Rania berusaha menyetir menuju kantor Cecilia Adnan Marcomm sehati-hati mungkin. Kali ini gilirannya untuk menyetir menuju kantor bersama Jasmina. Calon kakak iparnya itu sekarang sedang panik menerima telfon dari Jason, atasannya. Sebuah WA penting muncul di pagi hari dengan huruf kapital: BATALKAN SEGALA URUSAN. Ada proyek yang terpenting menunggu di kantor.
"Kira-kira ada apa si bos sampe panik begitu ya? Ada event apa sampe bikin panik segala!", protes Jasmina. Ia bahkan belum sempat sarapan dirumah tadi.
"Yang pasti bukan krisis manajemen loh ya, Kalo enggak, pak Bayu pasti uda panik. Tapi aku dengar, semua divisi di panggil.", jawab Rania asal sambil mengoleskan make-up di wajahnya, mumpung sedang macet lampu merah.
"Iya, katanya mau bikin event terpenting abad ini bagi Cecilia Adnan. Apa kita di kontrak buat kampanye calon presiden?", tiba-tiba Jasmina sangat bersemangat. Ia belum pernah menangani hal-hal berbau politik sebelumnya.
"Aku ragu. Bukan musim politik. Aku yakin launching perusahaan. Atau ya launching partai baru. Coba aja baca berita", kata Rania asal.
"Ngawur kamu. Kalo udah sampe ke media massa mah, berarti kita uda telat donk. Harusnya kita itu di pakai sebelum launching-launching ke media gitu.", jawab Jasmina yang ternyata diam-diam tetap mencari berita di internet. Ia mencoba mempersiapkan diri.
"Apa itu ngawur?", tanya Rania. Jasmina hanya bisa mengelus dada.
-------------------------------
"Jasmina, Rania, Sini!", panggil Jason. Di samping atasannya itu, sudah ada Bayu, atasan Rania dari divisi krisis managemen, begitu juga dengan bu Sarah dari Divisi Media. Wow semua berkumpul untuk sebuah event yang kritis sepertinya.
Mereka sedang berkumpul di depan sebuah ruang meeting berukuran sedang yang terdapat di lantai para petinggi perusahaan itu. Dinding yang terbuat dari kaca, tertutup oleh lapisan embossed, sehingga sulit melihat dengan jelas siapa dan apa yang terjadi di dalam sana.
"Bu Cecilia, dan beberapa orang penting ada di dalam sana", kata Jason menjelaskan dengan singkat.
"Kasus krisis manajemen pak?", tanya Rania kepada Bayu.
"Ya bakal jadi krisis manajemen kalau enggak di tangani dengan benar. Kita harus gerak cepat ini. Waktu kita gak banyak. Mereka harus segera kembali ke Australi. Acara harus di gelar weekend ini juga. Jason udah bekerja sama dengan Wedding organizer yang bisa handle acara ini dengan cepat. Kita gak punya banyak waktu", jelas Bayu.
Rania dan Jasmina terkejut mendengarnya, refleks mereka saling memandang. Sebuah event pernikahan? Jadi kenapa bakal jadi krisis manajemen?
"Calon pengantin hamil pak?", tanya Rania polos. Kontan pak bayu langsung menggetok kepala gadis itu dengan dokumen yang ia gulung-gulung.
"Husss kamu ini. Amit-amit. Jangan sebar gosip ya. Kasian tuh anak-anak masih muda", jawab pak Bayu sambil menunjuk punggung sepasang calon pengantin di dalam ruangan meeting yang terlihat samar-samar.
"Siapa mereka pak? Artis ya?", tanya Jasmina. Biasanya pernikahan artis yang terkenal yang membutuhkan jasa Marcomm, berdampingan dengan wedding organizer. Mirip seperti pernikahan kak Tyas dan kak Naga. Hanya saja, mereka mereka memerlukannya bukan demi menghindari gosip miring. Mereka butuh peningkatan imej perusahaan, sekaligus memperkenalkan kak Naga di dunia bisnis.
"Adnan dan Abraham", kata Jason tenang. Jasmina dan Rania berfikir keras.
"Itu nama perusahaan pak", kata Jasmina santai. Jason dan Bayu langsung memasang tampang sayu dengan mata memicing, setelah cowok berdua itu saling berpandangan. Bibir mereka dipasang segaris, seakan malas menjelaskan sebenarnya. Jasmina kadang brilian, kadang juga lemot.
