Untuk pertama kalinya sejak 2 minggu ini, Jasmina tidak perduli untuk membuka HP miliknya sejak ia bangun dari tidurnya. Dengan penuh antusiasme dan sedikit emosi, Jasmina segera bersiap-siap berangkat ke kantor bersama Rania. Setelah kerjasama dengan pihak Intan Hijau Land selesai, ada setumpuk pekerjaan yang harus segera ia selesaikan. Tentu saja, Jasmina tidak ada waktu untuk melihat HP miliknya. Benar kan?
"Devon dari tadi telfonin aku, kira-kira ada apa ya?", tanya Rania sambil memasukkan 3 butir permen karet kemulutnya. Jasmina mendehem dengan penuh sarkasme, sambil menginjakkan gas agar mobilnya melaju dengan lebih kencang...secara tiba-tiba.
"Awwwww, mau bunuh diri Jasmina? Jangan ajak aku. Ajak Devon aja. Aku belum menikah", kata gadis itu sambil masih membuka-buka majalah keuangan berbahasa inggris dan mengunyah permen karet.
"Kenapa gak diangkat telfon abang lu?", tanya Jasmina penasaran. Yaaaa hanya ingin tahu, cowok itu mau cerita apaaa dengan Rania. Berhubung sejak pukul 11:20 tadi malam, Jasmina belum menyalakan HP miliknya.
"Ih males aja pagi-pagi uda denger omelan dia. Kalau dia telfon aku, keinginan dia itu random. Males bangettttt. Pagi-pagi aku mau meditate dulu", kata gadis setengah bule itu. Jasmina mengangguk-angguk. Sama donk.
"Kita kerjain dia yuk....jangan angkat telfonnyaaaa", bisik Jasmina kepada Rania. Gadis itu mendelik ke arah Jasmina, tapi dia setuju. Dia memberikan jempolnya. Berkurang satu gangguannya hari ini.
---------------------------
"Jasmina, jangan lupa hari Jum'at ini kita harus setting table untuk annual dinner Akuntan publik Adnan & Abraham ya", Jason sang atasan mengingatkan. Jasmina mengangguk-angguk.
"Kok aku kayak pernah dengar ya nama perusahaan itu", kata Jasmina mencoba mengingat-ingat. Jason langsung memberikan tatapan malas dan mata yang sayu.
"Helloooowww… Adnan itu nama suami ibu Cecilia. Cecilia Adnan. Got it?", jelas Jason. Jasmina kontan menepuk dahinya. Benar juga. Wah ini proyek murah meriah tapi harus bagus karena proyeknya si boss ini. Tapi bagaimanapun, akuntan public A&A itu cukup terkenal dan disegani. Apalagi mereka memiliki klien-klien potensial yang bisa Jasmina garap.
"Ok siap Jaze", kata Jasmina sambil memberikan hormat kecil. Jason mengangguk. Ia tahu selalu bisa mengandalkan Jasmina sejak gadis itu masih magang di kantor itu bersama Adelia Adnan, putri Cecilia.
"Make sure ambil tim yang solid dan cantik-cantik ya. Banyak akuntan-akuntan cakep nih. Siapa tau pada mau cuci mata", kata Jason sambil mengangkat-angkat alisnya. Jasmina memiringkan bibirnya tanda nyinyir. Siapa juga yang mau pacaran sama akuntan publik. Literally, mereka itu bangun dan tidur di depan laptop, di dalam kantor. Nyaris tidak punya kehidupan.
Bagaimana dokter? Apakah lebih parah? Hemm ngomong-ngomong soal dokter, mungkin sudah saatnya Jasmina menghidupkan hape miliknya. Baiklah.
"Drrrttt Drrrtttt.... Drrrttt Drrttt....Drrtttt Drrrttt", seribuan pesan masuk dari berbagai grup dan personal. Termasuk Devon. Jasmina belum ingin membuka. Sebentar. Jalan dulu ke kubikel, minum susu coklat panas, ganti sepatu hak tinggi ama sendal bulu, dan buka jas. Setelah Jasmina sudah menghidupkan laptop dan menyiapkan jiwa raganya, ia mulai membaca pesan-pesan Devon. Tumben, sudah belasan. Rekor Devon mengirim pesan WA dalam SEMINGGU.
