Jasmina membelai-belai kebaya putih yang akan ia gunakan pada saat akad nikah dan sekaligus resepsi esok hari. Salah satu vendor pernikahan yang pernah ia datangi bersama Rania dan Adelia, memberikan diskon khusus untuk meminjamkan gaun indah berharga puluhan juta itu untuk Jasmina.
Sudah 2 hari Jasmina di pingit keluarganya di dalam rumah. Jangankan untuk menjalani perawatan SPA diluar, bahkan untuk keluar dari pagar rumahnya saja, Jasmina tidak boleh! Tentu saja, karena sang calon suami ada di sebelah rumah. Katanya sih pamali bila bertemu beberapa hari sebelum pernikahan. Jasmina menurut saja.
Tapi yang Jasmina tidak ketahui adalah, keluarga Burnwood sekarang sedang benar-benar kebingungan. Devon sudah 2 hari tidak pulang kerumah! Jasmina tidak mengetahuinya, karena selama 2 hari ini ia tetap berhubungan dengan Devon melalui telfon atau pesan chat. Ketika Rania bertanya Devon dimana, ia hanya berkata, ada hal yang harus ia bereskan terlebih dahulu, tanpa menyebut apa hal tersebut!
"Aku bisa gila kalau Devon terus begini! Rania, kamu tau kemana abangmu?", tanya mama Burnwood. Rania menggeleng pelan sambil terisak.
"Ini udah yang kedua kalinya Rania. What happened last time (apa yang terjadi saat terakhir-pertunangan)", tanya mama Burnwood lagi. Rania diam saja. Ia tidak mau memberi tahu bila saat itu Devon harus mendekam di kantor polisi bersama Helena, sang gadis acak.
"Papa, what should we do? The wedding is in 24 hours! (papa, apa yang harus kita lakukan? Pernikahan akan terjadi dalam 24 jam!)", kata mama Panik. Papa Burnwood mulai berfikir.
"Should we call the police?", tanya sang papa. Rania menggeleng.
"He answered our chats (dia menjawab pesan-pesan chat kita", kata Rania. Mereka menggangguk. Benar juga, Devon tidak sedang diculik.
"Can you find out from his phone GPS (bisakah kau lacak dari GPS dari HP milik Devon?)", tanya sang ayah. Rania menggeleng, tapi kemudian ia mendapatkan ide karena itu.
"Ok, mama papa, aku pergi bentar. Aku janji akan bawa Devon balik sebelum acara", kata Rania mantap. Ia menghubungi 2 orang yang paling di benci Devon: Miko dan Bagas. Kedua orang itu memang membenci Devon, tapi mereka mencintai Jasmina. Mereka pasti akan melakukan apa saja agar gadis itu bahagia.
--------------------------
Sebuah pesan muncul di HP milik Devon, serta merta membuat dirinya bergetar.
"Aku, Bagas dan Miko sedang on the way ke kantor polisi. Kalau lo gak muncul dalam 2 jam di depan rumah, gue bakal cerita ke Jasmina semuanya, suruh dia batalin pernikahan ini, dan akan gue lempar Jasmina ke Miko dan Bagas. Terserah dia mau pilih siapa, yang jelas mereka akan bikin Jasmina bahagia", tulis pesan chat dari Rania.
Kepala Devon berkedut-kedut hebat. Sudah 36 jam sejak terakhir kali ia mandi dan beristirahat dengan nyaman di tempat tidurnya. Seharusnya beberapa hari sebelum menikah, ia menyiapkan stamina dan membantu orangtuanya dengan urusan pernikahan. Tapi kali ini...
"Nak Devon, terima kasih banget loh udah nemenin Helena beberapa hari ini. Dia memang...yah...butuh teman untuk melalui hal ini. Tante juga gak nyangka sih...", kata ibu Helena sambil menyentuh tangan Devon dengan lembut.
"Enggak apa-apa dok, yang penting Helena cepat sembuh. Untung saja ketahuan lebih cepat ya miom di kandungannya, dan semoga hasil biopsinya baik. Kenapa tidak ayah Helena sendiri yang memimpin operasi pengangkatan miom itu dok?", tanya Devon.
