Chereads / Pacaran Paksa (Dengan Ketua OSIS) / Chapter 88 - BAB 5: Makan Malam Romantis Bersama Mantan

Chapter 88 - BAB 5: Makan Malam Romantis Bersama Mantan

Sudah 2 hari konsultan Marketing Communication Cecilia Adnan bekerja sama dengan Firma hukum Lubis & Siregar dalam membantu permasalahan di perusahaan Berlian Hijau Land. Tim manajemen krisis Bayu dan Rania sudah mulai bekerja sama dengan para konsultan hukum untuk mengumpulkan para keluarga korban. Mereka mengadakan pemakaman yang layak bagi yang meninggal, dan merawat pekerja yang terluka. Dan tentu saja, semua diberikan kompensasi yang menurut kedua belah pihak, cukup adil.

Jasmina dan tim event yang dipimpin oleh Jason membantu tim manajemen media dan media sosial untuk mengontrol pemberitaan-pemberitaan negatif. Berbagai press release, naskah pidato serta mempersiapkan para petinggi-petinggi Berlian Hijau Land terus menerus dipantau langsung oleh Cecilia Adnan. Ia melihat bahwa perusahaan ini akan menjadi sumber uang mereka di masa yang akan datang. Bayangkan saja, sebuah perusahaan pengembang apartemen dan mall, pasti akan sering membutuhkan jasa perusahaan PR dan marketing.

"Jazz, makan di luar bentar yok. Aku butuh refreshing nih", kata kak Miko sambil merenggangkan kedua tangannya. Tampang semua yang berada di ruangan meeting besar ini sudah kusut. Secara marathon, pihak firma hukum dan Cecilia MArcomm benar-benar bekerja keras berpacu melawan waktu.

Kak Miko sendiri sudah melepaskan jasnya berjam-jam yang lalu. Kemeja putihnya yang kelihatan mahal, sudah ia gulung sampai ke dekat siku. Rambutnya yang setengah ikal, sekarang sudah menyembul ke atas dan kesamping, mengingatkan Jasmina akan tampang kak Miko ketika SMA. Hanya saja, lelaki di depannya ini sudah jauh lebih matang, dan tampan.

"Kalian mah enak, masalah hukum udah beres. Kami nih masih harus siapin media nih untuk brand building lagi nih. Bu Cecilia malah mau nambah kerjaan kita nih, mau bantuin tim marketing mereka untuk gunain kesempatan ini untuk naikin penjualan mereka", kata Jasmina sambil memutar matanya tanda lelah.

"Hhahah ya udah lah, nasib karyawan kayak kita. Bisa kali makan diluar bentar. Ada restoran yang pengen banget aku cobain deket sini. Yuk ah", ajak kak Miko lagi.

"Ajak Rania gak?", tanya Jasmina. Mereka berdua refleks memperhatikan Rania yang sedang berada di ujung ruang meeting, bersama Pak Bayu dan bu Cecilia dan asistennya. Tampang gadis bule itu sudah kuyu, tapi sepertinya kerjaannya masih banyak. Berhubung memang masalah ini berkaitan erat dengan timnya,

"Ah ga usah, dari pada gara-gara dia kita culik, malah kita ga bisa keluar sama sekali lagi", usul kak Miko. Jasmina mengangguk-angguk.

"Ayoklah kalo gitu", angguk Jasmina sambil menyambar Cardigan pink dan tas tangannya berwarna putih. Ia mungkin akan membutuhkan cardigan itu untuk menutupi gaun kerjanya yang tanpa lengan dan pendek rok yang tidak lebih dari atas lutut. Sepatu putih dengan hak runcingnya melengkapi penampilannya malam ini.

Sekilas ia mengecek HP miliknya. Belum ada pesan baru dari Devon sejak kemarin. Huffttt…

----------------------------

Jasmina dan Miko tiba di sebuah cafe yang terlihat begitu romantis. Gedungnya tidak terlalu besar, hanya terletak di antara susunan ruko. Sebelah kirinya merupakan toko alat-alat musik premium, sedangkan sebelah kanannya adalah sebuah butik jas yang cukup terkenal. Cafe itu sendiri terdiri dari 2 lantai. Lantai pertama merupakan sebuah toko roti dan kue bernuansa prancis. Terdapat beberapa meja dan kursi bila ada pelanggan yang ingin menikmati roti dan kue mereka langsung disitu. Ada sebuah konter yang menyediakan teh dan kopi racikan sendiri.