"Iya saya juga tau itu nama perusahaan suami bu Cecilia. Tapi di dalam sana itu memang Adnan dan Abraham", kata Jason.
"Tepatnya, Adelia Adnan dan Bastian Abraham!", jelas Bayu. Jasmina dan Rania terpekik.
"Cowok pewaris perusahaan itu yang cakep itu!", pekik Rania.
"Adelia yang magang bareng ama aku itu!", pekik Jasmina hampir secara bersamaan dengan Rania. Bayu dan Jason mengangguk-angguk.
"What! Mereka akah menikah?", tanya Rania dan Jasmina secara bersamaan. Ada guratan bahagia di mata Jasmina, namun guratan kecewa di wajah Rania. Bayu dan Jason hanya mengangguk-angguk kembali.
"Kenapa kaget? Ini kan pernikahan win-win. Toh nantinya Adelia yang akan menjadi bos kita-kita, sedangkan Bastian akan mewarisi akuntan publik itu seutuhnya. Sebagai anak dan menantu. Harta gak bakal jatuh kemana-mana. Simpel kan hidup sebagai anak orang kaya?", kata Bayu santai. Jason, Rania dan Jasmina kali ini mengangguk-angguk setuju. Bu Sarah hanya mendengarkan sambil sibuk membuka sosial media Instagram dan Youtube.
Pintu terbuka, asisten bu Cecilia muncul dan menatap mereka berlima. "Kalian semua, masuk!", perintahnya.
Ketika mereka masuk, terlihat bu Cecilia dengan tampang kusut, begitu juga dengan suaminya pak Adnan. Bahkan rekan beliau di perusahaan, Pak Abraham beserta istrinya juga hadir. Di hadapan mereka, terlihat Bastian Abraham dan Adelia Adnan, terduduk dengan lesu. Mata Adelia terlihat membengkak. Ingin rasanya Jasmina menyapanya, ia yakin gadis itu masih mengingatnya. Mereka dahulu sempat lebih dari 2 tahun bekerja bareng di perusahaan itu. Kala itu, Jasmina baru saja resemi di terima sebagai pegawai tetap, sedangkan Adelia masih berkuliah dan bekerja di sana secara freelance. Begitu ia lulus kuliah, Adelia langsung berangkat ke Australia.
"Jasmina, Rania, kamu pergi bersama Adelia dan Bastian ke butik yang ditunjuk Wedding organizer untuk fitting. Pastikan baju pengantin untuk Adelia sudah beres ya. Pastikan make-up, buka, dekor, dan hotel untuk acara sudah beres.", perintah bu Cecilia. Rania dan Jasmina mengangguk-angguk.
"Bayu, Jason, pastikan 300 undangan sudah beres. Kami hanya mengundang pihak-pihak yang penting saja. Saya mau ke-300 undangan itu tidak hanya di antar secara khusus, tapi saya perlu RSVP. Pastikan mereka bisa hadir.", perintah bu Cecilia lagi. Jason dan Bayu mengangguk hormat.
"Jasmina, Rania, work with the WO. Jangan sampai ada yang salah. Sarah, siapkan tim media sosial. Saya mau coverage yang indah untuk acara ini. Siapkan tim fotografer yang terbaik. Atur satu orang fotografer untuk ambil candid selama persiapan pernikahan ini. Siapin studio untuk fotoprewed. Kamu ambil akun Adelia dan Bastian dan juga akun saya. Posting yang bagus. Kasih caption yang jelas. Saya gak mau ada coverage negatif untuk pernikahan ini. Paham?", jelas bu Cecilia lagi. Mereka semua mengangguk.
"Adelia, Bastian, sekarang kalian ikut bersama Jasmina dan Rania ke butik", perintahnya lagi. Adelia mendongakkan wajahnya ke arah Jasmina. Mata sembabnya menatap temannya itu, dan mencoba tersenyum. Jasmina mencoba memberi senyum terbaiknya, berharap gadis itu merasa lebih nyaman dan tentram.
----------------------------------------
"Pernikahan akan terjadi dalam beberapa hari Adelia, kenapa wajah kamu kusut begini?", tanya Jasmina pelan sambil mengelus punggungnya. Ia, Adelia dan Rania sedang duduk manis di sofa sebuah butik gaun pernikahan yang cukup terkenal di Jakarta. Adelia sedang memilih-milih gaun yang akan ia gunakan nanti. Bastian sedang mencoba jas yang akan ia pakai untuk acara di ruangan yang lain.
