Tidak terasa, sudah 6 bulan sejak pertunangan dadakan Jasmina dan Devon berlalu. Sejak saat itu, Devon hanya mampu kembali ke Jakarta 2 kali, sudah termasuk kedatangannya tiba-tiba ke kantor Jasmina yang lalu. Ia sangat sibuk dengan koas di tahun terakhirnya, dan menjalin hubungan erat dengan para alumni dari universitas atau dokter-dokter senior yang ia kenal. Devon sedang membuat jejaring hubungan pertemanan yang akan menunjang karirnya setelah lulus nanti.
Walaupun hal itu membuat kesal Jasmina, tapi gadis itu pun berusaha sangat keras untuk memakluminya. Sesungguhnya pun Jasmina sedang sangat-sangat sibuknya. Jabatan asisten manajer yang baru ia emban 8 bulan, ternyata memiliki konsekuensi kesibukan yang mengerikan. Jason benar-benar mengurasnya, dengan alasan: mumpung Jasmina masih single.
Namun hubungan komunikasi Virtual Jasmina dan Devon mengalami kemajuan. Hampir setiap hari, Devon diwajibkan untuk melaporkan kegiatannya dari pagi sampai malam via chat. Setiap 2 malam, mereka akan mengadakan video call, walau hanya bertahan 10-15 menit saja. Sebagai imbalan, Jasmina harus mengirimkan foto "outfit" yang ia gunakan ke kantor pada hari itu. Sepertinya Devon tidak rela bila gadis itu menjadi korban jelalatan teman kantor atau klien-klien.
"Jasmina! Udah lama nunggunya?", kak Tyas muncul ke dalam cafe menyapa Jasmina. Gadis itu sudah 15 menit menunggu seniornya itu di cafe sebuah mall, sambil meminum es coklat kesukaannya.
"Baru 15 menit kak, santaiii", jawab Jasmina sambil mempersilahkan seniornya itu duduk. Kak Tyas memegang 2 bungkusan belanjaan yang sepertinya baru ia beli beberapa saat yang lalu di mall ini juga.
"Apaan tuh kak?", tanya Jasmina kepo.
"Ah ini, gue ama Naga lagi program hamil. Ini saran dari temen gue, cara cepat biar hamil. Buka aja", kata kak Tyas santai sambil mengambil buku menu, Ia ingin memesan sebuah minuman dan cemilan.
Ketika Jasmina melihatnya, ia terkejut bukan main! Isinya bukan sebuah obat, vitamin atau minuman penambah energi atau sejenisnya. Tapi lebih kepada lingerie yang benar-benar transparan dan bolong di beberapa bagian, lilin-lilin yang sepertinya bukan untuk menerangi ruangan atau membuat ruangan wangi, dan beberapa barang-barang yang tidak pantas untuk dilihat anak-anak.
"Kyaaa! Apaan ini kak!", teriak Jasmina sambil cepat-cepat memasukkan seluruh alat-alat aneh itu kembali ke paperbag itu. Kak Tyas tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah Jasmina yang sudah semerah tomat.
"Dimana-mana program hamil itu ke dokter kak! Bukan ke adult shop!", kata Jasmina dengan muka kengerian. Kak Tyas masih tetap tertawa, dan saat ini ditambah dengan memukul-mukul meja, dan salah satu tangannya menahan goncangan di perutnya.
"Hadeeeh Jasmina, lo tu polos dan lugu banget sihhh. Sekarang tu kita perempuan bukan hanya alat buat menghasilkan anak. Tapi kita juga kudu menikmati donk proses bikinnya. Ya gak, ya gak?", tanya kak Tyas dengan muka super usilnya. Jasmina menggeleng-geleng kepalanya. Tidak sangka ia kak Tyas sekarang bisa semesum ini. Dimana wibawanya sebagai seorang ex sekretaris OSIS?
"Sumpah kak, ingin rasanya aku kembali dengan mesin waktu ke 10 menit yang lalu. Waktu dimana aku blon liat isi ituuu! Nyesel aku. Sekarang di kepalaku tuh ada sebuah film yang tak pantas, dimana kakak sama kak Naga pemerannya, dan ituuuu...iyuuuhhhh…itu menjijikkannn!!", pekik Jasmina sambil memicingkan matanya dan menutup kedua telinganya dengan tangan. Kak Tyas kembali lagi tertawa terpingkal-pingkal.
"Ahhh elu aja tuh yang udah gak sabar. Elu sendiri ama Devon udah sampe mana?", tanya kak Tyas. Jasmina bingung dengan pertanyaannya.
"Ya sampe mana kak, ya sampe sini lah. Kan 6 bulan lagi baru kami akan nikah. ", kata Jasmina sambil kembali menyeruput es coklatnya yang sudah tinggal setengah. Tidak berapa lama, sang pelayan datang untuk mencatat pesanan kak Tyas. Es kopi, dan 2 piring kue coklat.