"Yah kamu tau sendiri, pasti dia grogi kalau berhubungan dengan putrinya sendiri. Bagaimanapun Helena ini adalah putri kami satu-satunya. Awalnya kami mengharapkan begitu banyak dari dia. Tapi seiring waktu, kami sadar kalau kami terlalu egois. Sempat terfikir untuk mengeluarkannya dari sekolah kedokteran. Syukurlah, berkat nak Devon, Helena menemukan sebuah semangat baru...Andaikan saja...",
"Drrttt drrtttt", tiba-tiba HP milik Devon bergetar hebat. Sebuah panggilan dari Rania.
"Dari pacar?", tanya sang ibu. Devon menggeleng.
"Bukan dok, dari adik saya. Sepertinya ada yang darurat. Saya terima telfon dulu ya...", pamit Devon.
"Jangan jauh-jauh nak Devon. Papanya Helena sebentar lagi mau bertemu. Mungkin ada dokter kandungan yang akan visit. Nak Devon mungkin harus mendengar...", kata sang ibu lagi. Devon menggangguk sopan. Tapi sesungguhnya ia menanyakan kembali niat ia kemari 48 jam yang lalu.
Ia hanya menerima chat dari Helena bahwa ia sedang berada di rumah sakit milik orangtuanya, dan sedang dalam keadaan depresi. Devon segera mengunjunginya. Ternyata, dari hasil pemeriksaan, terdapat sebuah miom yang belum tahu statusnya di mulut rahim atau serviksnya. Helena histeris dan ketakutan. Devon tidak bisa terlalu fokus menatap hasil USG dan pemeriksaan sang dokter kandungan yang ditunjuk oleh ayah Helena. Ia terlalu sibuk menenangkan Helena yang histeris.
Akhirnya Devon berjanji untuk menjaga dan mendampingi Helena selama proses persiapan operas, di meja operasi, sampai proses penyembuhan. Ia berfikir, ini mungkin merupakan kesempatan langka dimana ia bisa belajar sesuatu disini. Yang ia tidak pahami adalah, mengapa ia setuju untuk berada di sana selama berhari-hari. Helena tidak memperbolehkannya jauh walau sedetik pun. Devon kalut, karena bagaimanapun, sebentar lagi ia akan menikah!
"Lu dimana Dev?", tanya Rania. Devon tidak menjawab.
"Sebentar lagi Ran, ada yang harus aku urus. Aku janji, sebentar lagi aku akan pulang",pinta Devon. Tapi Rania tidak percaya.
"Ting nonnnggg...Kepada kepala perawat bangsal C, harap merapat ke meja informasi lantai 3", sebuah suara yang berasal dari interkom di meja informasi mengerluarkan sebuah pengumuman! Rania langsung menutup HP miliknya. Ia menepuk pundak Bagas dan Miko yang duduk di bagian depan mobil pengacara itu.
"Gue tau sekarang. Devon lagi ada di rumah sakit. Pasti dia ada di rumah sakit orantuanya Helena. Lu tau kan tempatnya?", tanya Rania kepada Miko. Pengacara itu mengangguk.
"Ayo kita jemput Devon dan pukulin dia dulu sebelum kita kembalikan ke Jasmina", kata Bagas sambil memukul-mukulkan kepalan tangannya.
"Jangan di muka ya, besok dia harus menikah", kata Rania.
-------------------------------
Jasmina menatap Devon, yang saat ini sudah resmi menjadi suaminya. Cowok itu begitu tampan dengan jas hitam dan sematan buket mini di kantong jasnya. Rambutnya yang rapi, wajahnya yang mulus, serta badannya yang kekar membuatnya benar-benar menjadi cowok paling menarik di ruangan itu.
