"Bagas! Ngapain kamu disini?", tanya Jasmina sambil berdiri. Ia benar-benar shock sampai melepaskan genggaman tangan Devon dan panik menatap Bagas. Devon merasa perlakuan Jasmina terlalu berlebihan. Seakan-akan selama ini Jasmina sudah sering bertemu dengan cowok itu, dan menyembunyikannya dari Devon. Dan hari ini, adalah kesialan Jasmina karena terpergok oleh Devon. Benarkah begitu?
"Loh, kok kamu kaget? Kan kita ada janji mau makan siang bareng!", seru Bagas sambil berjalan pelan ke arah Jasmina, Rania dan Devon. Hampir seisi kantin menatapnya dengan kekaguman, terutama karyawan wanita. Tidak tua, tidak muda, tidak pemilik warung, semua menatapnya seakan-akan aktor korea sedang syuting di foodcourt.
Seperti biasa, ada aura mistis yang selalu terpancar di sekitar cowok itu sejak jaman dahulu kala. Dengan setelan jas rapi berwarna biru tua, kemeja putih dengan kancing manset yang berkilau, rambut berpotongan persis Cha Eun Woo andalannya, hidung mancung dan bibir pink yang memanglingkan. Seakan tahu ia tampan, Bagas selau tahu bagaimana cara berjalan anggun, melirik, tersenyum, berpose hingga dapat menggetarkan lawan bicaranya. Apalagi bila mereka adalah perempuan. Tidak muda, tidak tua, tidak single, semuanya pasti terpana.
"Hah! Kapan kita aja janji!", tanya Jasmina panic sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Saat ini ia hanya berani melihat Devon sekilas-sekilas. Pacarnya itu sekarang berdiri tegak, melirik tajam ke arah Bagas dan Jasmina secara bergantian. Rania yang juga kaget, menutup mulutnya dengan tangannya sambil berusaha menahan tawa.
"Kenapa Jasmina dan Devon selalu malang begini ya setelah bertunangan? Adaaaa saja masalah yang datang", gumam Rania. Ia pun akhirnya tidak perduli, dan mulai menyantap nasi goreng pesanannya. Memikirkan percintaan orang lain terlalu melelahkan, padahal kerjaannya sendiri sudah bikin ia depresi.
"Kamu udah janji. Kamu bahkan sudah mengirimkan lamaranmu Jaz, kok kamu bisa lupa sih?", jawab Bagas lagi sambil akhirnya duduk di samping Devon, menghadap Jasmina. Kontan aura marah dan kebencian keluar dari arah Devon. Namun cowok itu berusaha kalem dan mengharapkan penjelasan yang logis dari Jasmina. Seperti janjinya kepada Jasmina tadi, ia akan berusaha menjadi pacar LDR yang baik: akan berusaha meminimalisir kesalah pahaman.
"Lamaran apa? Lamaran kerja?", tanya Jasmina makin bingung.
"Ya lamaran lah, kita bahkan udah janji untuk nge-date Jum'at malam ini. Lupa?", tanya Bagas lagi sambil mengibaskan jasnya, melipat kakinya dan membuat duduknya lebih nyaman. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Devon. Walau lebih ganteng, saat ini kondisi Devon memang tidak sekeren Bagas. Ia lebih terlihat seperti asisten sang Ketua OSIS bila mereka bersanding berdua seperti ini.
"Hai Devon? Apa kegiatanmu sekarang? Masih ngabisin uang orang tua?", tanyanya sambil tersenyum terkekeh. Devon tidak menanggapi ocehan receh Bagas.
"Ngabisin orang tua yang dimaksud disini adalah kuliah loh. Dia sedang kuliah kedokteran agar bisa mengabdi ke masyarakat. Pekerjaan mulia, tauuuu", Kata Jasmina membela Devon sambil mengambil salah satu nasi goreng yang di pesan Rania. Ia menyodorkan satu paket dimsum kepada Bagas. Ia ingat kalau cowok itu menyukai makanan kukusan itu. Bagas menerimanya dengan sukacita, yang diiringi oleh pandangan sinis Devon.
"Oh, calon dokter toh. Hemm not bad.", katanya sambil mulai mencomot dimsum itu.
"Gimana kabar Sharon?", tanya Jasmina. Ia ingin menggiring pikiran Devon agar yakin kalau Jasmina selama ini tidak ada hubungan apa-apa dengan Bagas.
