Jasmina Winata sedang berusaha untuk bangkit dari tempat tidurnya. Ia baru dapat merebahkan tubuhnya pukul 1 pagi berkat acara pernikahan Kak Tyas dan Kak Naga Bonar malam sebelumnya. Seperti event-event lainnya, ia harus memastikan semua tim sudah membereskan "kekacauan" di gedung, dan memastikan pihak hotel dapat menangani sisanya. Berdiri berjam-jam sejak pukul 5 sore sebelumnya dengan sepatu hak dan kebaya ketat, menyisakan pegal dan letih luar biasa di seluruh tubuhnya.
Matanya mengerjab-ngerjab menatap langit-langit kamarnya. Badannya boleh sakit, tapi hati dan pikirannya sedang di awang-awang sekarang. Momen "dilamar tiba-tiba" oleh Devon sang kekasih, masih menyisakan debaran hebat di dadanya. Entah jantung, paru-paru atau hati dan limpa yang bergejolak. Yang jelas sekarang perutnya penuh dengan kupu-kupu terbang yang seakan mampu membawa seluruh tubuhnya terbang dari ranjang kecilnya ini.
"Aku sekarang adalah calon istri seseorang...", katanya pelan, berusaha untuk tidak di dengar oleh siapapun. Lagian siapa yang mau dengar? Dia kan sedang sendirian di kamarnya! Jasmina menggeleng-gelengkan kepalanya, seakan ingin mengatakan "dasar bego lu", kepada dirinya sendiri, tapi bibirnya tak bisa berhenti tersenyum dengan gembira.
"Hayoooo yang bentar lagi mau jadi istri orang ceileeeee", tiba-tiba kak Gading tidak mengetuk pintu, langsungggg aja nyelonong menunjukkan kepalanya ke kamar Jasmina seperti biasa. Apa tadi kak Gading dengar ucapannya? Padahal Jasmina sudah berusaha untuk mengatakannya sepelaaaaan mungkin. Dasar abang kepo!
"Ihhh apaan sihhh. Sono kaakk aku masih ngantuk!", kata Jasmina sambil menutup mukanya rapat-rapat. Jangan sampe kak Gading liat Jasmina sedang tersenyum malu. Sekarang dadanya naik turun menahan gejolak gembira. Iyaaaa aku sekarang calon istri Devon. Puas? Gak puas? Gak apa-apa. Jasmina puas!
"Ya ampun yang mau jadi istri orang, malesnya minta ampun! Uda jam 9 tauuuu. Kalo calon mertua liat begini, batal pernikahan!", kali ini kak Gading benar-benar membuka pintu itu lebar-lebar dan mulai mengomel dengan lebih profesional. Gas poooll pagi-pagi. Dan omelannya ini ternyata menyita perhatian Almira, sang istri yang sedang menggendong ponakan Jasmina satu-satunya.
"Jasmina, cieeee, romantis amat itu videonya. Udah aku like loh ya di instagram", kata sang kakak Ipar. Jasmina tercekat. INSTAGRAM APA?
"Ahhh cieee, langsung viral aja tuh video. Instagram Rania dalam satu malam nambah followe 1 juta orang deh kayaknya hahahahaha", seloroh kak Gading, yang membuat Jasmina langsung menyambar HP dan membuka melihat akun instagram Rania Ann Burnwoord, sang calon adik ipar.
Sebuah video yang di upload berupa IGTV yang menampilkan keseluruhan kejadian, dari mulai mereka menari tor-tor, buket pertama di lempar, buket kedua di lempar, sampai lamaran Devon dari awal sampai akhir, lengkap dengan ekspresi wajah Jasmina yang menitikkan air mata. Benar saja, video dengan caption: Lamaran teromantis tahun ini, sudah di LIKE lebih dari 2000 orang, dan ini baru jam berapa???
"Ya ampun Rania!!! Apa-apaan sih?", pekik Jasmina frustasi. Ia kesal karena momen terindah dalam hidupnya menjadi konsumsi publik, tapi di sisi lain ia senang karena video itu ternyata bagus juga sih. Ia terlihat ramping, Devon terlihat gagah dan ganteng, dan keseluruhan plot seperti settingan ala-ala artis. Disukai 2000 orang... kenapa gak di upload di aku Jasmina aja sihhhh kan lumayan nambah follower hahahahaha.
