Jasmina kembali membuka aplikasi WA chat di HP miliknya. Yap, belum ada lagi pesan dari Devon. Pesan terakhirnya tadi malam adalah "aku kangen". Jasmina berusaha menjawab chat itu dengan semburan rasa bersalah karena menghabiskan waktu terlalu lama dengan Miko. Namun pesan-pesan itu tak kunjung dijawab imbang. Ia hanya mengatakan sedang begitu lelah karena berjaga belasan jam. Ia butuh tidur. Ya mungkin percuma saja membicarakan tentang kak Miko saat ini. Benar bukan? Toh dia juga sedang sibuk berat disana.
Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Beberapa rekan perempuan yang terlibat pada proyek Permata Hijau Land sudah bersiap untuk memperbaiki riasan mereka, dan bahkan ada yang sengaja berganti atasan agar terlihat lebih menarik. Malam ini, perusahaan yang telah berhasil melalui krisis media dan kepercayaan publik itu, mengadakan syukuran bagi tim yang telah membantunya. Mereka telah memesan satu ruangan VVIP di karaoke yang tidak begitu jauh dari kantor Jasmina. Tim Cecilian Adnan dan Firma hukum Lubis & Siregar akan bergabung bersama mereka.
"Jasmina, bawa baju ganti gak?", tanya Rania. Ia memegang sebuah paperbag berwarna putih, yang Jasmina tebak pastilah isinya baju untuk "berpesta". Jasmina menggeleng. Ia sebenarnya tidak begitu bersemangat untuk pergi kemana-mana malam ini.
Hampir seminggu ia dan rekan-rekannya berkutat dengan proyek ini, dan di saat yang bersamaan Jasmina masih harus membuat beberapa proposal dan perencanaan kegiatan-kegiatan untuk perusahaan lain. Beberapa rekan yang bekerja langsung dibawah Jasmina, sudah cukup manyun karena sang atasan terlalu sibuk. Bila ia harus memilih, lebih baik malam ini mencicil pekerjaan atau pulang untuk tidur cantik.
"Don't worry, aku bawa 2 gaun", bisik Rania sambil terkikik dan menggoyang-goyangkan paperbag putih itu. Jasmina mendelik menatap calon adik iparnya itu. Ia sudah dapat menebak baju apa yang ada di paperbag itu. Selera Rania untuk setelan pakaian kerja boleh di acungi jempol. Baik itu setelan pilihannya yang terpampang di mall-mall, atau yang ia design sendiri dan ia sodorkan ke tukang jahit langganan. Semuanya selalu bisa membuat Rania dan bahkan Jasmina terlihat begitu professional dan mahal.
Tapiiiii, bila menyangkut pakaian santai atau pakaian pesta, Rania kadang terlalu berani. Pakaian yang terbuka, pendek, ketat, dan sensual sekalipun, akan melekat santai di tubuhnya yang tinggi dan kurus. Ia akan terlihat seperti seorang supermodel berbadan gepeng. Lain halnya bila Jasmina yang mengenakannya. Sisa-sisa kegemukan yang menempel di bagian belakang dan bagian dadanya, akan membuat baju-baju pesta ala Rania itu terkesan seksi dan mengundang.
"Ah tidak perlu Rania. Pinjemin aja sama yang lain", kata Jasmina sambil mencoba mematikan laptop dan menyusun dokumen-dokumen yang berserakan di mejanya. Tapi Rania tidak menyerah. Ia menyeret Jasmina tepat setelah kerjaan di mejanya selesai.
"Mau yang mana?", tanya Rania sambil mengangkat 2 buah gaun yang masih tertempel gantungan baju. Sebuah gaun kantoran berwarna hijau zaitun dengan berbahan satin tebal. variasi lipatan yang sangat rapi dan mewah terdapat di bagian leher. Gaun itu cantik, hanya saja tanpa lengan dan panjang roknya hanya setengah paha Jasmina. Bila ia mengenakannya, pinggulnya yang agak sintal akan menarik rok itu sehingga menciptakan efek gaun menjadi terlalu pendek.
Satu gaun lagi berwarna merah maroon, yang terbuat dari bahan yang sama. bagian torso dan pinggang sangat ngepas, sehingga bila Jasmina mengenakannya, badannya yang berbentuk jam pasir itu akan terlihat begitu mencolok. Walau bagian roknya cukup panjang sampai ke bawah lutut, dan memiliki lengan pendek, tapi potongan lehernya terlalu rendah. Dada Jasmina yang lebih padat dari Rania, akan membuatnya terkesan menyembul dan mengundang. Huh, serba salah.