Jasmina dan Miko naik ke lantai 2. Hanya sekitar belasan meja-meja bulat kecil yang tersebar di lantai itu. Pada sisi yang menghadap ke jalan, cafe itu memutuskan untuk membangun jendela seluas dinding itu. Tidak ayal, pemandangan kota malam menjadi begitu dramatis. Jasmina tidak bisa membayangkan bagaimana makan siang disitu, pasti panas bukan?

"Aku sering banget kesini. Setelan kerja aku dan mama di buat di toko sebelah. Kadang kita suka makan siang disini. Sukurnya, jendela ini cuma kena panas saat matahari terbit aja. Jadi kalau sore, justru suasana disini romantis banget. Apalagi malam kayak gini", kata kak Miko sambil menunjuk ke arah jendela yang sangat luas itu.

Beberapa kipas dengan disain antik di pasang di langit-langit cafe, walaupun ruangan itu sendiri sudah ada AC. Dekorasi yang bernuansa Prancis dipadu dengan begitu banyak tanaman-tanaman hijau, membuat suasana begitu segar dan asri. Ada yang di pajang di pot besar, di meja-meja, bergantungan di dinding-dinding dengan begitu apik, sampai ada yang digantung di atas langit-langit dengan begitu artistik.

"Cantik bangettt", kata Jasmina, yang akhirnya diamini oleh kak Miko dan sang pelayan yang menuntun mereka. Pelayan tersebut mengantarkan mereka ke meja yang telah di reservasi oleh kak Miko. Persis di sebelah jendela besar itu. Ketika Jasmina duduk disitu, ia dapat mengakses pemandangan tanpa batas. Ia bisa melihat ke jalanan, ia bisa melihat pemandangan atap-atap gedung dan perumahan di dekat situ, bahkan melihat keatas. Bintang-bintang tampak berkilau, karena sore hari, hujan telah melenyapkan polusi udara.

Mereka memesan makanan pembuka, makanan utama dan tentu saja, es krim sebagai penutup.

"Sekarang aku inget loh, kamu itu gak bisa jauh-jauh dari es coklat, milkshake coklat, dan juga es krim coklat. Bener kan?", tanya kak Miko. Jasmina mengangguk. Sebenarnya ia mencoba menikmati semua itu seminggu sekali. Ia ingin menjaga berat badannya.

"Dannn kenapa tadi kamu gak pesen pasta? Bukannya itu kesukaan kamu?", tanya kak Miko keheranan.

"Hihihi, setiap orang tu bisa berubah kak. Sekarang aku mau juga donk nyoba-nyoba makanan lain", katanya sambil masih menatap langit malam.

"Kalo nyobain laki-laki lain, masih mau gak? hahahahah", kak Miko mencoba bercanda. Jasmina menatap Miko dengan pandangan pura-pura sinis.

"Nah, kakak sendiri sekarang ama siapa nih? Apa kabar Gianni kak?", tanya Jasmina mencoba mengalihkan fokus.

"Gianni? Halah cerita lama itu Jas. Aku sih terus terang gak bakal bisa kayak Devon. Momen ketika aku akan berangkat ke Jogja, sebenarnya cuma kamu lah cewek yang pengen aku lipat, masukin kantong dan aku bawa kesana. Rasanya aku gak akan sanggup long distance relationship begitu Jaz. Makanya aku salut banget sama kamu. Mau-maunya nungguin Devon. Jauh-jauhan, ehhh belon di resmiin lagi. Sukur deh kalo akhirnya kamu di lamar juga sama dia", kata kak Miko.

"Jadi selama disana, kakak gak deket ama siapa-siapa gitu?", tanya Jasmina penasaran. Miko terkekeh.