Fikiran Jasmina menerawang ke masa-masa cowok itu hanya mengenakan kaos oblong, celana basket dan sendal jepit dengan rambut plontos ala pemain basket. Masa-masa dimana Jasmina belum menyadari perasaan Devon terhadapnya, masa-masa dimana Jasmina harusnya dapat melihat kilau cowok itu. Tapi justru karena ia bukan seorang fans, Devon jadi meliriknya.
Devon menatap wajah Jasmina yang saat ini merupakan wanita tercantik yang pernah ia lihat. Ia telah melalui berbagai macam fase Jasmina. Dari wajahnya yang bundar dengan jari seperti sosis, pergolakannya menahan hanya memakan 2 pizza, sampai hari-hari Devon menemaninya jogging di halaman depan rumah mereka.
Devon mencintai Jasmina, bukan karena ia sudah melihat bahwa gadis itu akan berada di posisi ini, akan secantik ini. Bukan. Devon mencintai Jasmina karena lebih kurang yang ada di dalam gadis itu, telah mengisi lebih dan kurang yang ada di dalam diri Devon. Selama bertahun-tahun, Devon berharap, ia dapat berada di sisi Jasmina seutuhnya. Tidak terpisahkan oleh pagar, tembok dan balkon tempat mereka saling bertukar pandang selama ini.
"Kami ucapkan sekali lagi, selamat kepada Dokter Devon Lee Burnwood dan Jasmina Winata atas pernikahannya. Saya selaku panitia pelaksanaan acara pernikahan hari ini, undur diri dari hadapan hadirin semua. Sebelum menutup acara, ijinkan band memainkan sebuah lagu dari Shania Twain, berjudul from this moment", kata sang MC.
Tidak beberapa lama, sebuah lagu mengalun dengan merdu…
"From this moment, life has begun
From this moment, you are the one
Right beside you is where I belong
From this moment on…"
Jasmina masih terus menyalami para tamu yang datang pada siang itu. Ratusan undangan silih berganti memberi selamat kepada Jasmina dan Devon. Mulai dari keluarga kedua belah pihak, teman-teman keluarga Jasmina dan Devon, dan tidak ketinggalan para teman-teman SMA dan kuliah mereka.
Jasmina sudah menyalami begitu banyak orang, begitu juga dengan beberapa teman kuliah Devon. Tapi sepertinya Helena tidak datang. Tapi Jasmina tidak terlalu memikirkannya. Toh Sharon Miles juga tidak datang.
Ketika rombongan SMA 1001 datang, tentu saja keriuahan terjadi. Walaupun banyak yang menduga Devon dekat dengan Jasmina, tapi tidak ada yang benar-benar menyangka mereka akan sampai menikah. Sesi foto menjadi begitu riuh dan kompak. Kak Tyas yang sedang hamil 4 bulan turut datang bersama kak Naga, begitu juga dengan tim OSIS jaman era Bagas
Begitu juga pada acara lempar buket bunga yang para pesertanya di dominasi oleh alumni SMA 1001. Bunga itu akhirnya mendarat di tangan sigap Siska! Gadis Batak itu begitu bangganya, padahal saat itu ia belum memiliki pacar. Ia langsung merangkul salah satu teman kerja Jasmina yang sedang bertugas, yang kebetulan masih single untuk berfoto dengan buket bunga itu! Hihihi…
Jasmina menatap gedung dari atas pelaminan. Pernikahan mereka berjalan begitu sempurna dan indah. Dekorasi yang indah, acara yang berjalan tanpa cacat, makanan yang enak dan cukup, alunan band yang merdu, sampai tamu-tamu yang terus berdatangan yang memberikan restu mereka. Tentu saja yang terindah adalah, sang mempelai pria. Jasmina menatap mesra sang suami. Ya, sekarang sudah menjadi suami.
"I'm so happy my husband", kata Jasmina sambil memeluk lengan Devon. Saat ini mereka sedang menjalani pemotretan, berhubung tamu sudah mulai sepi. Devon membelai tangan Jasmina di lengannya sambil tersenyum tak kalah indah.