"Ok, aku mau yang hijau aja. Kamu ada stoking hitam tebal?", tanya Jasmina kepada Rania. Gadis itu tersenyum nakal.
"Aku adanya stoking hitam jaring-jaring ikan. Biasanya hanya di pakai...eheemmm.. dikamar", katanya nakal. Jasmina kontan tersenyum geram dan reflek menjambak sedikit rambut gadis itu. Untung saja ia selalu memiliki stok stoking aneka warna dan aneka ketebalan di laci meja kantornya.
"Ouuccchh hahahhaha. Kan sexy Jasmina. Cobain deh sekali-kali. Atau coba aja malam ini, siapa tau si Miko itu langsung bertekuk lutut di depan kamu", kata Rania dengan senyum yang tak kalah nakal.
"Uhhh basi!", kata Jasmina sambil menyambar gaun hijau itu, dan memasuki salah satu bilik toilet untuk berganti baju.
"Lama-lama dia cakep juga ya. Mukanya gak kayak bule, tapi gak kayak orang Indonesia yang asliiii gitu. Putih, tapi wajahnya ada fitur gitu. Tapi dia good looking loh. Lebih mature dari pas jaman SMA. Benar kan?", tanya Rania yang saat ini juga sudah memasuki bilik di sebelah Jasmina untuk berganti baju.
"Gak merhatiin dan don't care", kata Jasmina dari bilik sebelah.
"Apa Devon segitu tampannya Jasmina, sampai kamu jadi buta lihat cowok lain?", tanya Rania sambil tertawa. Jasmina hanya mendelik. Pembicaraan yang menarik, tapi dengan lawan bicara yang salah. Bagaimana pun Rania adalah calon adik iparnya.
Jasmina telah berganti baju, dan mencoba merapikan rambutnya. Ia lepas cepolan rambutnya, dan menyisirnya dengan cepat. Ia akan mengikat setengan rambutnya di bagian belakang agar terlihat anggun dan rapi. Ia sapukan lipstik berwarna merah maroon, yang kontras sekali dengan baju warna zaitun yang digunakannya. Sempurna, ia tampak cantik, anggun namun bersahaja. Tidak mau terlalu mencolok.
"Devon bilang apa, pas kamu cerita ketemu Miko?", tanya Rania.
"Dia gak ada komentar apa-apa", kata Jasmina. Ya jelas, wong Jasmina belum bilang apa-apa kepadaDevon. Kan cowok itu sibuk...
"What? Gak cemburu apa dia? Huh abangku itu memang sedingin es, sekeras logam, sebodoh...sebodoh apa ya...yang jelas bodoh stupid aja", kata Rania kesal. Ia menyisir rambut setengah pirang setengah coklatnya yang panjang, dan berusaha membuat ikal-ikal dan menjatuhkannya di bagian depan tubuhnya. Sepertinya Rania juga "insecure" dengan potongan gaun yang rendah itu dan berusaha menutupinya dengan rambutnya.
"Ya...dia gak bilang apa-apa, karena...aku belon cerita ama dia kalo ketemu ama Miko...", kata Jasmina penuh dengan rasa bersalah. Rania mendelik menatap Jasmina sambil tertawa.
"Apa kamu sengaja? Kamu takut dia cemburu, atau...kamu ada rencana untuk aneh-aneh sama Miko...?", tanya Rania penuh selidik. Kontan Jasmina sekali lagi menjambak rambut Rania dengan pelan. Gadis bule itu terkikik sambil bertepuk tangan beberapa kali.
-----------------------------
Acara karaoke berlangsung meriah. Seperti biasa, Rania sang biduanita berhasil menghangatkan dan menghidupkan suasana dengan suara merdunya. Jasmina yang bertugas sebagai MC dan operator, duduk aman di dekat komputer. Ia enggan bernanyi. Ia lebih sibuk berkomunikasi dengan para pelayan untuk pemesanan makanan, memutar lagu-lagu yang dipesan, serta mengambil beberapa foto menggunakan HP miliknya atau kamera kantor. Ia ingin memastikan acara berjalan lancar, dan semua merasa nyaman. Jiwa EO-nya selalu siap di setiap saat.
"Kenapa gak nyanyi Jez?" tanya kak Miko.