"Jasmina, kok dimatiin", pesan pertama
"Jasmina, jangan salah paham. Itu temen satu kost aku. Aku belon pernah cerita ya kalo kost ini mix laki-laki dan perempuan?" pesan kedua
"Jasmina, kamu uda tidur?", pesan ketiga
"Selamat tidur cantik", dan seterusnya
"Selamat Pagi cantik",
"Kok hape kamu masih mati sih?",
"Sayang, kamu marah ya?",
Sebuah gambar nasi uduk dengan tempe, tahu dan teh manis hangat, dengan caption: "Ini sarapanku, mana sarapan kamu sayang?",
"Tadi aku coba telpon Rania, tapi kok gak diangkat juga? Kalian lagi lembur?",
"Jasmina sayang...",
"Kamu kalo marah ngomong aja, jangan diemin aku gini donk",
Sebuah foto sekumpulan mahasiswa kedokteran yang sedang duduk melingkar di sebuah meja. Tampak seorang dokter senior duduk di tengah-tengah mereka, dengan caption: Selesai sarapan dengan Prof Kebidanan, mau lanjut visit sama beliau. Kamu yang sehat ya sayang...
"Jasmina, I miss you...",
Jasmina membaca pesan itu satu persatu selama berulang-ulang. Ia belum mau menjawabnya. Hatinya masih kesal. Diperhatikannya mahasiswa-mahasiswa yang sepertinya satu angkatan dengan Devon. Salah satu dari mahasiswi itu adalah gadis yang masuk ke dalam kamar Devon tadi malam. Siapa gerangan dia?
------------------------
Jam makan siang sudah mendekati, dan Jasmina merasa hari ini dia lapar luar biasa. Mungkin karena pikirannya yang berkecamuk, ditambah dengan tumpukan pekerjaan yang harus ia selesaikan hari ini, membuat asam lambungnya terbang tinggi kemana-mana. Di rabanya perutnya, menahan gejolak agar ia tidak muntah atau pingsan. "Aku butuh makan besar hari ini. Setidaknya pizza, pasta dengan es coklat", gumam Jasmina.
"Jez, makan siang yuk", ajak Rania. Orang yang ingin ia hindari hari ini. Bukan apa-apa, bagaimanapun gadis ini kan adik Devon. Pasti mau gimanapun, ia akan membela sang abang. Jasmina tersenyum lirih.
"Baru mau mesen makanan ama OB, pengen makan di kubikel aja Ran, banyak kerjaan", elaknya. Tapi bukan Rania namanya, kalau tidak pakai pemaksaan. Gadis itu langsung menyambar kunci mobil Jasmina dan menyeret gadis itu keluar.
"Muka kamu tuh uda pucat gitu, kita perlu makanan yang layak", kata Rania. Jasmina hanya bisa pasrah.
Mereka akhirnya berkendara menuju salah satu restoran pizza premium. Persis seperti yang Jasmina butuhkan. Bila dihitung, ini mungkin gerai ke seratusan yang pernah ia masuki bersama Rania dan Devon. Entah kenapa bila mereka bertiga, mereka selalu memilih pizza sebagai "comfort food".
"Aku mau lasagna, pizza keju extra keju ama coklat dingin", kata Jasmina yang membuat Rania terbelalak.
"Apa ini? Program menaikkan lemak badan?", tanya Rania sambil mengerjab-ngerjab matanya. Jasmina tersenyum segaris sambil memicingkan matanya. Ia belum ingin bercerita. Ia hanya ingin makan.
"Drrrtttt....drrrtttt", sebuah panggilan video dari Devon di HP milik Rania.
"Eerrrrgggg kenapa ini abangku gangguin mulu dari tadi. Tapi ini uda kemajuan banget dia tiba-tiba telfon aku pakai video. Baiklah kita angkat saja", kata Rania yang disambut kepanikan oleh Jasmina. Baruuuu saja ia ingin bilang JANGAN DIANGKAT kepada Rania. Terlambat sudah.
"Whattttt", tanya Rania ketika panggilan video itu tersambung.
"Jiaahh yang sopan donk sama abang sendiri. Lagi makan siang dimana? Sama siapa?", tanya Devon langsung-langsung saja.
"Makan pizza, sama Jasmina. Sepertinya dia lagi stress berat dan butuh makanan yang comfort", kata Rania asal, sambil memangku wajah cantiknya dengan salah satu tangannya.
"Mana Jasmina? Aku mau liat dia bentar donk", pinta Devon sambil mengatupkan kedua tangannya memohon kepada adiknya.
