas.
Wanita itu melotot ke arah Devon dan Jasmina, kemudian balik melotot ke arah layar HP miliknya.
"John, this is you alright! Why do you wan't to deny it? (John ini benar-benar kamu! Kenapa kamu menyangkalnya)", kata sang wanita sambil menyambar lengan kiri Devon yang kekar. Devon kembali melotot ke arah Wanita itu dan Jasmina secara bergantian. Ia menggeleng-geleng dengan keras dan cepat, dan berusaha untuk melepaskan cengkeraman wanita itu di tangannya.
"John! Where is your tatoo? Did you erase it? It was supposed to be in your left arm! In here! John Loves April forever! (John! Dimana tatomu? Apakah kau menghapusnya? Harusnya ada di lengan kirimu. Disini! John mencintai April selamanya!)", pekik sang wanita itu lagi. Ia terkejut melihat lengan kiri Devon yang polos.
Ia berusaha menyingkap lengan baju Devon lebih tinggi, yang membuat cowok itu marah. Tapi Devon tetap berusaha untuk sopan, karena wanita halu ini sepertinya sedang mabuk. Kembali Devon melayangkan tangannya ke arah atas, mencoba menarik perhatian pelayan atau pihak keamanan.
"John, you don't have it either on your right arm! So where is the tatoo? (John, kau juga tidak memilikinya di lengan kananmu. Jadi dimana tato itu?)", tanya sang wanita lagi setelah menginspeksi lengan kanan Devon juga. Sepertinya wanita itu hendak mencari tato itu di tempat lain di tubuh Devon.
Devon kembali melotot ke arah wanita itu. Ia berhasil melepaskan cengkeraman sang wanita, dan menggosok-gosoknya kedua lengannya, seakan-akan itu akan mensterilkannya dari sentuhan sang wanita. Ia melotot ke arah Jasmina untuk meminta pertolongan. Istrinya itu hanya mengangkat bahunya dan merentangkan kedua tangannya, seakan-akan berkata "Aku gak tau harus ngapain".
"I've told you madam, I'm not John. I don't have a tatoo. If you don't believe me, I can show you... (Aku sudah mengatakannya nyonya, aku bukan John. Aku tidak punya tato. Bila kamu tidak percaya, aku bisa menunjukkannya kepadamu)", tutur Devon kembali sopan. Ia melihat reaksi Jasmina yang terperanjat dan siap-siap untuk tertawa, sementara sang wanita melipat tangannya di dada dan bersiap untuk ditunjukkan sesuatu. Devon menyadari kesalahannya.
"Oh oh oh , I mean, I cannot show you! I don't want to show you anything. I'm not John, and we never had any relationship before. So please, go away (Oh oh oh, maksudku, Aku tidak bisa menunjukkanmu! Aku tidak mau menunjukkanmu apapun. Aku bukan John, dan kita tidak pernah memiliki hubungan apa-apa. Jadi, tolong, pergilah)", tutur Devon kali ini tidak sabar.
Sang wanita justru menyingkapkan baju atasannya, sehingga perut bagian kanannya terbuka. Ia menunjukkannya ke arah Devon. Kontan saja cowok itu kembali menutup matanya dengan kesal. Mimpi apa dia semalam sehingga harus melihat begitu banyak kulit orang lain hari ini?
"Look! Look John! This is the proof of our love. I have the same tatoo in my belly. John Loves April forever!", pekik sang wanita sambil terus menunjukkan tatoo itu ke arah Devon. Cowok itu membuka sedikit matanya dan melirik perut kecil wanita itu.
"Billy loves April forever", baca Devon dengan nada heran sambil menatap sang wanita. Jasmina kontan kaget dan ikut melongok ke arah tatoo di perut wanita itu. Ia membacanya dengan seksama. Billy! Nama cowok itu Billy!
"Oh..oh...it's the wrong side of belly. Sorry John, that was my ex -boyfriend. It was difficult to erase a tatoo in a belly. They said it hurt so much (Oh oh itu di bagian perut yang salah. Maaf John, itu tadi mantan pacarku. Sungguh sulit menghilangkan tato di perut. Kata mereka, itu sangat sakit)", kata sang wanita yang akhirnya sekarang menyingkap perut bagian kirinya.