"Ya adalah Jaz, namanya juga laki-laki. Kita nih butuh perhatian, pengertian, belaian kasih sayang. Kalo enggak, ya mana bisa fokus kuliah disana. Beberapa ada yang serius sampe beberapa bulan, ada yang setaonan lah. Ada juga ya yang, yaaahhh sebulan dua bulan lah, buat jalan-jalan ama temen bobo doank hahahahha", kata kak Miko sambil tertawa lirih. Jasmina ternganga dibuatnya. Matanya ia bulatkan menatap Miko dengan serius, seakan menuntut lebih banyak jawaban.

"What? Aku gak mau munafik. Ya aku butuh perempuan untuk menghangatkan jiwa dan raga. Begitulah laki-laki Jaz. Kalo gak percaya, tanya tuh ama Devon", katanya lagi yang membuat sebuah guratan keraguan di hati Jasmina. Selama ini, Jasmina memang sering menggodanya seakan-akan cemburu akan kedekatan Devon dengan teman-teman kuliahnya, suster atau pasien. Tapi mereka tidak pernah mengungkit soal "kebutuhan" yang satu itu. Wong selama bertahun-tahun first kiss mereka aja...baru…

"Makanya gue salut kalo emang Devon bisa sabar ngadepin hubungan jarak jauh kalian. Aku sih kalo jadi Devon, tiap minggu bakal pulang trus setoran deh. Kok bisa sih kalian sesabar ini?", tanya kak Miko sambil tertawa. Kata-kata kak Miko membuat Jasmina tersipu malu. Membayangkan ia berada di pelukan Devon lagi, dan mengulang kembali momen kiss…

"By the way, aku tuh jarang deh liat kamu telponan atau kirim-kirim pesan ama Devon. Emang jarang yah? Udah saling percaya banget, atau kalian emang jarang kangen?", tanya kak Miko kepo.

"Ihh apaan sih kakk. Masak sih aku harus selalu laporan ama kakak setiap kali dia ngirim pesan atau telfon aku?", tanya Jasmina pura-pura kesel.

Sesungguhnya, selama ini Jasmina rindu sih rindu, pengen ketemu sih pengen. Tapi dia memang gak pernah ngerasa frustasi kalau memang harus jauh. Toh ini memang demi masa depan mereka juga. Tapi memang entah kenapa, apa karena Devon baru saja melamarnya, atau karena...ehhm... ciuman di mobil itu... membuat Jasmina ingin terus bersama cowok itu. Ketika ia mendapat kabar baru dalam 1 bulan Devon bisa kembali ke Jakarta, jelas membuat Jasmina kecewa. Padahal selama ini, ia bisa berbulan-bulan tidak bertemu cowok itu.

"Kesabaran ini kan ada ujungnya kak. Toh unjungnya kan kami akan menikah juga. Dan kami udah rencana untuk selalu bersama setelah itu aku akan tetap kerja di Jakarta, dia akan bekerja di Jakarta juga. Worthed kan?", kata Jasmina sambil tersenyum. Kak Miko juga mengangguk-angguk pelan.

Makanan-makanan mereka mulai berdatangan. Mereka pun mulai makan dengan tenang sambil berbicara santai tentang masa-masa SMA, dan pengalaman-pengalaman kak Miko berkuliah di Jogja. Tidak terasa waktu terus berlalu, dan pesan-pesan WA dari pusat membuat mereka tidak bisa berlama-lama duduk santai.

"Nanti kita ulangi lagi ya makan disini. Mungkin setelah project selesai deh, biar lebih santai. Ok? Devon gak keberatan kan?", tanya kak Miko. Jasmina terperanjat dan mencoba menggeleng pelan. Oiya, kok dia gak ijin ama Devon ya kalo ia akan pergi makan malam dengan kak Miko. Ia bahkan belum memberi tahu Devon kalau ia sedang bekerja sama dengan kakak kelas mereka itu. Atau mungkin Rania sudah memberi tahunya?

Miko menatap wajah Jasmina yang sedang mengemas barang-barangnya ke dalam tas. Mereka sama-sama berdiri dan menuju tangga sempit yang akan membawa mereka turun ke lantai 1. Kak Miko berjalan duluan, memimpin Jasmina. Ketika cowok itu sudah sampai di lantai 1, ia berbalik dan menatap gadis anggun yang tinggal beberapa langkah lagi menuju lantai 1. Mata mereka bertatapan.

