Devon dan Jasmina memasuki hotel Black Swan yang terletak di pinggiran kota Bali. Suasana hotel begitu asri, dengan begitu banyak tanaman-tanaman hias dari halaman, sampai ke dalam interior lobby. Para karyawan memakai seragam dengan motif batik bali dengan warna sedikit gelap, membuat mereka terlihat begitu anggun. Seorang bell boy mengantarkan Jasmina dan Devon menuju kamar mereka yang terletak di lantai 3, dimana lantai tertinggi adalah lantai 5.
Ketika Jasmina memasuki kamar yang berukuran 30 meter persegi itu, ia begitu terkesima. Interior serba kayu hitam, di padukan dengan sofa putih, seprei putih, gorden putih membuat suasana begitu eksotis. Jasmina berjalan melintasi ranjang super besar yang terlihat begitu empuk, menuju balkon yang luas. Ketika ia membuka pintu menuju balkon itu, sebuah bak mandi berukuran 2 x 2 meter terlihat begitu menggoda. Dengan kursi-kursi kayu, lampu-lampu yang bergelantungan, dan belasan pot tanaman berjejer rapi untuk menjaga privasi sang tamu. Semua membuat suasana begitu romantis, terutama pada malam hari.
"Kamu suka?", tanya Devon sambil memeluk pinggang Jasmina dari belakang. Jasmina terkejut dan badannya menegang. Jasmina masih murka. Sejak pesawat lepas landas, Jasmina menidurkan dirinya sepanjang perjalanan. Ketika mereka sampai di Bali pun, Jasmina masih juga menidurkan dirinya sampai mereka tiba di hotel. Sekarang ia sedang mencari akal agar ia tidak harus berkomunikasi dengan Devon dalam bentuk APAPUN malam ini.
"Aku masih capek dan ngantuk. Bisa gak kita malam ini hanyak tidur saja?", tanya Jasmina dingin, tanpa ada usaha untuk membalikkan badannya menatap suaminya. Devon serta-merta melepaskan pelukannya di Jasmina secara lembut dan perlahan. Ada apa dengan istrinya itu?
"Bisa donk sayang, tapi kamu mending mandi dulu pake air hangat ya, atau kamu mau berendam disini? Kata si bell boy, mereka udah siapin air hangat yang bersih sebelum kita tiba. Bahkan tuh, di bak mereka taburin kelopak-kelopak mawar. Romantis banget ya...", jelas Devon sambil menunjuk bak mandi. Jasmina tidak bergeming. Kalau ia belum melihat 4 foto itu, ia mungkin sudah akan terjun ke dalam kolam tersebut bergelung bersama Devon, mungkin. Tapi tidak kali ini, Ia tidak mau bereaksi. Devon membalikkan tubuh sang istri agar menatap wajahnya.
"Aku pesenin makan malam ya. Mau pizza aja? Sup? Kentang goreng?", tanya Devon lagi. Jasmina menatap wajah Devon dengan malas. Ia menggeleng pelan.
"Aku gak lapar", katanya sambil berjalan perlahan ke arah koper miliknya. Ia membaringkan koper itu di meja khusus koper, dan mulai membuka isinya. Ketika ia mencari piyama, ia sama sekali tidak menemukan piyama miliknya! Sepertinya kak Almira dan Rania mengerjainya dengan memasukkan setidaknya 6 lingerie ke dalam kopernya. Mulai dari yang model gaun tali satu dengan panjang hanya setengah pahanya, sampai yang nyaris tidak menutupi apapun. Jasmina mengambil sebuah lingerie yang tersopan, dan masuk ke kamar mandi.
Devon menelfon layanan kamar dan memesan sepiring nasi goreng untuknya berbagi bersama Jasmina. Toh kalau istrinya itu menolak, ia masih sanggup memakan seluruh porsinya. Devon merebahkan dirinya di sofa, dan menganalisa semua hal yang terjadi pada hari ini. Ia telah menikah dengan wanita yang ia cintai selama bertahun-tahun, mereka tampak sangat bahagia. Namun entah kenapa, Jasmina tiba-tiba menjadi sangat dingin. Apakah tadi pagi ia pura-pura bahagia, atau saat ini Jasmina yang pura-pura ngambek? Kesambet makhluk halus adalah alasan yang mungkin masuk akal disini…hemm….