"Ya kamu taulah dia...", jawab Bagas dengan mulut setengah penuh.
"Apa? Aku gak tau apa-apa soal dia. Kan kamu pacarnya!", kata Jasmina emosi sambil menyuapi dirinya dengan nasi goreng. Bagas tidak terima dikatakan sebagai pacar Sharon.
"Enak aja pacar gue, dari dulu kamu juga tau kami uda putus. Aku putus ama dia demi kamu Jazzz", ralat Bagas. Jasmina mengangkat-angkat bahunya.
"Bodoh amat, bukan urusanku", kata Jasmina sambil terus memasukkan nasi goreng ke mulutnya. Sekilas ia menatap Devon. Cowok itu belum juga menyentuh nasi gorengnya.
"Jadi kalian sering ketemuan?", tanya Devon curiga
"Enggak!", kata Jasmina
"Iya", jawab Bagas serempak dengan Jasmina. Perkataan tidak singkron mereka membuat Rania tergelak.
"Ini menariikkk sekali. Tapi sayang aku harus pergi. Ok good luck Devon. Apapun yang terjadi kalau mau berantem, jangan di sini. Malu aku tuh", kata gadis itu sambil berlalu dengan senyum nakalnya. Devon memicingkan matanya dengan kesal menatap adik semata wayangnya itu. Disaat seperti ini, kok dia ogah membantu sih?
"Nah sampai mana kita tadi? Aku, dan Jasmina, ya, kami masih berhubungan.", kata Bagas dengan santai. Jasmina tersedak dibuatnya. Ia segera menyambar salah satu botol air mineral demi meloloskan butiran nasi yang tersangkut di tenggorokannya.
"Uhukuk uhukkk... bohong Devon. Bohonggg. Sumpah, ini pertama kali aku ketemu sama Bagas sejak kawinan anak bu RT 3 tahun lalu. Kamu bahkan ada di sana juga kan? Nah itu tuuuu ituuu terakhir kali aku liat kamu Bagas. Itu pun kita gak ngobrol. Kamu terlalu sibuk benci sama aku kayaknya", kata Jasmina sambil mengepalkan tangannya di atas meja.
"Benci dan cinta itu cuma dilapisi selaput tipis Jaz…", kata Bagas santai sambil memberikan senyuman cassanovanya. Jasmina meradang, apalagi Devon. Ia kehilangan nafsu makannya sekarang. Makanan itu hanya ia aduk-aduk bak semen.
"Tapi aku gak cinta sama kamu Bagassss, benci iyaaaa", jawab Jasmina ketus.
"Tapi dulu kamu cint....", Bagas hendak mengatakan sesuatu.
"Enggak pernah yaaaa, kita cuma pacaran pura-pura demi Sharon Stones kamu itu",
"Sharon Miles", kata Devon dan Bagas secara bersamaan. Ya iyalah semua orang juga tau namanya Sharon Miles. Jasmina kan tadi cuma becanda.
"Ya Whatever lah itu, intinya, kita itu gak ada apa-apa Bagas.", kata Jasmina tegas. Ketika akhirnya senyap setelah 10 detik, ia kembali berkonsentrasi dengan makananya.
"Ayo Devon dimakan, kamu pasti capek nyetir dari Bandung DEMI BERTEMU AKU KAN?", kata Jasmina dengan senyum indah, menekankan agar Bagas paham bagaimana harmonisnya hubungan Devon dan Jasmina. Jasmina menyentuh tangan Devon dengan lembut. Ingin rasanya Devon menghempaskan tangan itu karena saat ini ia masih cemburu dan butuh penjelasan logis. Tapi ia juga gengsi melakukannya di depan Bagas.
Devon mengangguk-angguk pelan sambil mencoba memakan sesuap dua suap nasi goreng itu. Bagas saat ini sudah menghabiskan 4 butir dimsum itu.
"Jadi kapan kalian menikah?", tanya Bagas sinis sambil menggerakkan telunjukkan beruang-ulang kearah Jasmina dan Devon. Cihh sombong sekali. Jasmina mendongakkan wajahnya ke arah Bagas.
"SE GE RA", katanya singkat dan kembali mencoba menghabiskan nasi goreng yang tersisa. Bagas mengangguk-angguk berpura-pura paham.
"Tapi bapak ini masih kuliah...bukan?"