"Maksud gueee, lu tu ama Devon udah sampe mana? baru sekitar muka, sekitar leher, atau udah sampe sini", kata kak Tyas sambil melingkari daerah dadanya. Jasmina langsung terpekik, karena sadar akan arah pembicaraan kak Tyas. Untung saja dia tidak tersedak.
"Kyaaaa! kakak apaan sihhhh", pekik Jasmina lagi sambil menutup matanya. Kak Tyas mengikik. Ia melirik ke kiri dan kanan, semoga tidak ada yang mendengar omongan tak senonoh mereka.
"Ah kalo liat dari reaksi elo dan pembawaan Devon mah, lu lu pada pasti masih sekitaran sini nih", kata kak Tyas sambil melingkari area wajah dan lehernya. Jasmina kontan menutup wajahnya, ia takut kak Tyas dapat membaca "first kiss" ia dan Devon. Ini benar-benar pembicaraan yang tak pantas.
"Lu harus mulai survey dan belajar-belajar Jas. Jadi nanti pas malam pertama, kalian berdua gak meraba-raba lagi... ya walaupun meraba-raba itu bagian dari asiknya juga sih hahahahahha", kata kak Tyas. Jasmina benar-benar tidak percaya kenapa sang kakak kelas ini bisa membahas hal seperti ini dengan santai.
"Ih kakak apaan sihhhh. Biarin aja itu nanti berjalan senatural mungkin", jawab Jasmina sok tahu. Kak Tyas yang sejak tadi tidak berhenti tertawa, akhirnya mereda ketika akhirnya pesanannya datang.
"Drrttttt drttt", sebuah pesan dari Devon masuk ke HP milik Jasmina. Sebuah foto Devon sedang makan siang bersama tim ko-asnya. Jasmina menunjukkannya kepada kak Tyas.
"Kakak kenal semua orang disini?", tanyanya iseng. Selama ini, Jasmina memang jarang sekali membahas hal-hal yang berhubungan dengan Devon dan kehidupan kampusnya kepada kak Tyas. Sekarang ketika ia benar-benar perlu, eh kak Tyas sudah tidak berada di dekat Devon lagi.
"Hemmm sebagian sih aku kenal gitu-gitu aja. Namanya Adik kelas ya. Kadang say hello. Tapi yang aku benar-benar kenal ya ini nih, Helena. Dia sebenarnya seangkatan dengan aku", kata kak Tyas sambil menunjuk seorang perempuan di foto itu. Jasmina memperhatikan dengan seksama. Perempuan ini lah yang saat ia dan Devon sedang video call, masuk tiba-tiba ke dalam kamarnya.
"Hah! Kakak kenal dekat dengan dia ini?", tanya Jasmina. Kak Tyas mengangkat-angkat bahunya. Sebenarnya ia enggan membahasnya dengan Jasmina. Ia takut informasi darinya hanya akan menjadi sebuah kesalah pahaman.b
"Ya, kita masuk pada tahun yang sama sih, tapi dia sepertinya kurang serius kuliah di 2 semester pertama. Ya kadang skip kuliah, skip pratikum, gak ngerjain tugas, trus gak begitu bergaul sama temen-temen seangkatan kita. Akhirnya dia banyak mengulang pelajaran bareng dengan angkatannya Devon gitu deh. Errhmm… emangnya Jas?" tanya kak Tyas ragu-ragu. Jasmina memperhatikan wajah perempuan cantik itu.
"Hemmm, cuma penasaran aja sih. Apa Devon dekat dengan cewek ini kak?", tanya Jasmina dengan serius sekarang. Kak Tyas jadi ragu-ragu untuk berbicara.
"Hemm...gimana ya, gue sih sebenarnya gak mau cerita, karena gue pikir gak bahaya gitu kan. Tapi ya lu berhak tau aja sih, tapi konfirm lagi sama Devon ya. Pliss jangan cerita kalo lo tau dari gue. Ok?", pinta kak Tyas. Jasmina jadi panik tapi ia mengangguk pelan.
"Memangnya kenapa kak? Apa mereka dekat? Kok Devon gak pernah cerita sama aku soal dia? Ya sebenarnya Devon gak pernah cerita soal siapa-siapa sih. Bahkan cerita soal dosen, perkuliahan, atau apa aja jarang sih. Ya baru-baru ini aja, itu juga aku paksa baru deh dia mulai cerita ini itu, mulai kirim foto ini itu", kata Jasmina dengan wajah lesu. Kak Tyas mengangguk-angguk dengan wajah yang tak kalah lesu.