"Drrtttt....drtttt...drttttt...drttttt", hape milik Jasmina bergetar secara terus-menerus. Devon mengambil HP milik istrinya yang sepertinya sangat sibuk dalam menerima begitu banyak ucapan selamat. Jasmina meletakkan HP itu di ujung meja, sehingga getarannya membuat HP itu bergerak dan jatuh ke karpet. Devon mengelus-elus layar HP itu, mengecek apakah ada kerusakan akibat jatuh, dan ia menyadari bahwa Jasmina tidak menguncinya.
"Kalau aku baca pesan-pesan ini, gak masalah kan? Toh ini isinya pasti ucapan selamat berbahagian dan sejenisnya, dan itu diucapkan untuk kami berdua.", gumam Devon dalam hati. Sesungguhnya, ini pertama kalinya ia mengutak-atik HP milik Jasmina tanpa sepengetahuannya.
Devon langsung masuk ke aplikasi chat WA dan menemukan setidaknya puluhan pesan yang belum Jasmina buka. Devon enggan membukanya, dan berhati-hati menggeser jarinya ke pesan-pesan yang lain. Ia berkonsentrasi di pesan-pesan yang sudah di baca Jasmina, yang isinya mayoritas mengucapkan selamat atas pernikahan mereka. Ketika Devon membaca sebuah pesan yang tidak tercatat namanya, ia sangat terkejut! Pesan yang berisi 4 foto dirinya!
Seketika Devon membeku, seluruh tubuhnya seperti tegang, dan seluruh darahnya berhenti mengalir. Kepalanya tiba-tiba pusing, seiring dengan hujaman di jantung yang entah di sebabkan oleh siapa. Ia tidak habis fikir, siapa yang tega mengirimkan pesan-pesan ini kepada Jasmina? Devon melihat informasi pesan tersebut: dikirimkan oleh nomor prabayar pada pukul 8 pagi! Waktu dimana akad nikah belum di mulai. Seakan-akan, pesan ini dikirimkan untuk membuat Jasmina marah dan mungkin mempertanyakan keinginannya untuk menikahi Devon!
"Hemm...jadi mungkin ini yang membuat Jasmina dingin seperti ini sejak tadi. Wajar saja.... Bila Jasmina melihat 4 foto ini tanpa penjelasanku, pastilah dia akan salah sangka dan marah", gumam Devon. Masih sukur Jasmina Cuma menunjukkan reaksi ngambek dan dingin. Mungkin kalau perempuan lain, sang suami sehari itu mungkin sudah disunat!
Di dalam kamar mandi, Jasmina membuka seluruh pakaian yang ia kenakan. Semburan pancuran dengan air agak hangat, langsung mengguyur tubuhnya. Ia biarkan tubuhnya berdiri tegak sambil menerima kucuran air hangat itu, sehangat air mata yang akhirnya meluncur mulus dari kedua matanya… Isak tangisnya yang tadi ia tahan sejak di dalam pesawat, akhirnya mulai sedikit menggema di dalam kamar mandi.
Jasmina berusaha kuat untuk tidak menyuarakan tangisnya sampai ke luar kamar mandi. Bagaimana pun, ia belum bisa membaca situasinya dengan benar. Ia bukan anak SMP yang langsung meledak-ledak melihat sebuah krisis. Ia harus professional, bahkan dalam hal pribadi sekalipun. Ia hanya ingin menumpahkan kesedihannya bersama titik-titik air.
Jasmina memijat-mija seluruh tubuhnya yang pegal karena persiapan pernikahan dan berdiri berjam-jam kemarin, sambil terus terisak dengan tangisnya. Begitu ia yakin dadanya sudah berhenti berguncang, dan air matanya telah kering, ia kembali melingsut dibawah pancuran dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin! Air dingin! Ia butuh kepala dingin untuk mengatasi krisis ini.