"Iya tunggu sampai dia selesai kuliah lahhhh"
"Berarti gak segera donk…"
"Ya segera itu pengertiannya bisa kapan aja Bagas. Lagian kamu pikir menikah itu bisa sim salabim abra kadarbra tiba-tiba nikah gitu hahhhh….?", sewot Jasmina.
"Kak Gading tiba-tiba nikah sebulan setelah tunangan...", sahut Bagas dengan senyum jahil. Ia merekatkan kesepuluh jari-jarinya dan meletakkannya di pahanya yang sudah terlipat.
"Ya kak Gading bedaaaaaaa", jawab Jasmina frustasi.
"Apa bedanya sama kamu donk?" tanya Bagas lagi dengan usil. Ia sengaja ingin mempermainkan psikologis Jasmina. Melihat Devon yang tidak bereaksi, Bagas dapat menyimpulkan sesungguhnya hubungan Jasmina dan Devon tidaklah sekokoh yang ia kira.
"Ya kita masih sibuk, Devon masih mau nyelesaikan koas, aku juga sedang sibuk-sibuknya...",
"Bukannya kak Gading justru menikah pas dia koas? Istrinya bahkan masih kuliah...kalau masalah kerjaan Jas, itu mah gak bakal ada habis-habisnyaaaa", balas Bagas lagi dengan senyum kemenangan.
"Lahhh, jadi kamu maunya gimana? AKu sama Devon ke KUA dan nikah hari iniii???", tanya Jasmina frustasi.
"Hemmm, apa kamu berani Dev? Aku tantangin nih kamu nikahin Jasmina hari ini juga", kata Bagas dengan Jahil. Devon terpancing. Ia yang sejak tadi berusaha menghabiskan makananya, tiba-tiba berhenti dan meminum es teh manis di hadapannya. Ia siap untuk berbicara.
"Kita mutusin mau nikah hari ini di KUA atau beberapa bulan lagi dengan persiapan yang matang, adalah urusan kami Gas. Gak ada dan gak perlu minta ijin sama kamu", kata Devon dengan tenang.
"Ya aku gak mau aja Jasmina di telantarkan lagi", kata Bagas santai.
"Emang aku anak anjing? Kapan aku di telantarkan?", tanya Jasmina sewot.
"Kamu makin cantik Jaz…apalagi kalo sambil sewot begitu…", kata Bagas sambil menopangkan wajahnya pada salah satu tangannya.
"Gak nanyaaa", jawab Jasmina
"Kalo kamu ditelantarkan juga enggak apa-apa, aku mau kok mungut kamu...", kata Bagas santuy.
"Karena sekarang aku cantik?", tanya Jasmina acuh.
"Kamu selalu cantik sih…dimataku…hahahahaha…". Bagas sangat menikmati menggoda pasangan itu hari ini. Memorinya kembali ke saat dimana ia dan Bagas berkelahi untuk memperebutkan Jasmina. Hari ini, Devon terlihat cukup dewasa dan tidak terpancing. Ia sabar atau bego sih?
"Huh frustasi aku ngomong ama kamu Bagas. Ya sudah, aku sibuk banget hari ini. Ayo Devon, habisin makanan kamu. Aku mau bawa kamu keatas, biar aku bisa pamerin kamu.", kata Jasmina sambil menggoyang-goyangkan tangan Devon dengan sok mesra. Devon akhirnya mengakhiri makannya dengan cepat dan menghabiskan minumannya. Mereka berdua berdiri dan meninggalkan kantin.
"Ikutttt", kata Bagas sambil mengekori mereka berdua. Sekarang mereka sudah berada di luar kantin dan segera menuju lift untuk naik ke atas.
"Ihhh, ngapain sih kamu ikut-ikut terus? Sana pergi!", usir Jasmina sambil memberikan gesture pengusiran terhadap Bagas. Cowok itu hanya tertawa, namun tetap mengikuti pasangan yang dimabuk asmara itu.
Jasmina akhirnya merangkul lengan Devon dengan mesra dan menuntunnya ke dalam lift. Sesungguhnya ia sekarang tidak berani menatap wajah cowok itu. Ini untuk pertama kalinya Jasmina berinisiatif untuk menggandengnya seperti ini. Awalnya ia hanya ingin memanasi Bagas, tapi sebenarnya ia juga doyan. Sejenak ia lupa bila ia sedang berada di area tempat kerjanya. Pasti setelah ini, rekan-rekan kerjanya akan mulai begosip. Baguslah! Selama ini mereka tidak percaya bila seorang Jasmina yang super sibuk, masih sempat punya pacar.