Pikiran Jasmina masih berkelana dengan Devon, dan mengira-ngira apa tanggapan cowok itu bila tau ia makan malam berdua saja dengan kak Miko. Ataukah, Devon sendiri sering melakukan hal seperti ini di Bandung tapi tidak membahasnya? Toh tidak setiap malam mereka bertelfonan. Dan entah kenapa...

"Kak Mikooooo...", Jasmina tiba-tiba kehilangan keseimbangan, hanya beberapa anak tangga menuju lantai 1. Dengan sigap kak Miko menangkap gadis itu, yang menyebabkan Jasmina mendarat dengan empuk di dada cowok itu. Kecelakaan itu mencetuskan degupan jantung yang keras baik di dada Jasmina, maupun di dada Miko. Kedua tangan Jasmina bertekuk dan mecoba menjauhkan wajahnya sejauh mungkin dari dada Miko, namun kedua tangan kak Miko justru sedang memeluk punggung Jasmina erat. Seakan-akan Jasmina akan jatuh bila ia lepaskan.

Ketika akhirnya Jasmina bisa berdiri tegak, wajahnya menjadi begitu dekat dengan rahang kak Miko, sehingga ia bisa merasakan hembusan nafasnya! Ia mencoba melangkah ke belakang, agar pelukan tangan kak Miko di punggungnya segera terurai.

"Maaf kak, sepatu aku nyangkut di tangga tadi. Untuk ada kakak, kalo enggak mungkin muka aku udah bonyok nih", kata Jasmina sambil mencoba bercanda. Kak Miko hanya tersenyum pelan. Ia kemudian berbalik dan menuntun Jasmina ke arah mobil Miko.

Ketika mereka sudah sampai di tempat parkir, kak Miko akan membukakan pintu untuk Jasmina. Namun ia berdiri mematung, memunggungi Jasmina sambil memegang kenop pintu mobil.

"Kak....", kata Jasmina pelan, sambil mencondongkan wajahnya ke arah wajah wajah kak Miko. Akhirnya cowok itu berbalik dan menghadap Jasmina. Ia mendekat, dan kemudian dengan sekali hentakan, ia merapatkan tubuh Jasmina ke dalam tubuhnya, dan memeluk gadis itu dengan erat. Jasmina mencoba meronta pelan, karena sungguh, ia tidak mengerti akan sikap kak Miko sekarang ini.

"Kakkk....", katanya pelan lagi.

"Sebentar aja Jas, sebentarrrr aja begini. Aku...aku kangen sama kamu. Bertahun-tahun aku tahan untuk gak ketemu kamu. Aku gak mau ganggu kamu. Aku menghargai Devon. Tapi sekarang, aku cuma pengen bilang, aku kangen. Sebentar aja, biar aku lepas kangen aku sama kamu. Aku janji...", kata kak Miko sambil menenggelamkan wajahnya di pundak Jasmina, dan mengeratkan pelukan tangannya di punggung gadis itu.

Ketika pelukan itu selesai, kak Miko membukakan pintu mobil untuk Jasmina. Miko menyetir dalam hening, dan Jasmina pun seakan tidak tau harus memulai pembicaraan apa. Toh dalam 10 menit mereka akan sampai di kantor Jasmina. Biarkahlah situasi seperti ini. Hanya 1 hari lagi, semua kerja sama ini akan selesai. Setelah ini, ia tidak harus lagi berada bersama kak Miko selama berjam-jam.

"Drrtttt...Drtttt", sebuah pesan membuat HP milik Jasmina bergetar. Entah kenapa tangannya dengan lincah membuka HP itu dan melihat siapa yang telah mengirimkannya pesan. Tebakannya, Rania, Jason atau mungkin ibu Cecilia langsung.

"Aku kangen...", sebuah pesan dari Devon. Entah kenapa, sebuah rasa bersalah yang amat dalam bersemayam di hati Jasmina. Tiba-tiba ia menyesal telah makan malam berdua saja dengan kak Miko. Bagaimana bila Rania tau? Bagaimana bila ia memberi tahu Devon?

"Dari Devon?", tanya kak Miko. Jasmina menatapnya. Ia mengangguk - angguk pelan. Seketika, keheningan yang tadi mencekam, seakan lebih menyiksa lagi.