Mata Jasmina menerawang menyapu seluruh interior kamar mandi mewah itu. Seakan-akan ia tengah mencari jawaban yang tertulis di dinding-dinding marmer kualitas premium, atau mendengar jawaban dari suara alat penghisap udara yang terdapat di dalam kamar mandi. Anehnya Jasmina menjadi lebih tenang dan kuat, walau tidak ada rumus yang ia baca di marmer itu, atau tiada yang membisiknya. Otaknya mulai berfikir secara positif dan strategis.
Akan terasa aneh bila ia keluar dari kamar mandi itu dan mengumumkan perceraian mereka bukan? Ia bukan "drama queen" kemaren sore yang berfikir pendek. Apa yang akan ia katakan pada kedua pihak keluarga? Apa yang harus ia katakana pada dunia kalau pernikahan mereka hanya berlangsung 1 hari saja? Bagaimana nasibnya? Walau bagaimana Jasmina saat ini menjadi korban, ketika mereka berpisahpun, ia tetap akan menjadi korban dan kalah. Ketidak beruntungan akan selalu menjadi milik pihak wanita.
Jasmina memutuskan untuk mengerjai suaminya itu. Setidaknya ia bisa sedikit menyiksanya, sukur-sukur bisa sedikit memutilasinya. Jasmina menatap wajahnya yang tadi lesu, sekarang sudah segarang singa. Rambutnya ia keringkan aak-acakan, hingga hawa hair dryer membuat hawa kepalanya kembali memanas. "Tega kau Devon, awas saja!", gumam Jasmina dalam hati dengan segala strategi untuk menghukum suaminya itu.
Di luar, Devon menyadari bahwa Jasmina mandi terrrrlalu lama. Setelah bertahun-tahun mengenal Jasmina, tidak sekali dua kali ia menunggu gadis itu untuk mandi dan bersiap-siap bila mereka akan pergi ke suatu tempat. Jasmina bukan salah satu gadis pendandan yang akan menghabiskan waktu terlalu lama didalam kamar mandi dan di depan cermin. Begitupun, ia selalu bisa tampil mempesona, bahkan ketika ia masih bertubuh tambun.
Devon menyadari bahwa Jasmina sekarang mungkin sedang menyembunyikan kesedihannya, atau mungkin sedang menyiapkan alat-alat perangnya. Devon tahu, ketika pintu kamar mandi itu terbuka, ia mungkin akan di serbu oleh amuk marah Jasmina yang siap membunuhnya, atau isak tangis yang meminta perceraian. Devon menggeleng-geleng kepalanya dengan kuat. Dua pilihan yang sama-sama akan membuatnya tamat.
Devon iseng-iseng membuka mbah google, dan meminta pertolongan. "Cara meminta maaf kepada istri". Tadinya Devon ingin menambahkan kata-kata "yang sedang murka", tapi ia kuatir, entah itu malah akan mengacaukan hasil pencariannya. Devon melihat jawaban yang teratas dari YourTango, dan mencoba menganalisa keadaannya.
· Cari Tahu Alasannya. "Hahhh ini mah kayaknya aku tau kenapa dia bisa marah dan murka seperti ini. Padahal Jasmina enggak tahu, kalau ini Cuma salah paham.
· Beri Dia Ruang. "Nah itu udah aku kasih waktu berjam-jam di kamar mandi, kira-kira cukup gak ya? Apa malam ini aku tidur di balkon dulu, atau justru pesen kamar lain di sebelah?"
· Bicara. "Nah, ini penting nih, tapi gimana cara ngomongnya ya? Gimana mau ngomong kalau tiba-tiba nanti Jasmina udah bawa golok atau malah langsung kabur?"