"Ya udah, yang jelas lo sarapan sekarang. Jangan malesan. Udah mulai belajar noh jadi istri yang baik. Contoh kakak elo ini", kata Gading menatap mesra sang istri. Ihhh dasar pamer. Udah beberapa tahun menikah, mereka selalu mesra aja.
"Jasmina, siap-siap ya. Kita mau makan siang di luar ama orang tua Devon. Mereka mau ngajak makan di restoran Jepang yang kita makan pas rayain ultah Rania kemaren. Buruannnn", perintah kak Almira sambil menurunkan sang ponakan. Anak kecil lucu itu mulai memasuki ruangan favoritnya, kamar Jasmina. Selalu banyak hal-hal yang bisa ia bongkar di kamar ini.
"Mishaaa keluar dari kamar aunty Jasmina. Hayu sini sama mama", kata kakak iparnya lagi. Otak Jasmina masih belum bisa berfikir dengan benar. Ia rentangkan tangannya seluas mungkin untuk menyambut sang ponakan, yang membuat Misha berada di pelukan tante kesayangannya itu.
"Loh maksudnya gimana kak? Ngapain kita makan siang bareng? Gak ada yang ultah, ini bukan taon baru atau hari raya. Ngapainnnn kita makan bareng mereka?", tanya Jasmina dengan panik. Bukannya ia tidak mau bertemu Devon. Mau banget malah! Tapi tapi tapi... ia sepertinya belum sanggup bila harus bertemu "full team" dengan semua orang. Pasti akan terlalu canggung. Sekarang ini, bahkan melongok dari jendela kamarnya untuk melihat ke arah kamar Devon saja, ia sudah malu setengah mati! Apalagi ini!
"Hahahaha grogi lu mau ketemu calon mertua? Santai aja kaliiii, kan kawinnya minggu depan, bukan besok", canda kak Gading lagi.
"Hah! APA? MINGGU DEPAN?", tanya Jasmina histeris. Siapa yang uda ngijinin agar ia bisa menikah minggu depan? Bukannya harusnya didiskusiin dulu ya?
Kak Gading dan kak Almira tidak tahan untuk tertawa melihat tingkah adik mereka itu. Dulu, lamaran Gading ke Almira juga terkesan buru-buru. Semua bahkan disiapkan saat Jasmina sedang asik-asiknya liburan di Bali bersama Devon dan Rania. Tapi, tidak ada yang tak mungkin kan?
"Devon kan belon selesai kuliahnya, gak mungkin donk kami menikkkhhhh...", Jasmina tidak sanggup. Ia tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia terlalu malu. Pipinya pasti sudah merah sekarang.
"Ah bodo amat. Makanya ini mau kita bicarain dulu. Lagian Devon juga sok asik sendiri main acara lamaran di pesta orang lain. Hemat banget hahahaha. Sono sarapan, mandi yang steril, dan dandan cantik pake kebaya. Paham?", perintah kak Gading.
"Apaaa? Kebayaaa??", Jasmina kembali histeris. Seserius dan seresmi itu kan acara makan siang ini? Membayangkan mereka duduk bersila di ruangan privat restoran Jepang... dengan kemben, kebaya dan kain jarik? Yang benar saja! Bisakah ia mengistirahatkan torso dan pinggulnya dulu dari balutan kebaya?
"Udah ah sayang jangan nakut-nakuti Jasmina. Enggakk beb, pake baju casual rapi aja. Wong cuma makan siang santai kok. Nanti kalo kamu heboh sendiri, keliatan donk kamu yang TERLALU cinta ama Devon. Gimana?", tanya kak Almira dengan senyum jahil.
"Ihhh ogaaahh", teriak Jasmina malu-malu sampai Misha sang ponakan menatap wajahnya dengan keheranan.
Akhirnya kak Gading, istrinya dan Misha meninggalkan Jasmina untuk "menyatukan nyawanya". Mereka baru selesai sarapan dan akan bersiap-siap untuk sesi makan siang penting bersama keluarga Burnwood.