"Ogah kak, nanti pesta ini bubarrr lagi gara-gara suara sumbangku" kata Jasmina sambil melihat-lihat foto yang sudah ia ambil dengan kamera milik kantor. Miko turut melihat dari layar kamera DLSR itu. Wajah mereka merapat demi melihat layar yang sangat kecil itu. Rania langsung mengabadikan momen itu, dan upsss...mengirimkannya ke Devon. Ia jengah dengan sang abang yang masih begitu cuek dengan pacarnya. "Biar tau rasa tu Devon, punya pacar cakep, cuek aja. Ni, ada lebah pengganggu. Are you not worry my brother?", gumam Rania sambil tertawa terkekeh-kekeh.
-----------------------------
Pukul 23:00, setelah malam karaoke selesai dan Jasmina sudah berada di rumah.
"Telpon aku sekarang", isi pesan dari Devon. Jasmina yang baru saja selesai mandi dan keramas, kaget dengan pesan itu. Karena terlalu lelah dari acara karaoke tadi, Jasmina langsung ngebut pulang bersama Rania tanpa sempat melihat HP. Ia dan Rania saling bertukar gosip mengenai rekan-rekan kerja mereka yang heboh menggoda para pengacara dari firma hukum atau para manajer Intan Hijau Land. Tak terkecuali Miko, yang paling sering diminta untuk berfoto bersama.
"Kok tumben mau telponan malam-malam gini?", balas Jasmina. Ia segera mengambil sebuah tanktop yang nyaman dan mengenakannya. Rambutnya masih basah. Haruskah ia keringkan sekarang? Tampilan Jasmina malam ini terlihat begitu sensual dengan rambut basahnya dan terpaparnya begitu banyak kulit berkat tanktopnya.
"Drrrttttt", suara getaran dari HP milik Jasmina. Ketika ia buka, 2 buah foto terpampang di layar HP. Sebuah foto bersama di tempat karaoke yang berisi para karyawan Cecilian Adnan Marcomm, firma hukum Lubis & Siregar, begitu juga dengan Intan Hijau Land. Jasmina berdiri paling kiri, tampak anggun dengan gaun pendeknya. Sebuah foto lagi membuat Jasmina tersedak. Sebuah foto Jasmina dan Miko yang sedang duduk berdempetan, muka mereka nyaris menempel dan sedang melihat sesuatu di layar kamera DLSR. Jasmina tampak malu-malu.
"Kenapa dengan foto ini?", Jasmina menjawab pesan Devon. Jasmina urung mengeringkan rambutnya. Ia berjalan keluar kamarnya menuju kamar lain, karena sepertinya pengering rambutnya ada di kamar sang ponakan.
"Jelasin. Kenapa pake baju pendek begini. Terlalu seksi. Kenapa ada Miko?", jawab singkat cowok itu.
"Mau tau atau mau tau banget??? Kalo pake banget, aku tantangin video call", jawab Jasmina. Ia menunggu jawaban dari Devon, tapi setelah 5 menit, jawaban itu tak kunjung datang.
"Kenapa? takut? Kamu lagi gak dirumah? Atau malah di rumah perempuan lain?", tanya Jasmina iseng.
"Kamu lagi dimana? Udah di kamar?", tanya Devon lagi.
"Enggak, aku gak dikamarku", jawab Jasmina lagi yang kontan membuat Devon panik. Segera sebuah panggilan video muncul di HP Jasmina. Gadis itu tertawa mengikik. Gak sangka, ternyata gara-gara cemburu, cowok itu mampu menginjak egonya dan menuruti Jasmina.
"Halo dok...", kata Jasmina ketika ia menerima panggilan video itu. Jasmina berusaha untuk duduk senyaman mungkin di sebuah beanbag. Rambutnya masih basah, tapi wajahnya begitu cerah tanpa make-up. Dengan tanktop berwarna hitam, membuat tampilan Jasmina sebenarnya terlalu menggoda. Tampak hanya sebuah tali bergantung di pundak indahnya, paham lah yang melihat bahwa gadis itu tentu saja tidak menggunakan Bra!
"Hey, kamu dimana ini? Kamu pake baju apa itu?", tanya Devon panik. Ia asing dengan suasana yang menjadi latar belakang Jasmina. Apa benar gadis itu sedang berada di kamar orang lain? Dan kenapa ia memakai baju seperti itu! Jasmina tertawa ngikik dan mencoba menjauhkan HP miliknya agar Devon dapat melihat lebih jelas kesekeliling ruangan itu. Tapi justru Devon terfokus pada tanktop Jasmina dan celana piyama gadis itu yang terlalu ketat!