· Lebih Terbuka. "Ya, ini memang bagian dari kesalahan aku sih. Kalau saja dari awal aku jelasin ke Jasmina, mungkin gak akan serunyam ini. Memang benar apa kata orang, ketika kita menutupi sebuah hal dengan satu kebohongan, kita pada akhirnya akan membutuhkan 9 kebohongan lain untuk mendukungnya"
· Mulailah Memperbaiki Kesalahan. "Baiklah, mungkin sebuah permintaan maaf sudah basi untuk Jasmina. Aku akan coba melakukan pendekatan lain. Satu persatu akan aku jelasin, satu persatu akan aku selesaikan…"
· Tanyakan Apa yang Dibutuhkan. "Ya semoga saja Jasmina masih mau mendengarkanku, setidaknya biar deh segala caci maki sumpah serapah iya keluarkan, ia minta gunung, laut, bulan, aku jabanin deh. Yang penting Jasmina masih mau ada di sampingku…"
· Bicara tentang Masa Depan. "…kalau Jasmina terlanjur ngamuk dan ogah maafin aku, bisa bye bye masa depan ini…"
Devon terus menerus menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali, sambil terus menggeser-geser jarinya di atas HP miliknya. Ia mengeluarkan vouher-voucher restoran dan wahana di Bali yang menjadi bagian dari hadiah dari mama papa Burnwood. Ia mulai melihat-lihat lokasi mereka, serta fasilitas apa saja yang ada di restoran itu.
Devon kemudian menelfon seseorang dan berbiara secara intens. Ia memohon, meminta, memohon dan meminta kembali, hingga akhirnya ia menutup telfon itu sambil mengepalkan tangannya dan berkata YES berulang-ulang. Dan tepat saat itu, Jasmina keluar dengan menggunakan jubah mandi kebesaran yang terbuat dari bahan handuk.
Tampang Jasmina setenang air. Devon heran, tapi tetap mawas diri. Kata mereka, air tenang itu menghanyutkan. Kita tidak pernah tau, diam-diam ia akan menyeret kita ke jurang. Rambut istrinya itu masih sedikit lembab dan berantakan. Ia berjalan pelan kearah Devon dengan langkah seanggun ratu.
"Telfon siapa sampai sesenang itu?", tanya Jasmina sarkastis. Devon tersenyum manis menyambut sang istri.
"Temen kuliah dulu", jawabnya. Namun setelah itu Devon menyesal. Bagaimana bila Jasmina menebak kalau yang ia telfon adalah Helena? Padahal bukan!
"Ohhhh… temen kuliaaaaaaaah.", jawab Jasmina santai. Ia menyambar HP miliknya dan mendudukkan dirinya di kursi meja rias. Devon dengan sigap, menyambar sisir dari koper Jasmina dan mulai mengambil aba-aba menyisir wanita itu.
"Gak usah, menjauh sana…", kata Jasmina santai. Tidak ada kemarahan disitu, tidak ada rasa senang juga, hanya ada rasa jijik yang terselubung. Jasmina belum ingin membuat Devon curiga, namun di satu sisi ia sedang tidak ingin bersama suami barunya itu. Devon paham, dan masih pura-pura tidak mengerti.
"Kamu kenapa sayang? Kesel sama aku ya? Capek ya? Aku pijitin yaaaa….?", tanya Devon sambil terkekeh. Ia terus saja mencoba menyisir rambut Jasmina. Ia membelai rambut lembab itu selembut mungkin, seakan-akan sisir itu melayang menyapu rambut-rambut Jasmina. Akhirnya Jasmina membiarkan rambutnya di garap oleh Devon. Tumben banget ini.
Untuk menetralkan suasana, Devon sengaja tidak memulai percakapan apa-apa. Mereka berdua tenggelam dengan fikiran masing-masing yang sama-sama berkecamuk. Jasmina yang ingin mengamuk, sementara Devon yang merasa tercambuk. Jasmina membiarkan dirinya sedikit dimanja, sementara Devon memberanikan diri membelai sang singa betina.
Dalam sebuah strategi perang, ada istilah, kenalilah dulu musuhmu (dalam hal ini istrimu). Sungguh Devon tidak menyangka Jasmina bisa setenang ini. Tiada amuk yang bisa ia redakan, tiada tangisan yang bisa ia tenangkan. Ratu ini tenang namun justru membuat Devon kehilangan strategi.