Jasmina melirik HP miliknya, dan menyadari begitu banyak pesan di Instagram dari teman-teman SMA-nya yang mengomentari video yang mulai viral itu. Tentu saja, Rania mencantumkan akun instagram sang calon pengantin, agar lebih mudah bagi mereka mengkonfirmasi atau meledeki Jasmina. Terima kasih Rania, gumam Jasmina dalam hati.
Ketika ia mengecek pesan WA yang juga tidak sedikit itu, terdapat 2 nomor yang selama ini mulai ia hindari mengirim pesan kepadanya.
Kak Miko: Tadi malam aku dateng ke resepsi Tyas ama Naga. Gak sempet negur kamu, kayaknya lagi sibuk banget. Ternyata acara yang paling penting itu adanya di akhir ya. Aku uda pulang duluan sebelum acara lamaran berlangsung. Selamat ya Jasmina dan Devon.
Bagas: Gak mutu banget numpang lamaran di acara nikahan orang lain. Videonya viral woyyy. Malu ah. (banyak emoticon tertawa terbahak-bahak).
Jasmina menatap kedua pesan itu secara bergantian berkali-kali. Hampir 6 tahun sejak ia meninggalkan bangku SMA. Hampir selama itu juga ia tidak berhubungan dengan Bagas. Cowok itu terlalu gengsian dan dendam dengan perpisahan mereka yang terakhir. Sedangkan Jasmina masih menjalin hubungan online yang baik dengan kak Miko. Keduanya sama-sama super sibuk, namun tidak berusaha keras untuk bisa saling bertemu.
Ternyata momen lamaran tadi malam, membangkitkan memori-memori lama. Semoga saja itu hanya menjadi memori-memori lama. Jasmina sepertinya tidak akan sanggup bila ada drama-drama lagi.
-----------------------------------
Jasmina, papa, kak Gading, kak Almira dan Misha sudah sampai di restoran jepang yang pernah mereka datangi ketika merayakan ulang tahun Rania. Restoran itu menawarkan makanan ala Jepang yang orisinil. Desain yang khas Jepang dengan begitu banyak pepohonan hijau, kolam ikan koi sampai ornament-ornamen serba Jepang yang Jasmina yakin, pasti di impor langsung dari Jepang. Yang paling seru adalah, restoran ini menawarkan ruang privat, sehingga mereka bisa merayakan acara dengan heboh, tanpa kuatir di tegur oleh pelanggan yang lain.
Mereka memasuki sebuah ruangan privat dengan nama OSAKA. Beberapa bulan yang lalu, mereka merayakan ulang tahun Rania di ruangan bernama KOBE. Ketika salah seorang pelayan berpakaian kimono membukakan pintu untuk keluarga Jasmina, tampak keluarga Burnwood sudah duduk rapi di lantai, saling berhadapan di sebuah meja pendek yang sangatttt panjang. Papa dan mama Burnwood serta Rania langsung berdiri menyambut sang tamu dengan antusias. Devon yang duduk paling ujung dan jauh dari pintu masuk, serba salah antara tetap duduk atau ikutan berdiri. Apa sihhhh???
"Ya ampunnn calon besan uda datang!", sambut sang mama Burnwood menyambut uluran tangan papa Jasmina yang tersenyum tak kalah sumringahnya.
"Familyyyy! My Family!", seru papa Burnwood sambil menyambut papa Jasmina dan mereka berdua berpelukan erat. Jasmina sesak nafas melihatnya. Yah, mereka memang cukup akrab. Memancing berdua, jogging berdua, ngobrol ngalur ngidur kalo papa Jasmina tidka praktek dan papa Burnwood tidak sibuk. Ya akrab, tapi keintiman mereka berdua hari ini, membuat keringat dingin Jasmina keluar, tidak hanya di dahi, leher, ketek, tapi sampai di telapak kakinya!
"Jasmina, seperti biasa, kamu selaluuuu cantik sayang", puji sang camer ehhh maksudnya mama Devon. Hari ini, Jasmina berusaha tampil casual rapi. Ia mencari di mbah google apa itu defenisi casual rapi, dari bentuk, warna, dan harus pake parfum nuansa apa. Berlebihan iyaaa tau tauuu. Bukan kali ini ia pergi dengan keluarga Burnwood. Hanya saja…hanya saja….ia ingin tampil agak baik hari ini.
