Rania dan Jasmina mengitari Villa yang mereka sewa di pinggiran kota Bandung. Villa 3 kamar itu kembali mengingatkan mereka akan momen-momen yang mereka habiskan di Bali bertahun-tahun yang lalu. Interior minimalis, dapur mungil, sebuah ruang tamu dengan 2 sofa besar, serta sebuah kolam renang mungil di belakang villa.
Rania dan Jasmina berbagi kamar berdua, sementara Devon akan tidur di kamar mungilnya sendiri. Persis seperti di Bali! Namun sejak Rania, Jasmina dan kedua orang tua Devon tiba di Bandung, Devon belum juga menemui mereka. Dua hari setelah acara lamaran, Devon sudah kembali ke Bandung untuk mengurus segala hal yang berhubungan dengan wisuda besok.
"Acara wisuda besok jam berapa Jas?", tanya Rania. Jasmina membuka HP miliknya dan melihat foto undangan acara wisuda tersebut.
"Giliran Devon sih jam 10 pagi kayaknya. Tapi kita udah harus ada di sana jam 9 deh",jelas Jasmina. Rania mengangguk-angguk.
"Si Devon mana?", tanya Rania lagi.
"Devon katanya lagi nemuin senior-seniornya, semacam suwon mau wisuda gitu deh.", jawab Jasmina sekenanya, karena memang itu yang di jelaskan oleh Devon kepadanya.
"Oohhh gitu. Harusnya dia kan istirahat aja ya. Siapa tau besok bakal seharian di tempat wisuda", kata Rania.
"Hemmm kenapa? Emang kamu mau dikenalin sama senior-seniornya?", ledek Jasmina. Rania kontan menyipitkan matanya dan memasang tampang ogah.
"Cih, gak seru ama dokter", katanya.
"Lebih seru sama akuntan ya?", ledek Jasmina lagi. Gadis itu menyindir Bagas yang sepertinya mulai akrab dengan Rania.
"Cih ogah, bekas elu, hahahahah", tawa Rania. Jasmina pun ikut tergelak.
"Ran, pergi belanja yuk. Ada yang aku pengen beli nih untuk minggu depan", pinta Jasmina.
"Lingerie?", ledek Rania. Jasmina kontan melemparkan bantal ke arahnya.
"Sialaann lo tuh adek Devon. Aneh rasanya ngomong begini ama eluuuu", pekik Jasmina menahan tawa. Rania sudah tertawa guling-guling.
"Gak bisa ngebayangin gue, lu ama Devon…", kata Rania lagi sambil tergelak.
"Ya ga usah ngebayangin dasar mesum looo!", pekik Jasmina lagi.
Tidak menunggu lama, kedua gadis itu meninggalkan villa untuk berjalan-jalan keliling Bandung. Mereka meninggalkan mama papa Burnwood yang ingin beristirahat saja di villa. Mama papa Burnwood sudah menyewa sebuah mobil Toyota Alphard lengkap dengan seorang supir yang akan membawa mereka kemana saja untuk 2 hari ke depan. Hal ini tentu saja akan memudahkan mereka untuka cara wisuda besok.
Jasmina dan Rania berhenti di salah satu Factory Outlet besar yang memiliki food court luas di sampingnya. Itu memang rencana mereka. Berbelanja dan makan sepuasnya.
"Puas-puasin makan sebelum mulai diet lagi nih", kata Jasmina sambil memegang perut ratanya.
"Kebaya buat besok aman gak kalo makan banyak hari ini?", taya Rania sambil mencoel pinggang calon kakak iparnya itu.
"Hihihi amannnn sengaja milih yang rada longgar hehehe", kata Jasmina. Mereka pun mengisi amunisi perut mereka dengan aneka makanan khas Bandung di samping factory outlet itu.