Devon yang juga merasakan hal yang sama, bergerak kikuk. Ia tidak tahu apakah ia harus membiarkan tangan yang satu lagi melayang begitu saja, atau turut memegang pelukan tangan Jasmina. Tapi, nanti terlihat seperti pasangan yang akan berjalan di pelaminan bukan? Terlalu berlebihan? Ah entahlah, Ini…ehhmm … sesuatu yang baru bagi mereka berdua.
Di dalam lift, Devon menurunkan pelukan tangan Jasmina, dan menggantinya dengan genggaman yang kokoh pada kedua tangan mereka. Devon perlu merasakan hangatnya tangan gadis itu, agar dapat menentramkan hatinya. Ia kembali lagi ketujuan awal ia ke sini. Ia ingin meminimalisir perselisihan dan salah paham diantara mereka berdua, agar perjalanan menuju hari H berjalan lancar. Miko, Suster, Bagas atau siapapun itu, harusnya hanya akan menjadi kerikil-kerikil tidak penting. Saat ini ia juga grogi akan bertemu dengan rekan-rekan Jasmina.
"Devon, kita udah sampe di lantai aku. Yukkk", kata Jasmina sambil menuntun Devon memasuki kantornya. Ia melepaskan genggaman tangan mereka, karena ia berusaha menjaga imejnya. Ia tersenyum hangat ke arah Devon, meminta pengertiannya. Devon paham dan ikut tersenyum. Tidak perlu selalu berpegangan. Mereka bukan anak SMA. Ingat itu!
"Ghea, Mira, Santy, sini bentar deh. Kenalin donk, ini Devon. Pacarku… eh maksudnya, tunangan aku…", kata Jasmina malu-malu. Devon pun tersenyum ke arah 3 gadis itu sambil menyodorkan tangannya yang besar.
"Kenalin, saya Devon", katanya ramah. Kontan ketiga gadis itu sumringah dan memancarkan senyum genit ke arah Devon.
"Ya ampun Mbak Jasmina pinter aja milih pacar. Cakep banget kayak bule gini. Nemu dimana mbak?", kata Mira yang tidak mampu menyembunyikan kekagumannya.
"Mbak, kenalin lagi donk sama yang model kayak gini", kata Ghea sambil menempelkan telunjuknya di pipinya, dan mulai tersenyum nakal ke arah Devon.
"Lah itu siapa mbak, yang dibelakang pacar mbak", tanya Santy sambil menunjuk ke arah Bagas yang sejak tadi tidak berhenti mengekori Jasmina dan Devon. Langsung Bagas bak artis yang disorot lampu 3000 watt, muncul berdiri disamping Devon. Seakan siap untuk di banding-bandingkan.
"Kenalin…nama saya Bagas Pramudya. Saya bekas pacar Jasmina", jawabnya tegas sambil menyodorkan tangannya kea rah 3 gadis itu. Kontan ketiga gadis itu berteriak histerissss! Jasmina dan Devon kontan saling berpandangan dengan tatapan frustasi.
"Ihhh mbak Jasmina kok semua diborong sihhh", pekik Ghea.
"Ada apa ini ribut-ribut?", tiba-tiba Jason, atasan Jasmina muncul yang membuat 3 rekan onar Jasmina kabur ke segala arah.
"Oh Hi Jaze, kenalin ini Devon. Dia ini tunanganku. Dia juga abangnya Rania Burnwood yang dari divisi krisis manajemen. Lagi main kesini, nganter ehmm sesuatu tadi", dusta Jasmina kepada atasannya.
"Oh halo Devon, apa kabar?", Jason menjabat tangan Devon. Pacar Jasmina itu menyambutnya dengan ramah. Ia sudah sering mendengar tentang Jason dari Rania. Cowok ini salah satu yang sering menjadi bahan kekuatiran dan kecemburuan Devon. Melihatnya secara langsung, membuat Devon lebih kuatir lagi. Jason sungguh sosok pria (ya pria, bukan cowok) yang ganteng, berwibawa dan juga matang. Kulitnya yang mulus agak kecoklatan, badan yang tinggi tegap dan potongan rambut yang heitss, membuat ia terlihat fantastis. Inikan sosok yang selalu Jasmina pandangi SETIAP HARI?