"This is the happiest moment in my life (ini adalah momen terindah dalam hidupku),", kata Devon. Ingin rasanya ia mencium Jasmina saat ini juga, namun begitu banyak mata dan kamera yang sedang menatapnya. Ia tidak mau menyebabkan momen viral untuk istagram orang lain lagi. Bila ada yang harus viral, haruslah dari instagram Devon atau Jasmina.
"Ayo pengantin, turun dulu dan makan siang. Nanti pingsan loh. Siap-siap buat nanti malam lohhhh", tutur Jason, atasan sekaligus ketua panitia dari acara pernikahan Jasmina.
"Jasonnnn apaan sihhh", pekik Jasmina sambil menuruni tangga menuju tempat makan pengantin.
"Eh itu benar Jasmina. Sini deh,mama papa ada surprise buat kalian berdua", kata Rania yang serta merta menyeret Devon dan Jasmina untuk segera duduk. Dua porsi makanan beserta pencuci mulut sudah terhidang di depan mereka. Mau tidak mau, Jasmina memasukkan makanan itu walau torsonya begitu sesak oleh kemben.
Ketika makanan mereka hampir habis, kedua orang tua Devon, Rania, papa Jasmina serta kak Gading mendekati mereka. Tampang mereka begitu bahagia.
"Devon, Jasmina, I am so glad that you two finally together. As a token of my happiness, we are giving you a small trip for your honeymoon (Devon, Jasmina, aku sangat lega kalian akhirnya bersama. Sebagai ungkapan rasa bahagiaku, kami memberikan mu sebuah perjalanan untuk bulan madu kalian)", kata papa Burnwood.
Sang mama memberikan sebuah amplop kepada Jasmina. Istri Devon itu lantas membuka amplop itu dan begitu terkejut dengan isinya!
"Tiket business class ke Bali, menginap di hotel Black Swan 3 malam dan beberapa voucher restoran!", pekik Jasmina tertahan. Ia tidak ingin keanggunannya rusak, walau memang itu sebuah hadiah yang luar biasa! Devon membelalak menatap kedua orang tuanya.
"Mama, papa, ini serius?", tanya Devon tidak percaya.
"Serius kok. AKu bahkan sudah packing baju-baju kalian berdua di koper itu tuhhhh", kata Rania sambil menunjuk 2 buah koper berwarna silver yang sudah terparkir rapi dekat meja makan mereka.
"Koper itu sama sebagian isinya dari aku loh", kata Rania dengan senyum jahil. Devon dan Jasmina langsung sesak nafas menatap wajah Rania yang penuh misteri. Apa saja yang sudah di packing gadis itu? Tampaknya berbahaya dan mesum!
"Jangan kuatir Jas, kak Almira bantuin aku packing punya kamu. Aku hanya membawakan baju-baju terbaik dan terseksi tentunyaaaaa", kata Rania lagi yang membuat Jasmina menelan ludahnya bulat-bulat karena panik. Setidaknya Rania bisa berbicara lebih pelan! Ada orangtua mereka disitu!
"Sangkin hebatnya Rania, bahkan baju kalian untuk berangkat ke Bali sudah ready!", kata kak Gading. Jasmina dan Devon bingung dengan ucapan kak Gading.
"Loh, coba liat sekali lagi tiketnya Jasmina! Kalian itu sudah harus berangkat ke airport dalam 1 jam lagi!", pekik kak Gading, yang membuat Jasmina terlonjak kaget, begitu juga dengan Devon!
"What are you waiting for! Ayo cepetan ganti baju! Sudah malam pertamanya di Bali aja langsung!", kata Rania lagi, yang hampir membuat Jasmina dan Devon mimisan karena malu!
---------------------------
Devon dan Jasmina memasuki mobil pengantin yang sudah dihiasi bunga-bunga indah di bagian depan dan sisi kiri kanannya. Mereka menuju airport untuk mengejar pesawat ke Bali pukul 5 sore. Untung saja jalanan pada Minggu siang begitu lengang. Ini mengingatkan mereka ketika kak Gading mengantarkan mereka ke airport, langsung dari sekolah! Tepat seperti ini!