Hari itu pengunjung factory outlet dan foodcourt lumayan ramai. Mungkin karena sudah mendekati akhir Minggu, atau mungkin juga mereka memiliki tujuan yang sama dengan Jasmina dan keluarga Burnwood: menghadiri acara wisuda anaknya. Mobil-mobil dengan plat Jakarta mulai memadati lapangan parkir.
"Jasmina, yuk, udah mulai rame banget. Aku mau mulai belanja", ajak Rania. Jasmina mengangguk-angguk setuju. Jasmina mengeluarkan HP miliknya, dan mencoba menghubungi Devon lagi. Ya, siapa tau cowok itu berada di daerah setempat, dan bisa menyusul.
Mereka berdua berjalan santai ke arah factory outlet yang sudah mulai ramai. Ketika Jasmina berjalan sambil sibuk menghubungi Devon, Rania melihat sesosok cowok yang sangat mirip dengan abangnya. Ia meninggalkan Jasmina yang masih berjalan santai sambil menelfon abangnya. Tidak berapa lama, sesosok cowok yang ia kira abangnya, merogoh sakunya dan melihat layar HP miliknya.
"Ya ampun itu beneran Devon! Dia pasti lagi ngeliat kalo Jasmina sedang menelfon dia. Hemmm… diangkat gak ya sama dia", gumam Rania dalam hati. Gadis itu ragu, karena saat itu abangnya sedang bersama Helena dan 2 orang yang sepertinya adalah orangtua dari Helena! Rania kontan merasa kesal.
Namun Rania bertambah geram karena melihat Devon mengabaikan panggilan Jasmina. Ketika Rania melihat calon kakak iparnya itu, Jasmina terlihat sedih karena panggilannya tidak diangkat oleh Devon. Rania benar-benar kesal, rasanya ia ingin menangis dan memukuli sang kakak saat itu juga.
"Jasmina, tunggu sini bentar ya, aku mau ke toilet", ujar Rania. Jasmina tersenyum sambil mengangguk. Tapi Rania tidak pergi ke toilet. Ia justru mendekati rombongan Devon dan Helena, dan diam-diam memotret mereka. Saat Rania mengabadikan mereka, Helena sedang mendaratkan sikunya di pundak cowok itu. Karena tinggi mereka yang agak jomplang, kesannya Helena sedang menyender mesra di lengannya. Wajah mereka begitu dekat, mereka sedang menertawakan sesuatu. Menjijikkan!
Yang lebih menjijikkan adalah, kedua orangtua Helena sepertinya biasa saja melihat keadaan itu. Justru mereka kelihatan seperti sebuah keluarga yang harmonis. Rania tiba-tiba mual memikirkannya. Apalagi memikirkan minggu Depan, Devon akan menikahi Jasmina. Seketika, sebuah scenario kegagalan pernikahan terlintas di pikiran Rania. Segera setelah ia memotret mereka, Rania langsung kembali ke Jasmina.
"Jasmina, tadi aku uda liat section lingerie disini Jelek, norak-norak. Cari tempat lain yuk. Aku traktir dehhh", kata Rania. Jasmina langsung terbelalak dan mencubit Rania sambil melihat ke sekeliling, kuatir ada yang mendengar.
"Apaan sih Rania, kamu tega banget bahas itu disini hahahaha", kata Jasmina.
"Iya, Jas, cari tempat lain yuk. Aku juga pusing nih terlalu banyak orang disini. Yuk yuk yuk kita pindah ke Heritage aja yuk, ajak Rania sambil menggoyang-goyangkan tangan Jasmina dengan manja. Seperti biasa, Jasmina selalu luluh oleh Rania. Ia mengangguk setuju. Mereka pun berlalu ke outlet yang lain.
-----------------------------
Malam itu, semua sibuk mempersiapkan busana yang akan mereka kenakan untuk acara wisuda besok. Devon akhirnya sampai di villa setelah pukul 8 malam. Ia berkilah, ia harus membereskan seluruh isi kamar kost, berhubung ia akan check-out selamanya dari situ. Semua percaya, kecuali Rania, tentunya.