Ia mengenakan gaun agak longgar berbahan katun berwarna putih dengan potongan rok asimetris dibawah lutut. Bagian tangannya pendek sekali, hingga nyaris menunjukkan keseluruhan lengan Jasmina yang sudah langsing dan putih mulus. Aksen renda-renda putih yang menempel rapi di bagian torsonya membuat gaun santai itu terkesan sangat cantik dan unik. Sebuah tas kecilkulit berwarna coklat di selempangkan dari bahu hingga ke bagian pinggulnya. Rambutnya yang baru selesai ia keramas, saat ini dibiarkan tergerai rapi. Sekilas, Jasmina seperti baru meninggalkan bangku SMA, bukan seorang eksekutif muda. Fresh, cantik tapi tetap tidak meninggalkan kesan cerdasnya.
"Ih tante bisa aja", kata Jasmina mencoba untuk tampil senatural mungkin, se-Jasmina mungkin. Tapi ia gagal. Sekilas ia bisa melihat Rania yang sudah mulai terkikik seakan siap mengerjainya.
"Ah cieee calon penganten. Hayu duduk semua", kata Rania mempersilahkan semua duduk. Rania sudah mengatur posisi duduk semua orang. Paling ujung, Devon dan Jasmina akan saling berhadap-hadapan, di susul oleh para orangtua masing-masing yang akan duduk di sebelah mereka. Juga saling hadap-hadapan. Tim hore atau tim tukang caci di letakkan dekat pintu, saling berhadap-hadapan agar mereka bisa dengan cepat menyusun kata-kata yang bisa menyudutkan calon pengantin hihihihi.
Jasmina duduk di tempat yang dipersilahkan. Devon sejak Jasmina masuk sampai benar-benar duduk di hadapannya, belum memalingkan pandangannya dari gadis itu. Liatin doank, tapi tidak ada kata terucap. Kesel kan? Menenangkan enggak, bikin grogi mah iya! Jasmina serba salah, ia menatap Devon, mengangguk pelan dan berkata seeeepelan mungkin "hai", seakan-akan mereka baru pertama kali bertemu. Pertama kali di perkenalkan dan seakan-akan mereka ini dalam misi perjodohan orang tua.
"Hadeh…akhirnya ya pak dokter, terjadi juga. Bertahun-tahun tau gakk mama nungguin momen ini. Mama tuh sebenarnya pengen abis tamat sma, langsung kawin aja! Hahahahaha", kata sang mama Burnwood membuka pembicaraan. Devon dan Jasmina mulai saling berpandangan mulai lemas. Ya, sebentar lagi siksaan verbal mulai berdatangan, pikir mereka.
"Huss sembarangan mama. Masak tamat sma sih ma. Mau dikasih makan apa Jasmina", kata Rania.
"Gak usah mikirin makanan Jasmina, Mama masak", seru sang mama lagi sambil mencolek sang papa Burnwood yang membuat sang suami tertawa, di susul oleh papa Jasmina.
"Bener mbak, saya sih udah deg-degan aja pas Devon ke Bandung. Hadeehh, anak saya ini mau saya titipin siapa. Biasanya juga selalu ada Devon yang jagain dia. Takut saya dia pacaran sama orang gak bener, eh nak Devon disamber sama gadis lain.", kata papa Jasmina seakan ikut mengompori topik hot ini.
"Ih papa lebay. Lagian Devon itu kan baru tinggal di sebelah rumah baru juga 1,5 tahun sebelum dia pergi ke Bandung. Selama ini Jasmina baik-baik aja kok", kata Jasmina mencoba untuk bersikap senormal mungkin.
"Di Bandung itu ceweknya cantik-cantik loh. Yak an nak Devon?", tanya sang papa. Devon yang tadinya sedang bermain sumpit, langsung gelagapan. Kalau dijawab enggak, pasti dia akan dihujat sama semua cowok di meja ini, dikatai buta atau munafik. Kalau di jawab iya (karena memang iya), habislah riwayatnya sama semua perempuan di meja ini.