"John loves April forever", baca Devon dengan malas. Ini baru benar, tapi tetap saja itu bukan Devon. Ketika Devon menatap Jasmina, istrinya itu sedang menggigit bibirnya dengan keras dan nafasnya agak tersengal. Jasmina berusaha untuk tidak tertawa terbahak-bahak. Serbet kain yang ada di tangan Jasmina, digenggam begitu erat. Satu stimuli lagi, ia yakin Jasmina akan tertawa terbahak-bahak sambil memukul meja. Iya, kesalah pahaman ini memang terlalu lucu.
"Baby, Just like that? You're leaving me for a.... for a.... for a younger and prettier chic? (Sayang, hanya seperti itu? Kamu meninggalkan aku hanya untuk...hanya untuk... hanyak untuk cewek yang lebih mudah dan lebih cantik?)", tanya sang wanita dengan penuh emosi sambil melotot ke arah Jasmina. Istri Devon itu justru melihatnya sebagai sebuah pujian. Ia menghentikan percobaan tertawanya.
"Terima kasih mbak", jawab Jasmina sambil mengatupkan kedua tangannya dan menundukkan wajahnya dengan sopan. Ia tersenyum manis kemudian. Devon hanya bisa menepok jidatnya. Bisa-bisanya Jasmina di saat seperti ini…
"Hey hey hey, mbak kamu ngapain lagi kesini sihhhhh. Kan sudah saya bilang berkali-kali, jangan ganggu tamu-tamu saya. Saya mohon maaf mas, saya mohon maaf mbak", tutur sang pelayan yang lari tergopoh-gopoh ke arah meja Jasmina dan Devon. Suaminya itu kontan mengelus dadanya tanda begitu lega. Akhirnya ada bantuan juga.
"Kan sudah saya bilang berkali-kali mbak, Mister John gak ada disini. Dia sudah berhenti kemari sejak berbulan-bulan yang lalu mbak.", kata sang pelayan sambil mencengkeram kencang tangan sang wanita.
"Awwww it hurt! Let me go! (Awww ini sakit. Lepaskan aku!)", pekik sang wanita berusaha untuk melepaskan cengkeraman tangan itu.
"Mas, mas, jangan sakitin mbaknya. Ini cuma salah paham kok. Kita gak apa-apa", tutur Jasmina kuatir. Ia mencoba untuk melerai kekerasan itu. Bagaimanapun, ini cuma salah paham, tapi bukan berarti sang wanita harus dikasari seperti itu!
"Iya mbak, mas, maaf ya. Pak satpam, sini! Ada mbak April nih!", teriak sang pelayan kepada salah satu petugas kemanan yang menggunakan setelan hitam-hitam dan berbadan sangat tegap.
"Halo mbak April, apa kabar?", tanya sang petugas keamanan sopan sambil memegang lembut tangan wanita itu.
"Mas, aku akhirnya ketemu sama John! Lihat! Lihat!", pekik wanita itu kesenangan sambil menunjuk wajah Devon. Petugas keamanan itu berpura-pura untuk menganalisa wajah Devon dan menggeleng pelan.
"Bukan mbak April, ini bukan mister John. Mister John mah orangnya lebih ganteng lagi. Yuk kita cari diluar ya", ajak sang petugas keamanan sambil menarik pelan tangan wanita yang bernama April itu.
Devon yang mendengar komentar sang petugas keamanan, kontan menolehkan wajahnya secara slow motion ke arahnya dengan wajah geram. Setelah kesalahpahaman yang begitu merepotkan ini, setidaknya bisakah sang petugas keamanan memujinya sedikit?
Ketika ia melihat Jasmina, istrinya itu sudah mencengkeram perutnya sendiri dengan tangan kirinya, dan menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Tubuhnya terguncang-guncang dan matanya terpicing dan hampir mengeluarkan air mata. Sudah pastilah ia sedang tertawa ngakak dalam senyap.
"Diluar ya mas, jadi ini bukan John-ku?", tanya April sedih.