"Devon, aku beliin kamu ini nih", kata Jasmina sambil menunjukkan sebuah dasi yang terlihat mahal. Dasi berwarna biru muda dengan motif garis-garis silver, sangat cocok dengan busana yang akan digunakan Devon esok hari.
"Jasmina, you shouldn't have (Jasmina, kamu jangan repot-repot)", kata Devon sambil menyambut dasi itu dengan penuh suka cita. Jasmina tersenyum malu-malu.
"Wah, enak ya punya calon istri yang gajinya besar", kata Rania sambil menatap Devon tajam. Devon membalas tatapan adiknya dengan senyuman manis, tanda ia tidak paham dengan maksud tersembunyi sang adik.
"Dipake ya besok Dev…", pinta Jasmina. Devon tersenyum. Tanpa menghiraukan sang adik, ia menarik kepala Jasmina, dan mencium dahi gadis itu. Jasmina kaget namun tampak sangat bahagia. Biasanya Rania akan mulai menggoda mereka secara membabi buta. Namun kali ini, Rania justru merasa muak dan kabur dari tempat itu. Justru momen itu digunakan Devon untuk duduk berdekatan dengan Jasmina di sofa dan mereka mengobrol dengan begitu mesra.
Ketika semua orang seharusnya istirahat, Rania menyelinap ke dalam kamar Devon. Cowok itu sedang mengulik-ngulik HP miliknya.
"Devon, we need to talk (Devon, kita perlu bicara)", kata Rania tegas.
"What's up sis? (Ada apa adik?)", tanya Devon.
"Kamu kemana aja hari ini?:", tanya Rania. Devon menatap lama ke mata sang adik. Selama ini, ia tidak pernah membohongi adiknya. Bila pun pernah, lebih kepada modifikasi fakta, tidak sebenar-benarnya berbohong. Kali ini, ia bingung harus bereaksi apa.
"Ada apa memangnya? Tadi kamu sama Jasmina belanja ya? Dimana?", tanya Devon santai. Ia sedang berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Di tempat kamu dan Helena belanja!", kata Rania tegas. Devon membelalakkan matanya.
"Maksud kamu apa? Aku tadi sedang…"
"Membersihkan kamar kost? For how long (untuk berapa lama)? Sisanya kamu kemana? Jadi supir untuk pacar dan orang tuanya?", tanya Rania marah. Devon menggeleng pelan. Ia tidak mau bereaksi berlebihan. Ia kuatir kalau Rania…
"Masih bilang NO?", tanya Rania sambil menunjukkan foto di HP miliknya. Tampak sebuah foto Devon dan Helena dengan pose lumayan dekat, dimana tampak kedua orangtua Helena di samping mereka. Devon terkejut, dan refleks menyambar HP milik Rania.
"Kamu mau hapus Dev? Mau kamu hilangkan? You want to deny it? (Kamu mau menyangkal?). Hanya itu yang bisa kamu buat?", tanya Rania. Ia benar-benar tidak percaya Devon akan seperti itu. Alih-alih menjelaskan di awal, ia ingin mengubur bukti. Sejak kejadian di kantor polisi, Rania seakan tidak mengenal Devon lagi!
"Aku bisa jelasin!", kata Devon setengah emosi. Ia berusaha untuk tidak terlalu berteriak, kuatir Jasmina akan mendengar.
"Ya jelasin! I covered you in the police station. Even Miko helped you and did not say a word to Jasmina. (Aku sudah menutupimu di kantor polisi. Bahkan Miko menolongmu dan tidak mengatakan apapun kepada Jasmina). HAPUS SAJA. Sudah aku back-up foto itu. Kalau-kalau kamu masih tega…", kata Rania setengan menangis.
"I…I... I need to help Helena (aku harus menolong Helena). Setidaknya sampai hari wisuda besok. Setelah itu, aku janji, aku akan sejauh mungkin dari Helena.", kata Devon sambil mengatupkan kedua tangannya. Ia memohon pengertian dari Rania.