"Kamu ada di mana itu, heey Dev, atur donk kameranya. Aku ga bisa liat muka kamu. Masa aku dikasi liat jidat ama rambut doank sih. Kamu dimana itu?", tanya Jasmina. Akhirnya Devon mengatur ulang letak HP miliknya. Sesungguhnya ia malu. Inilah alasan kenapa ia selalu menolak video call dengan Jasmina. Ia tidak begitu nyaman memamerkan wajahnya, apalagi ia bisa dengan jelas melihat pantulan wajahnya di layar kecil itu.
Ketika wajah ganteng ini memenuhi layar HP Jasmina, ada rasa rindu yang kembali meledak di hatinya. Jasmina tidak mampu menahan kekaguman dan keharuan saat ini. Ia bisa menatap pacarnya, seakan-akan ia ada di depan matanya. Cowok itu tidak tahan di tatap Jasmina seperti itu, ia menutup setengah wajahnya dengan tangannya yang besar. Jasmina meraba layar HP miliknya. Ia seperti setengah gila.
"Devonnnn, jangan di tutup donk mukanya. Aku masih belon puas liatttt", kata Jasmina dengan manja. Namun kata-kata itu malah membuat Devon mengalihkan kameranya ke arah lain. Kali ini Jasmina dapat melihat sebuah meja belajar yang penuh dengan buku-buku dengan lampu belajar yang masih menyala.
"Kamu di kamar kos?", tanya Jasmina. Devon berkata IYA, tapi Jasmina belum dapat melihat wajah Devon. Kali ini kamera HP Devon menyorot sebuah lemari yang terbuka. Sepertinya baju-baju Devon, dengan sebuah jas berwarna putih tergantung di salah satu sisinya. Lemari itu rapi, tentu saja. Jasmina yakin seluruh kamar itu rapi dan bebas debu. Kamar kost yang sederhana, tapi pasti rapid an steril.
"Devonnn mukanya donk. Kalo enggak aku tutup nih", kata Jasmina. Kontan Devon memperbaiki posisi kamera HP miliknya, sehingga sekarang wajah gantengnya kembali memenuhi layar HP Jasmina. Gadis itu tersenyum manis. Dagunya yang Devon suka, meruncing kebawah, dan matanya yang indah seperti berkilap-kilap menatapnya. Sesungguhnya Devon sangat rindu dengan gadis itu. Teramat sangat. Melihatnya seperti ini, bukannya malah mengobati kerinduan, justru membakar seluruh tubuhnya untuk ingin berada di sisi Jasmina.
"Devon aku kangen...", kata Jasmina memberanikan diri. Sebodo amat sama ego dan gengsi. Ia sudah muak dengan menjaga harga diri dan martabat. Saat ini dia kangen dan ia ingin Devon tau itu. Tapi cowok itu malah mengerucutkan bibirnya dan memicingkan mata, seakan sedang kesal.
"Kamu dimana ini?", tanya Devon curiga.
"Hehehe kamar Misha. Sssttt kamu jangan marah-marah gitu donk. Nanti Misha bisa bangun, nanti emak bapaknya marah", kata Jasmina.
"Lagian kamu ngapain disana. Cepetan balik ke kamar kamu. Aku mau marah beneran! Kamu ngapain aja sama Miko haaahhhh", tanya Devon setengah interogasi, setengah ngambek. Jasmina tertawa.
"Kamu cemburu?", tanyanya.
"Ogah cemburu ama cowok itu. Basi. Berita lama",kata Devon sambil menopangkan wajahnya pada salah satu tangannya. Wajahnya masih terlihat ngambek. Tapi masih tetap tampan, dan Jasmina masih sangat rindu.
"Ya udah kalo gitu gak ada yang harus jelasin", kata Jasmina sambil tersenyum seperti Joker. Devon sangat kesal. Ia begitu senang menggoda cowok itu. Ini adalah percakapan intim merek pertama lewat video call. Andaikan video call dapat mentransfer ciuman… ehhhmm….
"Jasmina, ayo cerita. Masak aku tau begini dari sosmed sih?", tanya Devon sambil menjauhkan kamera dari wajahnya, sehingga wajahnya terlihat begitu kecil.
"Dari sosmed atau spy Rania?", tanya Jasmina. Ia tau, ini pasti akal-akalan gadis itu agar sang kakak mencak-mencak. Hemm kamu menang Rania. Tapi aku sangat menikmatinya.
"Intinya, kenapa kalian bisa sama-sama hah?", tanya Devon.