"Namanya Helena Danubrata. Dia anak dokter senior di Jakarta sini deh. Papa mamanya pemilik rumah sakit ibu dan anak di daerah kebayoran lama gitu. Sukses banget. Wajarlah mereka pengen anak satu-satunya mengikuti jejak mereka, jadi ya si Helena itu dipaksain lah masuk ke fakultas kedokteran. Jadi mungkin dia agak ogah-ogahan kuliah ya. Jadi ya gitu, sering bolos. Dandanannya juga aneh gitu deh. Serba punk-punk, baju item-item, gothic, lipstik item, make-up serem, nanti kadang ala-ala jepang gitu gayanya, kadang seksi, kadang gloomy. Pokoknya benar-benar aneh deh dibandingkan anak-anak kedokteran pada umumnya", jelas kak Tyas. Ia mulai menarik nafas, karena sepertinya cerita berikutnya agak berat.
"Nah jadi pas dia mulai ngulang tuh sama angkatannya Devon, entah kenapa, dia mendarat lah bersama genk cowok-cowok si Devon itu. Mereka mulai sering 1 kelas, mulai sering jadi 1 kelompok juga. Lama-lama si Helena ini deket ama Devon gitu deh. Apalagi Devon itu kan gayanya rada unik ya, gak semua orang bisa cocok sama dia, apalagi cewek-cewek. Ntah kenapa, sama si Helena ini cocok. Mereka jadi temen deket. Apa karena..."
"Helena mungkin bukan fans Devon...", kata Jasmina melanjutkan. Gadis itu menatap jauh tanpa fokus. Ia pernah ingat, Devon tidak suka dekat dengan cewek yang seorang fans. Seorang fans hanya akan membuatnya risih, terganggu, dan tidak nyaman. Seorang fans hanya melihat tampilan Devon dari luar, dan belum tentu menyukainya apa adanya. Karena itulah saat SMA dulu, Devon bisa dekat dengan Jasmina. Karena Jasmina bukan seorang fans....
"Nah iya mungkin ya. Karena memang Helena ini, gak tau deh apa fokus hidupnya. Dan Devon terlihat....apa ya... seperti tertantang untuk dekat dan membantu si Helena ini. Kadang pas gue liat mereka berdua, kayak ngeliat lu ama Devon sih. Jadi Devon tu pendengar yang baik untuk Helena, mereka bareng-bareng sih, ngerjain tugas, diskusi, belajar bareng. Helena jadi lumayan rajin lah kuliahnya setelah itu. Dan sekarang ternyata dia satu ko-as ya sama Devon. Hemmm...ya gitu deh. Mereka jadi dekat.", kata kak Tyas.
Jasmina mulai merasa tidak nyaman. Kenapa baru ini ia mendengar soal ini? Kemana aja Devon selama ini dan tidak memberi tahunya. Jelas memang selama bertahun-tahun ini, Jasmina juga pernah dekat dengan beberapa teman laki-laki. dan ia juga tidak secara kontinyu melaporkannya kepada Devon. Karena menurutnya, tidak begitu penting. Toh tidak ada rasa disitu. Mungkinkah Devon juga merasa hal yang sama, sehingga tidak perlu ada cerita tentang Helena ini kepada Jasmina? Tapi entah kenapa sekarang, Jasmina merasa ia ingin tahu tentang Helena ini, dan sudah sejauh mana hubungannya dengan Devon.
"Beberapa waktu yang lalu, pas aku video call dengan Devon, dia tiba-tiba masuk ke dalam kamar Devon", kata Jasmina. Tentu saja kak Tyas langsung terkejut dibuatnya!
"Errhmm, Helena secara tajir banget. Bisa saja orangtuanya membelikannya rumah besar lengkap dengan pembantu dan supir. Kenapa ia harus repot nge-kost bareng ama Devon ya. Ituuu yang gue gak abis pikir", kata kak Tyas. Jasmina kontan mendelik. Saat itu ketika Devon berkata itu teman kost-nya, ia masih berusaha untuk tenang. Tapi setelah penjelasan kak Tyas soal Helena ini, hatinya bergejolak tak senang.
"Haruskah aku kuatir kak?", tanya Jasmina. Kak Tyas menggeleng lemah.
"Kalian sudah melalui bertahun-tahun tanpa status Jas, sampai akhirnya kalian bertunangan seperti ini. Kalau memang Devon ingin bersama Helena, sudah dari kapan-kapan dia bakal cuekin kamu. Boro-boro ngajak pacaran dan nikah", kata kak Tyas berusaha menaikkan semangat Jasmina. Gadis itu terdiam...
"Apa gara-gara Helena juga, Devon urung nyatain ke aku kak? Coba bayangin... dia baru ngajak aku jadian, hampir 3 tahun sejak perkuliahan di mulai kak...apa mungkin...gara-gara Helena ini?", tanya Jasmina ragu. Kak Tyas tertegun, tak tahu ingin menjawab apa...