"Why? Disini kamu kelihatan kayak calon menantu mereka Dev. It's not fair for Jasmina (ini tidak adil untuk Jasmina). Dia sudah menunggu kamu bertahun-tahun. Kalo kamu gak mau sama Jasmina, Bagas, Miko dan banyak cowok lain akan happy to be with her (bahagia untuk bersama dengannya)", tanya Rania.
"Bukan gitu Rania… Helena is a fragile girl (Helena gadis yang rapuh). Waktu aku ketemu sama dia, dia gadis yang sedih dan entah berapa kali menyakiti dirinya sendiri. Satu saat, aku membantu dia, dan dia menjadi punya satu alasan untuk hidup kembali. Untuk bisa belajar, untuk bisa jadi dokter, untuk bisa berguna lagi", kata Devon. Rania terbelalak menatap abangnya.
"Kita Cuma temen, suerrr, aku bantuin dia untuk "on track", dan dia bantu aku untuk…"
"Mengisi kekosongan akan Jasmina?", tanya Rania. Devon menggeleng, namun sangat perlahan.
"You know, Rania, pacaran jarak jauh itu sulit. Kita kadang perlu teman berbagi", kata Devon.
"Tapi bukan begini caranya Dev! Kamu giving hopes to other girls (Kamu memberikan harapan kepada gadis lain). Gimana kalau gadis itu halusinasi mau jadi pacar kamu?", tanya Rania.
"Terserah dia mau halu gimana pun Rania, Aku Cuma cinta sama Jasmina. Percaya sama aku!", kata Devon sambil menyambar tangan sang adik.
"You lied to her (kamu berbohong sama dia", kata Rania.
"I didn't, I just didn't tell her the true story (aku tidak berbohong, aku hanya tidak menceritakan seluruh ceritanya), kata Devon. Rania murka. Ia mencampakkan tangan Devon.
"Devon kamu jahat. Ok Dev, lupakan wisuda. Kamu gak butuh-butuh amat ada disini. Ayo kita pulang aja, kamu aku kurung aja di rumah sampai hari pernikahan kalian tiba!", kata Rania sambil menarik-narik tangan abangnya itu. Devon menggeleng-geleng pelan.
"No, no Rania. Aku Cuma ngebantu Helena untuk be confidence sama diri dia, dan dia mungkin akan bantu aku untuk dapat posisi di rumah sakit tempat orang tuanya bekerja. Itu aja kok, aku janji", kata Devon setengah memohon.
"Then tell Jasmina the truth. The whole story (Kalau begitu katakana Jasmina yang sebenarnya. Cerita seutuhnya). Gimana kalau Jasmina tau dari orang lain? Kamu mungkin tidak ada kesempatan untuk menjelaskan!", pinta Rania. Devon menunduk sambil mengatupkan kedua tangannya.
"Soon, segera. Setelah wisuda ini, aku akan ngomong semuanya ke Jasmina", kata Devon.
-----------------------------
Jasmina terlihat sangat cantik dengan kebayanya yang berwarna biru muda, yang begitu senada dengan dasi yang digunakan oleh Devon. Pantas saja Jasmina kemaren membelikan Devon dasi warna tersebut. Jasmina dan Rania serta mama Burnwood memang janjian untuk memakai kebaya serba biru. Rania menggunakan Kebaya berwarna biru elektrik, yang serta merta kontras di kulitnya yang begitu putih dan rambutnya yang agak pirang. Mama Burnwood sendiri menggunakan kebaya berwarna biru Navy, yang membuat penampilannya begitu anggun.
Make up artist yang sudah di pesan Rania dan Jasmina, berhasil menyulap ketiga wanita tersebut menjadi begitu cantik dan elegan. Papa Burnwood juga Devon berdecak kagum dengan penampilan ketiga wanita tersebut.