"Ohh, jadi kamu udah ketemu sama perwakilan dari Akuntan Publik Adnan & Abraham yah. Baguslah. Dimana tadi kalian makan siang?", tanya Jason.
Jasmina kontan melompat dengan kaget. Itu dia! Itu hal yang Jasmina lupakan hari ini, membuat janji dengan perwakilan dari kantor akuntan publik itu untuk makan siang dan membicarakan proposal yang sudah ia kirimkan! Jasmina mengetuk-ngetuk kepalanya dengan dua tangannya.
"Ya ampun Jason! Maaf aku lupa banget! Aku …aku… tadi agak kewalahan setelah bikin laporan dan baca-baca proposal. Maaf banget. Setelah ini aku akan handle deh. Janji!", Jasmina memohon kepada atasannya itu.
Jason memberikan tatapan bingung kepada Jasmina. Apakah gadis ini terlalu dimabuk cinta hingga ia menjadi buta?
"Loh, pak Bagas inilah perwakilan dari Adnan & Abraham. Jadi kalian belum membicarakan proposal (lamaran) untuk acara kita Jum'at malam besok?", tanya Jason.
Janji Makan siang. Proposal (lamaran). Kencan Jum'at malam.
Jasmina kontan melirik ke arah Bagas dengan tatapan murka. Devon yang akhirnya paham, mencoba sekuat tenaga untuk tidak tertawa. Ia menundukkan wajahnya dan menutup mulutnya dengan genggaman tangannya. Bagas dengan santuy mengangguk-angguk dan tersenyum ramah menjabat tangan Jason.
-----------------------
Jasmina mengantarkan Devon menuju mobil pinjaman dari dosennya itu. Setelah menyadari salah paham yang disebabkan oleh Bagas, Jasmina dan Devon berjalan dengan sepi dari mereka menuruni lift, sampai ke tempat parkir.
"Bikin repot aja tuh si Bagas. Devon, kamu harus inget ya, akuuuuu tidaaakkk adaaaa hubungan apa-apa dengan cecunguk itu. Paham?", pinta Jasmina. Devon mengangguk-angguk sambil tersenyum. Ia masih geli bisa memikirkan cara Bagas mengerjai Jasmina tadi. Sesungguhnya, Devon pun hampir terpancing.
"Yang penting, mulai sekarang, pliss Devon, Percaya sama aku, dan aku juga akan berusaha untuk percaya sama kamu. Makanya kamu selalu donk, ceritain siapa temen-temen kamu, mau cewek mau cowok kamu cerita donk biar aku mencoba buat ngerti", kata Jasmina.
"Bener ya, kamu janji gak pake acara matiin HP berjam-jam dan gak bales pesan aku lagi…", pinta Devon. Jasmina mengangguk, tapi menyilangkan 2 jari di belakang punggungnya. Gak janji ya…
"Ok aku janji", katanya sambil mengangguk dan akhirnya memegang kedua tangan Devon dengan sedih. Ini adalah saatnya berpisah. Tiba-tiba Jasmina menjadi sangat sedih.
"Aku ada oleh-oleh untuk kamu di mobil. Sini deh…", kata Devon menuntun Jasmina kearah mobil pinjaman itu. Devon duduk di kursi kemudi, dan melongok ke bagian belakang mobil. Jasmina melompat-lompat antusias. Baru kali ini cowok itu membawakannya oleh-oleh dari Bandung. Ia berdiri disamping kursi pengemudi dan mencoba mengintip ke arah kursi belakang.
"Devon….kamu bawain apa untuk aku?", tanya Jasmina.
Cowok itu terus mencoba mencari sesuatu di belakang. Seketika, ia berbalik menghadap Jasmina, dan menarik tangan gadis itu dengan paksa kearah dalam mobil. Jasmina terkejut, dan tanpa ia sadari, ia tengah membungkuk dengan seluruh kepalanya di dalam mobil. Jarak antara wajahnya dan wajah Devon hanya tinggal 5 cm. Mata mereka bertatapan. Tiba-tiba, seluruh dunia terasa hening. Sangkin heningnya, Devon dan Jasmina dapat mendengar denyut jantung mereka masing-masing.
Devon dengan cepat meletakkan tangannya di tengkuk Jasmina sehingga ia dapat mendorong wajahnya lebih dekat. Dalam sekejab, bibir mereka sudah bersatu. Kecupan-kecupan pelan Devon daratkan di bibir lembut Jasmina sambil terus menatap wajah gadis itu. Jasmina tidak sanggup membuka matanya. Ia terlalu malu dan kaget.