"Ting nonnnggg", bel kamar berbunyi.
"Itu pasti makanannya. Bentar ya…", pamit Devon sambil berjalan menuju pintu kamar.
"Seporsi nasi goreng pak. Ini bonus dari hotel, dessert andalan kita", kata sang pelayan sambil mendorong sebuah troli kecil ke dalam kamar mereka. Jasmina seketika merapatkan jubah mandinya, seakan takut tersingkap lingerie di dalamnya.
"Makasih pak, piringnya taruh di meja sini aja", kata Devon sambil menyalamkan sang pelayan uang dua puluh ribuan. Pelayan laki-laki tersebut langsung pamit setelah membuat gesture OK dengan jari-jari tangannya .
" Wahhh lucu banget nih milkshare coklat sama es krim cintanya. Liat deh Jas…", tutur Devon sambil menunjuk piring-piring di atas meja. Jasmina yang tadinya cuek, langsung melirik meja makan dengan tatapan curiga.
"Kamu sengaja, pesen milk shake?" tanya Jasmina tajam. Devon menggeleng-geleng dengan mata terbelalak menahan senyum.
"Enggak, enggak kok. Kamu denger sendiri kan tadi katanya, gratis dari hotel", jawab Devon sambil meremas bukti pembelian makanan, dimana ia secara sengaja memesan 2 milkshake dan es krim super spesial itu. Ia memasukkan remasan kertas itu diam-diam ke dalam kantong celananya. Satu hal yang tidak diajarkan sang google. Menangkan hatinya dengan makanan kesukaannya.
Jasmina memicingkan matanya sambil menatap Devon curiga, namun secara refleks ia berdiri menuju meja makan. Tetesan embun yang mengelilingi gelas milkshake coklat itu, terlalu menggoda Jasmina. Devon tersenyum penuh kemenangan, namun ia tidak mau terlalu senang dulu. Singa betina masih begitu marah.
"Silahkan tuan putri…", kata Devon sambil mempersilahkan Jasmina bak pelayan raja, dengan mengayunkan kedua tangannya menunjuk meja makan. Jasmina kesal, tapi ia sebenarnya merasa geli.
"Lebay kamu Dev", katanya pura-pura kesal namun tak kuasa menyambar milkshake itu dan duduk di meja makan kecil di sudut kamar mereka. Namun Devon tetap tersenyum. Ia mencicipi nasi goreng spesial yang ia pesan.
"Hemmm Jas, nasi goreng ini enaaakk banget. Kamu cobain yaaaa. Aaaaaaa… ayo buka mulutnya sayang…", pinta Devon dengan suara selembut madu. Jasmina menggeleng-gelengkan wajahnya dengan sedotan milkshake masih menempel di bibirnya.
"Hayo lah sayang. Katakan Aaaaa….., buka mulutnya sayang…. Aaaaaaaa", Devon tidak menyerah, namun terlihat tidak memaksa. Lebih seperti meminta dengan memelas. Ia mengayun-ayunkan sendok berisi nasi goreng yang wanginya langsung membuat perut Jasmina melilit karena lapar. Milkshare coklat belum bisa menambal perih perutnya. Akhirnya ia membuka mulutnya dan menyambut sesendok nasi itu. Devon mengangguk-angguk antusias.
"Nahhh gitu donk sayang. Nih aku juga makan nih. Nyammm nyammm nyammm….Ok sekarang giliran kamu lagi. Aaaaaaa….", pinta Devon lagi sambil menyuap satu sendok lagi ke mulut Jasmina. Istrinya itu enggan, namun Devon terus memaksa. Kali ini tangan Devon sambil menggenggam salah satu tangan Jasmina. Ia terkejut, dan dengan lengah, ia membuka kembali mulutnya sehingga satu suapan kembali masuk ke mulutnya.