Jasmina bolak-balik meremas tangannya. Entah ia terlalu bahagia, terlalu kaget, atau terlalu gugup dengan status barunya ini.
"Aren't you happy (tidak kah kau bahagia?)", tanya Devon. Jasmina mengangguk dengan cepat.
"Can't wait to be with you…", kata Devon. Jasmina menyerngitkan dahinya.
"But we are…(tapi kita sudah)", kata Jasmina.
"In a room, I meant ( didalam kamar, maksudku)", kata Devon dengan senyum jahilnya. Jasmina kontan mencubit lengan Devon dengan bertubi-tubi. Cubitan yang tidak sakit itu hanya membuat Devon kegelian dan tertawa. Mereka berdua sudah membayangkan kebahagiaan seperti apa yang ada di hadapan mereka.
"Drrttt…drrtttt", HP milik Jasmina bergetar ketika ia baru saja mendaratkan bokongnya di salah satu kursi pesawat kelas bisnis, tepat sebelum larangan menggunakan telepon selular diumumkan. Jasmina berniat membukanya. Sejak pagi sebelum pernikahan, Jasmina belum memegang HP miliknya. Ketika ia buka, sudah ada ratusan chat yang masuk.
"Masih ada terus ya ucapan selamat?", tanya Devon. Jasmina mengangguk. Devon pun akhirnya membuka HP miliknya yang juga terdapat banyak ucapan selamat dan dukungan terhadap pernikahannya. Tapi tidak ada satupun dari Helena. Devon kemudian mematikan HP miliknya.
Ketika Jasmina membuka pesan WA yang masuk, ia baru menyadari bahwa salah satu pesan WA itu, bukanlah ucapan selamat seperti pesan-pesan yang lain. Melainkan 4 buah foto yang membuat tangannya bergetar…Foto itu dikirimkan bahkan sebelum akad nikah dilaksanakan!
Foto pertama: Devon bersama Helena saling berhadapan, dimana tubuh bagian depan mereka nyaris menempel. Helena menarik dasi biru Devon dan seperti sedang mengatakan sesuatu. Melihat dari kostum Devon, sepertinya foto itu di ambil pada saat acara wisuda Devon di Bandung.
Foto kedua: Masih dalam suasana, posisi yang sama, namun kali ini Helena mencium pipi Devon.
Foto ketiga: Devon sedang berada di ruang operasi, memakai baju dan masker. Tapi Jasmina tau bahwa itu Devon. Di hadapannya, berbaring Helena, yang mengenakan baju pasien yang akan di operasi. Gadis itu tampak ketakutan, dan menggenggam tangan Devon dengan erat.
Foto keempat: Devon dan Helena berada di sebuah bangsal VIP rumah sakit. Helena sedang tertidur nyenyak, sambil menggenggam tangan Devon yang juga duduk sambil tertidur nyenyak. Devon menyandarkan kepalanya di ujung tempat tidur pasien itu, tidak jauh dari kepala Helena. Ia tampak seperti… seorang suami yang menemani istrinya dalam masa pemulihan paska operasi!
Jasmina hampir saja meremukkan HP miliknya, walau ia tahu itu tidak mungkin. Sebuah gunung baru saja meletus dari dada Jasmina, dan ia rasanya ingin berteriak meraung-raung. Ketika Devon meminta Jasmina untuk percaya kepadanya, namun ini sudah keterlaluan. Siapa saja pasti akan meradang!
Tapi, siapa yang telah memotret semua momen-momen ini dan mengirimkannya kepadanya?
"Maaf mbak, HP mohon di matikan ya, sebentar lagi kita akan take-off", kata sang pramugari ramah. Jasmina mengangguk sopan. Devon menatapnya dengan mesra, dan mengapit lengan Jasmina dengan mesra.
"Kalau kamu capek, tidur aja. Biar seger pas sampe Bali", kata Devon mesra sambil berbisik di telinga Jasmina. Gadis itu tidak beraksi. Lebih tepatnya, ia tidak tahu bagaimana harus bereaksi!