"Bukan mbak, yuk kita cari diluar yuk", kata sang petugas keamanan sopan dan lembut. Akhirnya mereka berdua pergi menjauh dari meja Jasmina dan Devon.
"Haduh maaf ya mbak, maaf ya mas. Pasti kalian berdua jadi tidak nyaman. Mbak April beberapa kali memang suka mengganggu tamu saya. Bukan hanya restoran ini, tapi juga restoran, dan cafe yang ada di sepanjang pantai ini. Kadang ia juga suka mengganggu para turis yang sedang duduk-duduk di tepi pantai", jelas sang pelayan sambil terus saja membungkukkan tubuhnya ke arah Jasmina dan Devon.
"Ah santai mas, cuma salah paham kok. Sepertinya si mbaknya agak mabuk. Kenapa dia berbuat begitu mas?", tanya Devon santai sambil merapikan lengan-lengan bajunya kembali.
"Itu mas, pacar atau tunangan mbak April itu. Mereka dulu suka sih makan di restoran saya, dan beberapa tempat makan disini. Si mbaknya suka nungguin si mister surfing di dekat pantai ini. Suatu hari, ketika si mister John sedang surfing, ia tidak kembali lagi. Sepertinya tenggelam. Tim SAR gabungan sudah berusaha mencari beliau di lautan, sepertinya tidak ketemu. Akhirnya setelah beberapa hari, beliau di nyatakan hilang dan meninggal. Karena itulah mungkin mbak April penasaran dan tetap terus mencari", jelas sang pelayan.
"Ya ampun mas, kasian banget mbak April. Apa gak ada usaha dari keluarga untuk bantu mbak April. Mungkin mentalnya terganggu", kata Jasmina prihatin. Pelayan tersebut mengangguk-angguk.
"Entahlah mbak, mungkin mbak April gak ada keluarga yang perduli juga, atau mereka semua ada di luar kota. Setahu saya sih mbak April tadinya kerja di salah satu restoran deket sini. Normal-normal aja sih. Tapi mungkin sesekali dia inget sama mister John, mungkin agak mabuk, jadi gitu deh", jelasnya lagi. Devon dan Jasmina mengangguk-angguk.
"Saya permisi dulu mas, mbak, makanannya ada yang kurang, atau mungkin mau tambah lagi? Saya keluarkan pencuci mulutnya sekarang ya", tanya sang pelayan beruntun. Devon dan Jasmina mengangguk sambil tersenyum sopan.
"Kamu sudah selesai makan, John?", tanya Jasmina dengan nada menggoda. Devon menggenggam garpu di tangan kirinya, dan menatap Jasmina dengan kesal.
"Kenapaaaa kamuuuuu enggak bantuin aku haaaaahh?", tanyanya dengan penuh emosi tertahan. Seakan-akan suaranya bergetar. Jasmina kontan tertawa mengikik sambil terus memegangi perutnya.
"Hahahahah Devon ya ampunnn! Kamu harus liat tadi ekspresi kamu hahahahaha. Ngomong aja sampe terbata-bata hahahahaha", timpal Jasmina yang membuat Devon memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam. Tenang... sabar... tahan....
"Aku sih selalu percaya sama kamu John, gak mungkin kamu selingkuh sama April. Baby, haruskah kita membuat tato? Tapi jangan di perut ya, kata mbak April ngilanginnya sakit. Tapi entah kenapa aku yakin, tulisan Devon loves April itu sebenarnya ada di punggung mungkin hahahahahah", komentar jenaka Jasmina benar-benar sudah membuat Devon kesal.
"Jasmina, sekali lagi kamu ungkit soal John dan tato, kamu tidur di teras malam ini", ancam Devon sambil menggosok-gosokkan garpu ke salah satu piring disitu. Jasmina terus saja tertawa terbahak-bahak.
"Maaf sayang, tapi ini lucu juga. Ini akan menjadi cerita yang akan selalu kita ingat di perkawinan kita selamanya", tutur Jasmina sambil menatap Devon dengan lembut. Sekarang ia sudah lebih tenang dan serius, walau masih tetap tersenyum ke arah sang suami. Devon pun perlahan menyusun kembali nafasnya yang sempat kesal karena ulah April.