"Devon, you sure are lucky that Jasmina is going to be one of us soon. Or else, you might regret it for the rest of your life (Devon, kau benar-benar beruntung karena Jasmina sebentar lagi akan menjadi bagian dari kita. Kalau tidak, kamu akan menyesalinya seumur hidupmu)", kata papa Devon sambil menepuk punggung Devon agak keras, sehingga tubuhnya yang lunglai karena takjub, agak maju ke depan.
Jasmina tersipu malu sebentar dengan pujian tersebut, dan mengangguk sopan kepada papa Burnwoon. "Thank you papa", katanya manis.
"Yes, don't take her for granted (jangan anggap dia remeh)", kata Rania sambil turut menyenggol punggung Devon sehingga ia sekarang benar-benar terjungkal ke depan! Devon yang tak siap, akhirnya terjungkal di arah Jasmina. Sukurnya gadis itu sigap menangkap tubuh tegap Devon. Mata mereka saling menatap, kedua senyum mereka merekah.
"Get a room you two! (Kalian berdua, cari kamar saja)", kata papa Devon melirik keduanya sambil tersenyum, yang membuat mama Burnwood mengikik dan menutup mulutnya dengan punggung tangannya.
"Get into the car, tepatnya (masuk ke mobil). Acara wisuda sekitar sejam lagi. Kita harus buru-buru supaya gak kena macet", kata Rania sambil menunjuk mobil mereka yang sudah dipanaskan sang supir.
-----------------------
Orang tua Devon, Jasmina dan Rania duduk di bawah tenda. Suasana di tempat wisuda begitu ramai dan riuh, di tambah dengan suasana Bandung yang tumben sekali panas. Devon sedang mengantri untuk menjalani prosesi wisuda. Dari kejauhan terlihat tubuh jangkungnya melambai ke arah Jasmina dan keluarganya.
"Lihat aku Jasmina, semua ini aku lakukan untuk masa depan kita", begitu isi pesan Devon kepada Jasmina. Ketika Jasmina membaca pesan itu, ia mengendarkan kembali pandangannya ke Devon. Cowok itu kembali melambai kepadanya.
"I can't wait to be your future", ketik Jasmina. Ia menatap Devon dari kejauhan, dan melihat reaksinya. Cowok itu tersenyum kepadanya.
Di belakang Devon, terlihat beberapa teman yang Jasmina kenal. Kunjungannya mendadak ke Bandung beberapa bulan yang lalu, membuatnya mengenal sisi Devon yang lain. Teman-teman akrab di kampusnya, tempat-tempat favorit Devon, makanan yang ia suka di Bandung (termasuk restoran dengan pizza terbaik), dan juga Helena. Gadis yang saat ini berdiri di belakang Devon.
----------------
Ketika prosesi wisuda berakhir, tibalah saat untuk foto-foto. Keluarga Devon dan Jasmina, berusaha menghubungi Devon berulang kali. Mereka sudah celingak-celinguk mencari Devon, namun sang wisudawan tidak terlihat. Seketika, tempat wisuda mendadak menjadi spot foto dadakan. Ada yang berjualan bunga, menawarkan spot foto dengan papan bunga, sampai menawarkan pacar pinjaman. Katanya gak sah bila foto saat wisuda tanpa pacar.
"Coba Jasmina cari dulu ya mama", usul Jasmina. Rania membelalakkan matanya.
"Gak usah Jasmina, biar aku aja!", kata Rania dan kemudian dia melesat ke arah lain, berharap menemukan Devon. Dan benar saja, ia melihat sang abang, sedang sibuk berfoto-foto bersama dengan teman-temannya. Rania menunggu dengan sabar.
Namun tidak berapa lama, Devon di giring Helena ke sebuah sudut. Mereka berfoto berdua, secara selfie beberapa kali. Rania langsung emosi dan melangkahkan kakinya mendekati sang abang. Seketika langkahnya berhenti, ketika melihat sepasang orang tua Helena mendatangi Devon dan gadis itu. Seseorang yang sepertinya asisten mereka, mengambil foto mereka berempat.