"Karena ini pernikahan paksa Jas, siapa yang suka di paksa-paksa?", jawab Adelia dengan tampang kosong.
"Aku kalau dipaksa menikah dengan pria itu, I will not complain", kata Rania terkikik. Adelia yang tadinya sudah merasa sedih, akhirnya melihat tampang bule itu dan mulai tersenyum.
"I mean, he's hot, he's smart, he's rich, I mean...", jawab Rania
"Maksud cewek gila ini adalah, kalau kamu gak mau, dia akan bersedia memungutnya", jawab Jasmina dengan bibir miring-miring menatap Rania dengan tajam. Gadis setengah bule itu mengangkat bahunya sambil tersenyum nakal. Adelia akhirnya menahan senyum gelinya.
"Hihihi aku gak pernah bilang gak mau nikah sama dia ya gaez hihihi. Tapi maksudnya... gak sekarang. Aku pikir tadinya setidaknya aku punya waktu lebih dari setaon untuk happy-happy di Perth sebelum akhirnya menjadi istri orang lain. Aku tuh masih 23 tahunnnn", jawab Adelia mencoba tersenyum menjelaskan.
"What! Perth! Aku dulu kuliah disana. Kamu di kampus mana?", tanya Rania. Mata Adelia membulat.
"Curtin...", jawabnya antusias dan menunggu jawaban Rania, berharap mereka kuliah di tempat yang sama. Gadis bule itu langsung melonjak-lonjak bahagia.
"Same with me! Where do you live? Aku tinggal di city bareng temen-temen Indonesia", jawabnya antusias.
"KV, di George James House", jawab Adelia yang membuat Rania kembali melonjak-lonjak.
"KKYYYAAA salah satu sahabatku tinggal di Japan house. Aku sering kesana, dan kami sering karaoke di waterford!", jawab Rania lagi, yang akhirnya membuat Adelia yang melonjak-lonjak bahagia.
"AARRRGHHH sama! Aku juga suka karaoke ke waterford. Walau tempat itu busuk, tapi aku suka suka suka karaoke disana tiap Rabu malam hahahaha", Akhirnya Adelia tertawa bahagia.
"Berarti kamu kuliah PR donk? Apa kamu ngambil mata kuliah si tua bangka yang gak suka sama gembel?", tanya Rania. Sepertinya ia sedang membicarakan dosennya yang sinis terhadap mahasiswa yang tidak memakai setelan kerja dalam tiap mata kuliahnya. Adelia mengangguk-angguk.
"Aku terpaksa beli baju-baju kerja seken di city Hahahahaha", kata Adelia yang membuat Rania mencengkeram tangannya dan tertawa terbahak-bahak.
"Ya ampunnn aku rindu masa-masa kuliah!", kata Rania bahagia. Jasmina lega, karena Rania telah membuat suasana menjadi cair. Adelia sekarang kelihatan lebih rileks.
"Ya, itu maksud aku Rania. Aku masih ingin menikmatinya. Berkencan sebanyak-banyaknya, pergi kemanapun yang aku mau, kerja apapun yang aku suka, setidaknya aku benar-benar bebas sebelum aku menikah. Sekarang... entahlah. Kata mama, kalau aku tidak menikah weekend ini juga, aku dan Bastian tidak akan kembali ke Perth untuk melanjutkan kuliah kami", jelas Adelia lemah.
"Berarti setelah selesai resepsi pernikahan, kalian akan kembalike Perth?", tanya Jasmina. Adelia mengangguk.
"Ya, secepatnya. Perkuliahan kami masih berjalan. Gak seperti kuliah di Indonesia yang bisa bolos-bolos begitu aja. Banyak tugas yang menanti disana", kata Adelia lagi.
"Kalian akan tinggal bersama?", tanya Rania. Adelia melotot dan mengibas-ngibaskan tangannya.
"Oh tidak- tidak tidak. Kami tinggal di asrama, di flat yang berbeda. Kami sudah bayar asrama per semester di depan. Hemmm aku kayaknya harus bikin perjanjian dengan Bastian. Setidaknya sampai kuliah kami selesai, aku mau tetap tinggal di flat aku sendiri", kata Adelia sambil melipat tangannya.
"Ah yang bener aja. Namanya aja sudah nikah. Pasti donk mau sama-sama terus. Kayak Jasmina nih, baru juga tunangan, langsung gak mau pisah. Padahal tadinya selama bertahun-tahun mereka santai aja tuh jarak jauh,", ejek Rania ke arah Jasmina.