Ketika kecupan itu berhenti, Jasmina membuka matanya dengan malu-malu. Devon tengah menatap matanya dengan lembut. Tidak ada pergerakan yang terjadi lagi, mereka hanya saling menatap dengan jarak yang begitu dekat.
"Cium aku lagi Devon", pekik Jasmina dalam hati. Namun Devon tentu saja tidak bisa mendengarnya.
"Devon kenapa berhenti, waktu kita tidak banyak! Cium aku lagi lagi dan lagi! Sekarang justru sangat menyiksa!!!", pekik Jasmina kembali dalam hati. Nafasnya mulai memburu, dan tangan kanannya mencengkeram pintu mobil, sedangkan tangan kirinya mencengkeram dudukan kursi mobil. Ia mencoba untuk tidak lemas.
Ketika Jasmina menyadari bahwa Devon tidak mencoba untuk menciumnya lagi, Jasmina memindahkan kedua tangannya ke rahang Devon, dan merekatkan kembali bibir mereka. Kali ini Jasmina melahap bibir lembut Devon seakan-akan ia marshmellow yang manis dan lembut. Ia gigit dengan lembut bibir bawa Devon, dan dengan berani menghisap lembut bibir atasnya. Sebodoh amat dengan rasa malu, canggung, gengsi. Ia butuh kasih sayang ini untuk meyakinkannya akan banyak hal.
Devon yang terkejut dengan inisiatif Jasmina, menyambutnya dengan antusias. Ia ikut berpartisipasi dengan mencoba memainkan lidahnya. Ia sapu bibir dalam Jasmina sambil ikut mengigit dan menghisap pelan bibir ranum itu. Di sela-sela pagutan itu, terdengar desahan nafas mereka yang berjuang mencoba mengambil oksigen. Sepertinya memang mereka belum ahli. Jasmina merupakan ciumannya yang pertama, dan ia selalu ragu apakah yang ia lakukan sudah benar. Ingin rasanya ia bertanya kepada Jasmina apakah tehniknya sudah bagus, apakah ada preferensi Jasmina untuk sebuah ciuman? Tapi bukankah bertanya begitu sangat memalukan? Seperti anak SMA saja!
Setelah memagut-magut untuk beberapa menit, Jasmina sudah mulai merasakan pegal di bagian punggung dan pinggang karena membungkuk terlalu lama. Devon menghentikan ciuman itu dengan lembut sambil membelai pipi gadis itu.
"Suka dengan oleh-oleh aku?", tanya Devon kaku. Cowok itu bertanya dengan malu, dan langsung merapatkan bibirnya yang sekarang berwarna merah marun. Bengkak dan basah. Begitu juga dengan bibir Jasmina. Lipstiknya memang sudah luruh akibat makan siang. Tapi sekarang bibir itu bengkak seperti di sengat tawon. Tawon yang nakal.
"Suka... Suka banget. Bisa gak oleh-oleh itu dikirim tiap minggu ke rumahku?", tanya Jasmina mencoba menggombal. Keduanya akhirnya terkikir sambil memandang kebawah.
"Gak bisa dikirim. Tapi aku janji, setiap ketemu, oleh-olehnya…akan jadi lebih ahli", kata Devon canggung yang langsung merapatkan kembali bibir merahnya. Devon kuatir bila bibirnya terbuka lebih lama, akan lebih banyak kata-kata mesum yang bisa terucap.
"Baiklah… jangan berlatih dengan orang lain ya", kata Jasmina sambil mencubit perut berotot Devon. Cowok itu mengaduh pelan, namun itu membuat dirinya kembali menarik Jasmina ke dalam ciumannya. Sekarang ciuman itu lebih panas dari sebelumnya.
"Jasmina…rasanya aku gk bisa kembali ke Bandung bila kita seperti ini terus…", bisik Devon. Jasmina tersenyum malu. Ternyata perselisihan yang selama ini selalu mereka hindari, membawa hikmah yang dalam. Mereka menjadi belajar untuk saling mengenal satu sama lain, belajar untuk menghadapi permasalahan sampai memperlihatkan sisi lain dari diri kita. Jasmina sungguh tidak menyangka bisa melihat sisi ehheemm… nakal Devon seperti ini. "Oh, rasanya tidak sabar untuk segera menikah!", gumam Jasmina.