"Nahh pinter, Ayo makan lagi ya, nih aku makan lagi, nyammm nyamm nyammm", Devon kembali mengunyah nasi goreng itu dengan lahap, dan terus secara bergantian menyuapi Jasmina. Tapi tangannya tidak mau lepas dari punggung tangan Jasmina. Berulang – ulang ia mengelus tangan istrinya itu. Jasmina masih diam membisu, walau suapan demi suapan masuk ke dalam mulutnya.
Jasmina menatap genggaman tangan Devon. Pastilah laki-laki itu berusaha banget menyuapi Jasmina yang sedang ngambek, sehingga ia mengira dengan menggenggam tangan Jasmina, ia mau makan dengan lebih lahap. Padahal alasan Jasmina mau makan adalah, karena ia memang laparrrrr. Tapi ia terlalu gengsi untuk mengatakannya. Dan milkshake hotel ini terlalu enaakkkkk. Ok, bagaimana dengan rasa es krimnya?
Alasan utama Devon menggenggam tangan Jasmina adalah, ia berharap genggamannya itu bisa sedikit meredakan amarah istrinya itu karena foto-foto itu. Ia berharap bila Jasmina lebih tenang, ia memiliki kesempatan yang lebih baik untuk meminta maaf dan menjelaskan letak salah pahamnya. "so far so good", gumam Devon dalam hati.
"Nahh, habis deh nasi gorengnya. Ternyata memang lebih nikmat ya Jas, makan sepiring berdua gini. Pantas aja ada lagunya", kata Devon masih dengan kata-kata selembut madu dan tersenyum manis kea rah Jasmina. Istrinya itu masih memasang wajah datar-datar kuku. Kembali ia menyeruput milkshake coklat yang sudah tinggal setengah.
"Nah, sekarang kita cobain si es krim ya. Menurut menu, kandungan coklatnya asli banget, begitu juga dengan susu yang digunain, organik banget. Katanya cocok untuk pasangan yang sedang berbulan madu, karena mengandung zat-zat afrosidiak", jelas Devon sambil memamerkan sepiring berbentuk oval itu. Sebuah kue coklat berbentuk hati berukuran sekepalan tangan, di hiasi lelehan coklat dan sebuah stroberi segar di atasnya. Ada 2 buah es krim vanilla mengapit kue coklat itu. Sebuah tulisan dari lelehan coklat tertulis di piring: Devon & Jasmina.
"Cobain Jas…", pinta Devon sambil mencoba menyuapi Jasmina dengan sesendok kue coklat yang sudah ia colek dengan sedikit es krim vanilla itu. Jasmina menatapnya dengan curiga.
"Afrosidiak. Kok aku pernah dengar istilah itu, dimana ya?", tanya Jasmina dengan wajah berfikir keras. Devon menahan senyum sambil mengatupkan kedua bibirnya dengan keras.
"Gak penting sayang, yang penting hayuuu dimakan dulu dikit, dicobain, hayuuuu", pinta Devon. Dalam hati ia berharap, bila Jasmina menerima uluran sendok itu, amarah istrinya itu akan semakin mereka. Sebaliknya Jasmina berfikir, bila ia terus-menerus menerima suapan dari Devon, ia akan terlihat lemah dan mudah di pujuk. Jasmina mengeraskan rahangnya dan membuang mukanya ke arah lain. Lagi pula ia sudah kenyang.
"Cobain dikitttt aja. Beneran. Nanti aku habiskan sisanya", pinta Devon lagi sambil terus mengelus salah satu punggung tangan Jasmina. Matanya tidak lepas menatap mata Jasmina, seakan-akan ia memiliki sinar X yang dapat menelaah apa yang ada di pikiran istrinya itu.
"Udah ah kenyangggg", jawab Jasmina sambil berdiri berusaha meninggalkan Devon. Tapi sedetik kemudian, Devon menarik tangannya dengan kasar sehingga Jasmina kaget. Ia limbung, dan tanpa ba-bi-bu, ia sudah mendarat duduk di atas pangkuan Devon. Suaminya itu langsung tanpa meminta izin, memeluk pinggang istrinya itu.