"Whattt kamu tunangan sama siapa Jas?, tanya Adelia antusias. Ia belum pernah mendengar kalau Jasmina punya pacar. Padahal ia dulu getol sekali menjodohkan Jason dengan Jasmina. Jas and Jas. Get it?
"Ama abang dieee ini", kata Jasmina sambil menunjuk Rania dengan bibir tipisnya, seakan-akan bibir itu bisa membentuk tanda panah.
"What? Kok bisa?", tanya Adelia tergelak.
"Abang gue itu, temen SMA Jasmina. Rumah kita tuh sebelah-sebelahan lagi. Jadi ya gitu, cinta lokasi, terpaksa", kata Rania sambil mencibir ke arah Jasmina. Gadis itu tersipu malu.
"Jadi ala bisa karena biasa. Jadi cinta karena sering bertemu ya?", tanya Adelia. Ia berfikir dengan keras.
"Kawin paksa gak selamanya jelek kok. Buktinya banyak negara-negara yang menerapkan cara seperti ini sejak ratusan tahun yang lalu. Pada akhirnya mereka love happily ever after kok", jelas Rania.
"Perjodohan ini mungkin kamu anggap sebagai kesepakatan bisnis orangtua kalian. Tapi sesungguhnya enggak gitu loh. Mereka kan udah saling kenal lama, pasti udah paham sama keluarga masing-masing kan? Mungkin itu akan mempermudah kamu nanti setelah menjadi keluarga Bastian. Kalian akan lebih gampang berkomunikasi dan saling mengerti", jelas Jasmina.
"Your mom thinks Bastian itu cowok yang baik dan cocok untuk kamu. Gitu juga dengan Bastian's mom berfikir pasti kamu adalah cewek yang baik dan cocok untuk Bastian. Jadi mereka berfikir, kalian yang baik ini, akan cocok bersama. Simpel kan?", jawab Rania.
"Lagian mengenal dia setelah menikah itu uuuhhhh misterius you know. Pasti menarik sekali. Seperti di novel-novel gitu", kata Rania lagi dengan senyum nakalnya. Membuat Adelia dan Jasmina menatapnya dengan ngeri tapi geli.
"Iya sih, makanya aku gak sepenuhnya menolak. Dulu memang aku benci banget sama Bastian, karena tau kami di jodohkan. Tapi setelah kami sama-sama kuliah di Curtin dan tinggal di kompleks asrama yang sama, mau tidak mau kami jadi lebih kenal satu sama lain. He's not that bad ternyata. Dia baik dan perhatian juga, walau kadang dingin gitu", jelas Adelia.
"Nahhh bagus donk. Setelah nikah, kalian kan bisa pacaran", kata Rania.
"Tapi dia masih punya pacar", kata Adelia lagi. Hal itu membuat Jasmina dan Rania terbelalak!
"Whattt! Jadi gimana donk?", tanya mereka serempak.
"Aku tadinya juga punya pacar. Punya selingkuhan juga malah. Tapi semua udah putus. Tadinya aku malah mau cari pacar lagi. Aku mau coba pacaran ama bule.", kata Adelia santai. Jasmina dan Rania mendadak mengalami kekakuan bibir. Adelia tersenyum geli.
"Aku Cuma gak menyangka, ini tidak hanya akan menjadi kawin paksa, tapi juga kawin kilat. Aku selalu bermimpi merencanakan pernikahan impian ala Cinderella bersama orang yang aku cintai dengan perasaan berbunga-bunga. Lah ini, malah ngerepotin perusahaan dan kesannya grabak – grubuk begini. Satu-satunya yang bisa aku pilih hanyalah gaun pernikahan ini", kata Adelia lemah sambil memendarkan tatapannya menyapu butik itu.
"Dan Lingerie untuk malam pengantin", kata Rania santai. Kontan Jasmina dan Adelia menatap Rania dengan penuh kengerian.
"What? Apa aku salah? Kalian akan melakukan malam pengantin kan setelah resepsi? Aku lihat di list, kalau kita menyewa sebuah honeymoon suite untuk 2 malam. Di malam pernikahan dan sehari setelahnya. Kamu kira ini untuk rapat panitia? Jelas bukan!", kata Rania nakal sambil mengangkat-angkat alis matanya yang membuat Adelia semakin panik. Ia menatap Jasmina dan Rania secara bergantian.
"Tidak tidak tidak. Aku gak mau. Aku belum siap. Gimana ini Jasmina? Pernikahan ini saja terlalu cepat, apalagi malam pengantin!", katanya panik.