"Ehhmm ok, Jas... Jas... loh loh mana dia. Tadi ada disini kok. Mungkin lagi ke toilet", tiba-tiba Rania kehilangan Jasmina. Rania tidak tahu, ketika panggilan itu tersambung, Jasmina langsung angkat kaki seribu menuju toilet. Ia menghindari Devon. Entah kenapa. Padahal dalam teori ilmu komunikasi sendiri, sebuah masalah bila terus dihindari dan dibiarkan lebih lama, alih-alih selesai dan dilupakan, justru akan semakin besar dan runyam. Ya seperti inilah. Tapi Jasmina belum siap. Ia tidak memiliki tim sesolid Cecilia Adnan untuk membantunya. Ini masalah pribadinya.
"Rania, I need your help", kata Devon lemas.
"Errhmmm whatt...."tanya Rania lemas dan tak bersemangat, sepertinya ia sudah terlalu lapar. Devon akhirnya menceritakan versi singkat dari kejadian kemaren malam. Mulai dari "perdebatan" mereka gara-gara Miko, sampai kejadian seorang perempuan masuk begitu saja ke kamar Devon. Rania yang tadi tampak mengantuk, kontan menjadi segar dan kepo. "WOW ini menarik", gumamnya.
Ketika Jasmina sudah keluar dari toilet, seluruh makanan sudah terhidang. Tampak Rania tersenyum manis sambil menyeruput kopi dinginnya. Jasmina merasa ada yang janggal disini. Tapi sudahlah, isi perut dulu.
"Asiikk mari makan, kata Jasmina dan ia pun mulai melahap pastanya dengan membabi buta. Rania yang menyaksikan, tidak sanggup menutupi kegeliannya melihat calon kakak iparnya.
"Lapar banget kak? Santai makannya kak. Nanti choking", katanya. Jasmina yang masih melahap makanannya dengan semangat 45, tidak menghiraukan Rania. Ia terlalu emosi. HP miliknya sejak jam 12 tadi tidak berhenti bergetar. Ia sudah menduga, pastilah itu Devon mencoba dan mencoba lagi.
"Devon bilang apa?", tanya Jasmina setelah menghabiskan semangkuk lasagna dalam waktu 7 menit saja. Rania kontan tersenyum bak Joker.
"Nothing", katanya, sambil melahap salad sayur-mayur. Jasmina menggeleng asal. Saatnya Pizza. Ia langsung mengambil 2 potong pizza, menuangkan saus sambal yang banyak, dan mulai menggigitnya setelah menyeruput es coklat. Rania masih terus membiarkan Jasmina melampiaskan emosinya dengan makanan. Ya biarlah, nanti kalau perutnya sudah penuh, baru diajak bicara.
Setelah 2 potong pizza itu habis, Jasmina memberanikan diri membuka HP miliknya.
12 panggilan tidak terjawab dari Devon
"Jasmina, jawab aku donk, aku mau bicara",
"Jasmina, kamu udah makan siang?",
Sebuah foto nasi timbel lengkap dengan ayam bakar dan timun potong, dan disebelahnya ada segelas es teh manis, dengan caption: Makan siang dulu yuk sayang.
Sebuah foto Devon beserta 4 mahasiswa kedokteran. Ya, mahasiswa. Cowok semua. Mereka duduk di sebuah meja warung yang sederhana, dengan caption: Teman makan siangku. Kamu makan siang dengan siapa?
Jasmina memutar bola matanya, "oh please",gumamnya. Setelah terpergok kedapatan bersama cewek malam-malam, sekarang deh baru muncul chat WA begini. Kalo kemaren aja, irit banget. Sebenarnya Jasmina tidak tega membiarkan Devon seperti ini. Apalagi ketika ia melihat Devon bersama 4 temannya sedang duduk makan siang. Ia yang paling tampan di foto itu. Mukanya yang setengah bule dengan badan tinggi tegap, siapa yang tidak berpaling melihatnya?
Jasmina jadi ingat ketika ia dan kak Miko memergokinya tinggal di sebuah restoran padang di dekat sekolah mereka. Saat itu, walau tampangnya bule, ia sengaja memakai baju sederhana agar dapat "melebur" bersama restoran padang itu. Tapi tentu saja, berlian ya tetap berlian walau jatuh di dalam lumpur. Ia tetap bersinar. Sama seperti sekarang. Devon terlihat lebih kumal dan berantakan dari yang biasa Jasmina lihat. Berarti Devon mengusahakan untuk tampil rapi maksimal bila bertemu Jasmina? Entahlah.
Yang jelas sekarang Jasmina masih kangen, tapi juga masih kesal. Ia butuh penjelasan, tapi ia masih belum mau melihat atau berbicara dengan Devon. So how?