Rania mendidih melihat pemandangan itu. Tapi ia ingat sekali lagi apa yang Devon katakan tadi malam. Wisuda adalah puncak hubungannya dengan Helena. Setelah ini, ia tidak akan memiliki hubungan apapun dengannya. Rania mendekati rombongan itu, namun berusaha untuk tidak terlihat.
"Papa mama kamu mana nak Devon?", tanya sang ayah. Devon gelagapan.
"Ahhh sepertinya udah masuk mobil tadi dok. Tadi saya sempet nyari, tapi gak ketemu", kata Devon grogi. Sang ayah dan Ibu Helena menggangguk-angguk.
"Ya udah nanti malam kalau sempat, yuk kita makan malam bersama ya", ajak ibu Helena. Devon menggangguk-angguk dengan sopan.
"Ya dok, nanti saya tanya orangtua saya dulu", kata Devon. Ketika mata Devon berpendar, ia melihat bayangan Rania yang menatapnya dengan murka. Seketika jantungnya berdegup kencang, dan seakan-akan seluruh keringat akan keluar dari seluruh permukaan kulitnya.
"Devon permisi dulu dok, mau cari keluarga. Sekali lagi selamat ya Helena, sudah resmi jadi dokter", kata Devon.
"You too Devon, thanks untuk semuanya ya", kata Helena sambil melambaikan tangannya dengan centil. Setelah mengangguk sopan, Devon segera berlari kearah Rania.
"I'm gonna kill you Dev (aku akan membunuhmu Dev)", kata Rania mengancam.
"Jangan sekarang, aku mau ketemu Jasmina dulu", kata Devon sambil menyunggingkan senyum nakalnya kearah Rania. Mereka pun berjalan cepat menuju mama papa Burnwood.
"Devon, congratulation!", kata Jasmina menyambut Devon. Di tangannya sudah ada buket bunga berwarna biru muda dan putih, dengan hiasan berwarna silver. Kompak sekali dengan dasi Devon, dan juga kebaya yang di kenakan oleh Jasmina. Devon langsung menerima buket bunga Jasmina dan memeluk gadis itu dengan lembut.
"Ayo Rania, cepet foto Devon dan Jasmina dulu", kata sang mama. Rania dengan sigap mengabdikan foto sepasang kekasih itu. Setelah itu, sesi foto bersama orangtua, Rania, dan foto-foto candid, sebelum akhirnya mereka akan menuju foto studio beneran untuk foto resmi wisuda.
"Devon, kita gak akan pergi makan malam dengan keluarga Helena. Kamu paham?", ancam Rania. Devon melirik adiknya dengan tatapan kaget.
"Kamu dengar…?", tanyanya lemas.
"Tentu saja. Kamu udah janji Dev, inget, setelah hari ini, tidak ada lagi hubungan dengan Helena. Mengerti?", ancam Rania lagi. Devon mengangguk dan memeluk sang adik. Rania mungkin tidak paham pergulatan yang sedang di alaminya, tapi gadis itu ada benarnya. Jangan sampai ia mengorbankan masa depannya yang lain, yaitu masa depannya dengan Rania.
Tidak jauh dari tempat itu, Helena dan sang ibu sedang memperhatikan Devon dan keluarganya.
"Keluarga yang harmonis. Papanya bule ya, pantes Devon cakep. Mamanya juga keliatan keren. Yang 2 gadis itu adikknya?", tanya sang ibu. Helena tidak menjawab, namun terus menatap Devon dan Jasmina dengan nanar.
"Kebaya biru muda itu terlalu mirip dengan dasi Devon. Apa dia layak jadi sainganmu?", tanya sang ibu lagi. Kembali, Helena tidak menjawab. Sang ibu paham. Setidaknya, Helena sudah melakukan yang terbaik untuk memberikan sang ibu title dokter yang didambakannya. Sudah saatnya sang ibu memberikan hadiah yang pantas untuk Helena.