"Cuma kerjaan kok Dev, gak lebih. Udah beres kerjaan, jadi aku gak perlu ketemu dia lagi untuk urusan kerjaan", jawab Jasmina sambil menguap satu kali.
"Jadi bakal ketemuan lagi untuk urusan yang bukan kerjaan?", tanya Devon curiga. Jasmina terdiam. Ia jadi teringat pelukan hangat Miko pada saat mereka selesia makan malam. Jasmina menggeleng. Ia menatap Devon. Selama semenit, mereka hanya saling memandang tanpa ada kata-kata yang terucap.
"Devon, kenapa sekarang jauhan sama kamu terasa lebih berat?", tanya Jasmina lirih. Devon yang tadinya ingin ngegas memarahi gadis itu, ikut luluh dan mellow. Jasmina benar. Entah kenapa sejak lamaran itu, atau sejak ciuman itu, rasanya begitu berat berpisah dengan Jasmina. Tapi saat ini Devon tidak bisa berkata apa-apa. Begitu banyak kata kerinduan, kekuatiran, dan rasa cinta yang dalam untuk Jasmina, tapi tak satupun bisa ia ucapkan.
"Devon, menunggu kabar dari kamu sekarang terasa begitu menyiksa. Bisa gak kamu lebih sering chat dan telfon aku?", tanya Jasmina. Saat ini wajahnya sudah menempel di meja kerjanya, sambil terus menatap wajah Devon di layar HP.
"Kamu juga sibuk. Masak sih masih sempet nyari kabar tentang aku?", tanya Devon usil. Ia tau pertanyaannya hanya akan membuat Jasmina bertambah kesal. Sesungguhnya, Devon juga selalu ingin mengetahui kabar Jasmina setiap saat. Tapi terkadang ia kuatir Jasmina sibuk, atau ia yang terlalu sibuk. Buktinya, kabar kalau kak Miko memiliki kerjasama dengan kantor Jasmina aja, baru ia ketahui sekarang.
"Pasti donk aku butuh kabar dari kamu. Kamu tuh kalo kirim pesan singkat-singkat amat. Lain kali lebih sering donk. Lagi dimana, makan apa, sama siapa, lagi ngerjain apa, aku tuh gak tau apa-apa tentang kegiatan kamu disana!", pekik Jasmina. Devon kontan mendekatkan wajahnya ke layar HP sehingga wajahnya begitu besar.
"Nah, kamu juga. Buktinya, kamu gak cerita soal Miko? Aku juga pengen tahu soal kerjaan-kerjaan kamu. Trus baju yang kamu pake di acara tadi, pendek banget ya?", tanya Devon sok serius.
"Pendek, Bangeetttt. Dan itu baju Rania. Dia yang maksa aku pake baju itu. Baju itu, atau baju yang bakal expose setengah dada aku. Hayoooo", kata Jasmina semakin mengipasi emosi Devon. Cowok itu mendengus, Mereka sekarang saling bertatapan dan saling mendengus. Kesal –kesal tapi kangen.
"Kamu harus sabar donk Jasmina. Kan kamu sendiri yang bilang mau nunggu sampe aku wisuda jadi dokter", kata Devon.
"Ya kamu bisa bayangin aja, kalo kita uda bener-bener merit dan kita harus pisah kayak gini. Sekarang aja dengan satu ciumm...", Jasmina tidak mampu meneruskan kata-katanya. Ia kuatir pipinya memerah, dan Devon dapat melihatnya. Begitu dengan Devon, yang tau apa lanjutan dari kata-kata Jasmina. Ia menunduk malu dan tertawa terkekeh-kekeh. Memorinya kembali ke dalam mobil mungil Jasmina. Ciuman yang bermula dari tempelen lalu berlanjut ke pagutan. Devon masih dapat merasakan manis bibir Jasmina, dan menghirup aroma sensual leher gadis itu. Secara tidak sadar, ia gerakkan tangannya seakan-akan segumpalan rambut Jasmina masih ia genggam seperti hari itu.
"Devon, kamu percaya ya sama aku. Miko dan aku, hanya masa lalu. Dari 5 tahun lalu sampai sekarang, yang ada di hati aku...", belum sempat Jasmina melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba pintu kamar Devon terbuka. Jasmina dapat melihat ada seorang gadis yang masuk ke kamar Devon.
"Von, kita lagi masak mi instan. Kamu mau gak?", tanya gadis itu. Kontan Jasmina emosi, dan mematikan panggilan video itu. Tidak hanya itu, ia juga mematikan HP miliknya dan langsung kabur ke kamarnya.