"Long Distance Relationshop is not easy Jasmina. Semua yang mudah menjadi susah, semua yang susah menjadi masalah. Semua masalah? Jadi disaster. When things can go wrong, it will go wrong. Terutama di hubungan jarak jauh seperti kalian. Especially seperti kalian, yang komunikasinya tidak begitu intense. Benar kan?", tanya Rania. Jasmina mengangguk.
"Dia sudah cerita ya?", tanya Jasmina. Rania mengangguk.
"Aku kesel Ran. Kesel kesel kesel! Gimana gak kesel coba? Aku sebenarnya mayan hepi si Devon cemburu loh gara-gara Miko. Tumben banget dia sampe mau video call aku. Tapi eh tiba-tiba, ada cewek nyelonong gitu aja masuk ke kamarnya. Jam 11 MALAM! Can you imagine?", tanya Jasmina dengan mata terbelalak.
"Apa itu nyelonong?", tanya Rania kebingungan, yang akhirnya membuat Jasmina yang sudah emosi tingkat dewa curhat, malah lemes. Ia memberikan gesture tarik dorong tarik dorong dengan tangannya.
"Itu loh, tiba-tiba masuk ke kamar Devon. Gak pake ketok pintu. Gimana kalo Devon lagi gak pake baju? Gimana kalo Devon lagi tidur? Kok mereka bebas-bebas banget? Wajar gak kalo aku kesel?" Tanya Jasmina. Rania mengangguk-angguk, Bahasa Indonesianya belum begitu sempurna, tapi ia paham maksud Jasmina.
"Ini salah kami sih. We started with a friendship. Kita sudah nyaman sebagai teman. Ketika kita sadar kalau kita saling suka, kita berusaha untuk tidak upgrade menjadi pacar, karena kita kuatir kenyamanan kita sebagai teman terganggu. Harusnya kami baik-baik saja, tapi sekarang ada jarak di antara kami. Tidak hanya jarak, tapi kesibukan", kata Jasmina.
"Karena jarak dan waktu, kalian jadi susah komunikasi. Ya kan? Tadinya Devon selalu tahu siapa teman kamu, kan kalian satu sekolah. Selalu tahu kamu pergi kemana, sama siapa, beli apa, bahkan makan apa. Karena kalian selalu bersama, atau setiap saat, kalian bisa selalu bercerita. Sekarang, pasti berbeda kan?", tanya Rania.
"Persis Ran, aku bahkan gak tau siapa teman-teman akrab Devon. Aku juga gak tau jadwal-jadwal dia, alamat dia, dimana dia biasa makan, atau apa yang dia kerjain kalau dia gak ada kerjaan. Karena ya itu! Dia gak pernah cerita! Tau sendiri kan Devon orangnya gimana. Pada intinya dia memang irit bicara. Apalagi via telfon, chat atau email gitu", kata Jasmina.
"Apa kamu cerita? Apa Devon tau apa yang kamu kerjain? Siapa teman-teman kantor kamu selain aku? Kemana kamu setelah pulang kerja? Kemana kamu ketika weekend? Apa aja proyek-proyek yang harus kamu kerjain pada saat weekend?", tanya Rania.
"Nah justru itu Ran, dia pasti gak akan paham. Dunia kami berbeda sekarang. Dia dengan dunia kedokteran, pasien, rumah sakit, dan aku dengan yang yahhh yaahh… beginilah. Kayaknya tiap mau cerita, jadi males duluan. Bener gak?", tanya Jasmina. Rania menggangguk-angguk.
"Masalah ini akan selesai ketika kalian menikah nanti dan kalian selalu bersama-sama. Saba raja Jas", kata Rania. Jasmina mendengus.
"Masih ada beberapa bulan lagi Ran, entah apa kami bisa bertahan. Rasanya kami harus sering bertemu biar gak sering salah paham begini, tapi justru di bulan-bulan ke depan ini, kami pasti lagi sibuk-sibuknya", kata Jasmina lemas. Rania kembali menggangguk.
"Ya udah, yang penting hari ini, coba deh ngobrol ama dia. Kasih dia kesempatan untuk menjelaskan. Ok?", pinta Rania. Jasmina menggangguk patuh. Bagaimanapun, ia menyembunyikan fakta bahwa kak Miko memeluknya kemaren, dan itu menimbulkan kegundahan di hati Jasmina. Mungkin sudah saatnya Jasmina sedikit membuka hati untuk mendengar penjelasan Devon. Setidaknya, posisi mereka imbang sekarang, bukan? Mereka akhirnya bersiap-siap untuk kembali ke kantor. Ketika Jasmina baru saja akan menghidupkan mesin mobil mungilnya…
"Derrttt drrtttt", HP Jasmina kembali bergetar. Sebuah pesan video dari Devon.