"Begini aja Del, kayak di novel-novel gitu loh. Jadi kamu bikin perjanjian dengan dia. No malam pengantin sekarang, kalian tetap akan tinggal di asrama berbeda, dan akan menjalani hari-hari sebagai seorang pacar aja dulu disana. Nanti setelah kalian lulus, baru deh hidup sebagai pasangan suami istri.", usul Jasmina. Adelia mengangguk-angguk.
"Nah iya bener. Yang penting tidak mengganggu kebebasan kamu untuk kuliah dan berteman. Jadi kayak pacaran aja gitu", Rania mendukung ide Jasmina. Adelia kembali mengangguk-angguk.
"Tapi kalo mama papa tau gimana?", tanya Adelia. Rania dan Jasmina kontan memasang muka malas.
"Ya jangan kasih tau donk! Bikin perjanjian sama Bastian. Pasti cowok itu setuju! Apa menurut kamu dia pengen buru-buru nikah?", tanya Jasmina. Adelia menggeleng.
"Dia juga kesel sih…" jawabnya.
"Nah ya udah pas lah kalo gitu. Kalo bisa bikin peraturan hitam di atas putih", kata Rania sok bijak. Adelia mengangguk-angguk. Benar juga ya.
"Thanks ya kalian, aku jadi lebih tenang sekarang. Aku tadi bener-bener mikir, ini udah akhir dunia deh. Tapi sekarang ada solusi. Aku tetep bisa kuliah, tetep bisa have fun disana, dan gak bikin mama papa marah", kata Adelia lega.
"Iya, siapa tau setelah kalian pacaran, kalian bisa saling jatuh cinta beneran", kata Jasmina. Adelia menggeleng.
"Entahlah, aku sih ragu. Segala sesuatu yang dipaksakan, sepertinya susah untuk bertahan. Aku aja enggak tahu, sampai kapan pernikahan ini bisa bertahan. Yang penting kami pernah menikah, bukan?", tanya Adelia. Rania dan Jasmina langsung memandang gadis itu dengan panik. Apakah secepat itu Adelia sudah memikirkan tentang perceraian?
"Huss don't say that.", Rania menghardiknya. Jasmina pun menunjukkan tampang tidak setuju. Ia teringat kembali pacaran paksanya dengan Bagas. Di awal-awal ia memang merasa terpaksa dan tersiksa. Namun ketika ia berusaha untuk menerima dan santai, ia justru merasa ada benih-benih asmara yang tumbuh melihat perhatian dan kesungguhan Bagas. Mungkin saja bila tidak ada Miko dan Devon…
"Adelia, selama ini mungkin kamu menganggapnya seperti seorang musuh, karena kalian di jodohkan. Tapi coba kamu anggap dia sebagai seorang teman dulu. Be friends with him. Temani hari-harinya, beri perhatian layaknya seorang teman. Ketika kalian sudah merasa nyaman, jadikan ia sahabat. Jadikan ia tempat pertama untuk keluh kesahmu, jadikan ia pertama yang membantumu, dan jadikan dirimu yang pertama membantu kesusahannya.", kata Jasmina dengan lembut sambil menyentuh pundak Adelia.
"Aku yakin, lama kelamaan kalian akan merasa saling membutuhkan, saling memberi perhatian, saling mengisi, dan akhirnya saling menyayangi. Kalian harus kompak menjalani masalah-masalah, dimulai dengan masalah ini. Jangan saling menyalahkan, jangan saling berdiam diri, mulailah berbicara strategis dengannya. Utarakan keinginan kamu, dengarkan keinginan dia. Coba samakan frekuensi. Aku yakin, lama kelamaan kalian akan jadi pasangan yang ….yang….yang apa ya…ya yang sesuai dengan keinginan kalian lah…",
"Dan saling mencintai. The end", potong Rania sambil tersenyum jahil. Adelia dan Jasmina tersenyum geli menatap gadis bule itu.
Tidak berapa lama, Bastian yang menggunakan Jas tuxedo lengkap, berjalan pelan ke arah gadis-gadis itu. Sepertinya ia ingin meminta pendapat mereka akan pakaian yang akan digunakannya pada saat resepsi. Aura ketampanannya semakin menjadi-jadi, yang membuat ketiga gadis itu terpana dan sesak nafas.
"Adelia, you are one lucky bit***", seru Rania sambil menahan air liurnya keluar. Adelia dan Jasmina kontan tertawa terbahak-bahak.