"Errr errr, gak gitu meratiin sih om", kata Devon grogi.
"Ah cieeee, di mata lu Cuma ada Jasmina ya Dev?", tanya Rania bercanda. Devon mendelik menatap Rania. Pantesannn cewek itu duduknya paling ujung. Rupanya ia takut di getok Devon tiap ia bersuara. Sepertinya suara Rania akan banyak keluar siang ini untuk mengerjai mereka semua. Devon menatap Jasmina sekilas. Cewek itu tersenyum manis seakan ikut tertawa oleh keusilan Rania.
Tidak ada yang secantik Jasmina, gumam Devon dalam hati.
"Eh pesen makanan dulu yukkk", kata Rania ketika melihat sang pelayan masuk dan mencoba mencatat pesanan-pesanan mereka. Akhirnya semua orang sibuk melihat-lihat menu dan mulai memesan makanan yang mereka mau. Namun lidah Jasmina dan Devon masih kelu. Cowok itu bahkan sedang sibuk memainkan HP Miliknya. Jasmina kesal sendiri. Ini semua gara-gara dia terlalu berani dan kreatif tadi malam. Eh sekarang malah sok cuek begini.
"Drrtt drrttt", tiba-tiba HP milik Jasmina bergetar. Dengan perlahan, ia mencoba membuka pesan WA miliknya. Siapakah itu? Kak Miko lagi kah? Bagas lagi kah? Atau jangan-jangan produk-produk yang ingin menawarkan endorsan kepadanya karena video viralnya sudah di tonton 6000 orang per siang ini?
Devon: Aku juga gak tau tiba-tiba mama ngajakin makan. Aku udah bilang gak usah dulu, tapi mama maksa. Yuk kita jalani makan siang ini setenang mungkin, santai aja. Kalo mereka nanya ini itu jawab aja iya iya iya gitu.
Santai katanya? Dia yang bikin heboh, dia yang santai. Jasmina sedikit geram. Ketika ia melirik cowok itu, Devon malah sedang berpura-pura meneliti buku menu lagi. Padahal dia sudah pesan! Bento set 5 dan ocha dingin! Huhhhhh.
"Jadi Jasmina, kamu sudah siap untuk nikah?", tanya mama Burdwood.
"Iya tante", kata Jasmina sambil tersenyum lirih. Devon menatap Jasmina dengan mata yang nyaris keluar.
"Kamu siap menerima segala kelakuan aneh bin ajaib anak tante yang nyebelin ini?", tanya mama Burnwood lagi.
"Iya tante", kata Jasmina lagi sambil tersenyum tapi mulai sesak nafas. Devon juga tidak kalah sesak nafas.
"Kamu siap gak kalo menikah long distance begini? Devon kan masih beberapa bulan lagi baru wisuda jadi dokter. Kamu mau?", tanya mama Burnwood lagi, yang kali ini semua tatapan orang menuju wajahnya dan Devon.
"Iya tante", kata Jasmina sambil menggigiti bibirnya. Devon membuka mulutnya, seakan-akan ia ingin berkata "WHATTTT" tanpa suara. Ia mengambil HP miliknya dan mengetik sesuatu. Itu pastilah pesan WA untuk Jasmina.
"Ngapain kamu ngomong begitu sama mama? Makanan belum juga di hidang, yang ada bentar lagi kita disidang nih", begitu pesan Devon. Jasmina langsung memegang HP miliknya agar getarannya tidak terlalu mengganggu. Jangan sampai orang di ruangan ini mengetahui bahwa mereka berdua saling berkirim pesan padahal sedang duduk saling berhadap-hadapan!
"Lah, gimana, bukannya kamu sendiri yang bilang. Kalo di tanyain sama mama, jawab aja iya iya iya", balas Jasmina. Ia mengerjab-ngerjab matanya sambil terus menatap HP miliknya.
Ketika Devon membaca balasan Jasmina, ia tidak sanggup membalas apapun. Ia hanya menepok jidatnya, seakan-akan ada kerumunan nyamuk yang bertengger di dahinya.