Sebuah Video Jasmina sedang melahap lasagna dengan lahapnya, begitu juga dengan pizza dan segelas es coklat. Semua di buat dalam time lapse (dipercepat), sehingga durasi video itu hanya 30 detik. Jasmina terlihat seperti seekor ayam betina yang tidak dikasih makan 3 hari, dan mematuk makanan ke segala arah.
"RANIAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA", terika Jasmina yang membuat gadis setengah bule itu menggigit telapak tangannya sendiri. "Damn you Devon. Kan udah aku bilang itu koleksi pribadi aja", gumam Rania.
------------------
Devon sedang duduk dibawah sebuah pohon rambutan yang rindang di dalam kompleks rumah sakit. Ia sengaja menyendiri, berusaha untuk membuat panggilan video kepada Jasmina. Sudah hampir seharian ini Jasmina cuek dengan pesan-pesannya. Tapi tadi Rania mengirimkan pesan, kalau Jasmina bersedia membuka hatinya.
"Cobalah telfon Jasmina pukul 5. Ia akan istirahat sebentar sebelum rapat dengan Jason pukul 5.30.", begitu instruksi sang adik.
Sekarang pukul 4.59. Devon tengah bersiap-siap. Ia merapikan rambutnya dan mengelus kemejanya agar tidak kelihatan kusut. Ia sudah siap dengan ribuan kata maaf dan penjelasan yang selogis-logisnya. Ia tidak punya pilihan. Ia tidak bisa pulang ke Jakarta minggu ini, minggu depan atau 2 minggu kemudian. Paling cepat bulan depan, dan sepertinya masalah mereka akan semakin melebar bila tidak segera di selesaikan. Walau ini Cuma salah paham, tapi Devon merasa bertanggung jawab untuk menjelaskan.
"Aa Devon, sedang apa?", tanya salah satu suster genit yang selalu mengganggu Devon di rumah sakit itu.
"Stoppp. Berhenti. Jauh-jauh dari saya. Minimal jarak 6 meter. Saya sedang berusaha menelfon orang yang sangat penting. Sana, tolong ya sus, jangan ganggu dulu.", pinta Devon kepada suster yang terlalu ramah itu sambil mengibas-ngibaskan tangannya seperti mengusir ayam.
"Ya ampun si Aa. Apaan sih, mau liat donk lagi ngobrol ama siapa. Ikutan donkk, cakep gak orangnya?", katanya lagi sambil berusaha melangkah mendekat ke arah Devon.
"Setttopppp saya mohon. Tolong ya suss, toloongggg. Ini saya mau telfon tunangan saya!", kata Devon memohon. Si suster cekikikan, akhirnya beranjak pergi meninggalkan Devon sendiri. Cowok itu akhirnya bernafas lega. Ia memencet nomor Jasmina, dan membuat panggilan video. Sekuntum bunga kembang sepatu sudah ia persiapkan. Terlalu lama mencari bunga mawar, ia pun tak tahu harus mencari dimana.
"Halo, hemmmm", Jasmina menjawab.
"Jasmina, … aaaa….apa… hi sayang, kamu apa kabar?", tanya Devon tergagap. Ia melihat wajah Jasmina yang cantik namun tampak begitu lelah. Sebaliknya, Devon tampak segar bugar. Cowok itu mengobral senyum manisnya kepada Jasmina.
"Kamu gak pulang?", tanya Devon berbasa-basi. Padahal ia sudah tahu kalau Jasmina akan berada di kantor untuk 3 meeting marathon bersama para atasan-atasannya.
"Belum. Kamu mau ngomong apa sih?", tanya Jasmina langsung-langsung saja, yang membuat Devon menelan ludahnya.
"Gini loh Jas, jadi, aku mau jelasin supaya kamu gak salah paham. Tadi malam itu…", tiba-tiba, sebelum Devon berhasil menjelaskan maksudnya…
"Jiiiaaaahhhh hayo Aa lagi ngomong ama siapa sih??", tiba-tiba sang suster iseng tadi, sudah muncul di belakang Devon, sehingga wajah geulisnya ikut terpampang di layar HP Jasmina.
Kontan saja Jasmina terkejut, dan refleks mematikan HP miliknya. MEMATIKAN HP.