"Kalau melihat dari cara dia ngelamar elo kemaren sih, gua yakin Devon itu serius ama elu. Tapi pernikahan kalian masih 6 bulan lagi sih ya, dan dalam 6 bulan itu, banyak hal yang bisa terjadi sih...", kata kak Tyas sambil menghembuskan nafasnya dengan berat.
"Gimana kakak sama kak Naga ngelewatin ini?", tanya Jasmina. Kak Tyas menatapnya dengan sendu.
"Gue juga pernah gini kok. Lu tau gak si Sharon nyusul dong ke Amrik. Dia mau coba masuk ke Harvard juga. Tapi ya gitu deh ahahhahaha dia bahkan gak bisa masuk kampus apapun yang radiusnya 15 km dari Harvard. Kayaknya tu anak bener-bener gak ada niatan kuliah deh. Untungnya Naga sih cuek aja ama dia. Tapi ya gue yakin, pasti adalah cewek-cewek yang deket ama dia disana. Tapi pada akhirnya, dia balik lagi kan ke Indo, balik ke gue, dan kami sekarang udah nikah. Malah ntar malam mau cobain ini nih" kata kak Tyas sambil menunjuk paperbag yang penuh dengan barang-barang orang dewasa itu. Kontan Jasmina geli, sekali lagi.
"Makanya gue tanya ama elu Jas, elu ama Devon udah sampe mana? Apa kalian udah bahas tentang masa depan kalian? Devon nanti setelah tamat akan kerja dimana, kalian akan tinggal dimana, perkawinan kayak apa yang kalian inginkan, dan lainnya", kata kak Tyas sambil memperhatikan wajah Jasmina yang tampak bingung.
"Belon bahas itu kak. Bahas kapan dia pulang, kapan kita bisa ketemu aja udah sukur", kata Jasmina malas.
"Harus mulai dibahas Jas, aku liat kalian itu terjebak di masa-masa SMA. Menurut kalian itu perkawinan cuma penyatuan 2 orang, tinggal bareng, sehingga mereka bisa hengot kayak jaman SMA secara lebih intens? No, bukan gitu Jas.Rumah kalian nanti bukan hanya tempat kalian untuk makan dan tidur, sehingga esok paginya kalian bisa berangkat beraktifitas sehari-hari seperti sekarang. Bukan Jas. Pernikahan itu lebih kompleks, Ada keluarga, ada tanggung jawab, ada komitmen, dan akhirnya nanti semua hal harus kalian bahas bersama, kalian putuskan bersama. Ada ego yang harus di turunin, ada take and give, dan saling pengertian yang luar biasa.", jelas kak Tyas.
Sesungguhnya Jasmina belum sampai ke tahap itu. Untuk menentukan Devon adalah soulmatenya saja, sudah sebuah prestasi. Ia sangat antusias menyiapkan pesta pernikahannya, sama seperti calon pengantin lainnya. Tapi apa ia seantusias itu menyongsong masa depan dengan Devon? Saat ini, ia memang sudah tidak sabar ingin bersama dengan cowok itu, setelah lebih dari 5 tahun berpisah karena kuliah. Menantikan bangun tidur menatapnya, dan menatapnya kembali sebelum mata terpejam. Bukankah itu indah?
"Tapi kalo bahas-bahas ini sekarang, bukannya cowok malah kabur ya kak? Sekarang Devon sedang sibuk-sibuknya. Aku takut keliatan kayak cewek yang terlalu mengatur dan meminta banget….", kata Jasmina.
"Iya sih, tapi menurut gue, lu harus berusaha Jas, agar hubungan kalian ini makin erat dan solid. Lu harus tunjukkin ama Devon kalo keputusannya untuk ngelamar kamu uda tepat, dan lu harus ngebikin agar Devon gak sabar sampai kalian benar-benar bersama. Jadi, hubungan kalian gak gampang di ganggu sama isu-isu remeh kayak.. ya si Helena ini", kata kak Tyas.
Jasmina mengangguk-angguk. Ya benar, ia harus berusaha agar Devon melihatnya sebagai satu-satunya perempuan mulai saat ini. Konon kata orang, darah seorang calon pengantin lebih manis. Banyak hal-hal yang akhirnya mengganggu mereka ke jalan pernikahan. Bisa saja orang ketiga, kesehatan, bahkan kemalangan! Karena itulah biasanya masa pertunangan dibuat sedekat mungkin dengan tanggal pernikahan.
Jasmina mengambil HP miliknya dan mulai memencet nomor Jason.
"Jason, aku mau cuti 2 hari! Aku balik kerja hari Rabu ya!", kata Jasmina mantap. Kak Tyas tersenyum dengan penuh pengertian. Go go Jasmina!