Chereads / Pacaran Paksa (Dengan Ketua OSIS) / Chapter 85 - BAB 2: Terjebak di Restoran Jepang (18+)

Chapter 85 - BAB 2: Terjebak di Restoran Jepang (18+)

Jasmina mencoba memasukkan sushi-suchi yang ditata begitu ciamik ke dalam mulutnya. Dahulu, bila ia dan Devon kebetulan makan di restoran Jepang, sama sekali bukan masalah bila ia makan dengan gragas. Ia biasa menjejalkan 1 potongan sushi untuh ke dalam mulutnya dan berjuang "mengurainya" sampai semua tertelan habis. Begitu terus sampai belasan potong habis. Tapi kali ini, ia mencoba untuk mencicilnya. Jasmina membagi dua sushi itu agar menjadi potongan yang lebih kecil. Alhasil isinya berkeluaran tak menentu, yang menyebabkannya menjadi berhamburan sebelum masuk ke mulutnya.

Mama Burnwood yang melihat perbedaan pada diri Jasmina hari ini tak kuasa menahan senyum. Ia melirik putranya yang kebetulan duduk persis di sebelahnya. Cowok itu berusaha melahap bentonya dengan pandangan lurus ke bawah, seakan-akan di balik nasi dan tempura udang, ada emas yang harus ia temukan. Tapi sesekali ia melirik ke arah Jasmina. Sedetik saja, asal tidak kentara. Mama Burnwood menggeleng-geleng kecil sambil mencomot salah satu tempura dan menggigitnya dengan pelan. "Oh, waktu berlalu begitu cepat, ternyata anak-anak ini sudah dewasa", begitu pikirnya.

"Besan, ayo makan, ayo makan", kata papa Burnwood mengipasi papa Jasmina agar lebih semangat makannya.

"Siap besan. Hahahahahha", papa Jasmina menyahut sambil tergelak, beriringan dengan seluruh anggota kecuali Devon dan Jasmina. Kedua sejoli itu siap menyungsepkan wajah mereka ke makanan mereka masing-masing. Tiba-tiba dalam satu hari, status mereka semua berubah. Tetangga menjadi besan, pacar jadi tunangan, kakak atau adik menjadi ipar. Semua bagai mimpi. Oh tunggu dulu. Ini semua masih calon kan?

"Jadi kapan hari baiknya tante?", tanya Gading memulai percakapan "resmi" setelah melihat semua telah menghabiskan makanan utama mereka. Dalam 15 menit lagi, makanan penutup atau yang manis-manis akan mulai di hidang. Begitu instruksi Rania.

"Hemmm, tante sih kalo bisa, maunya besok aaaajjjjjaaa", katanya dengan tawa yang sumringah. Tawanya ringan, tapi langsung ada beban berat yang tiba-tiba melongsor di pundak Jasmina dan Devon. Keduanya saling berpandangan, ingin mengatakan sesuatu tapi tak bisa.

"Tapi Devon nih, udah main lamar-lamar segala, ehhh nanti sore udah harus berangkat ke Bandung lagi. Ihhh sebeelll", kata mama Burnwood lagi. Jasmina kaget dan langsung menatap Devon dengan serius. Kok Devon gak bilang-bilang sih mau jalan ke Bandung sore ini? Devon menatap Jasmina dengan tatapan menyesal. Mungkin ia lupa mengatakan itu. Sejak proses "lamaran paksa", mereka tidak banyak berbicara setelah itu. Jasmina bahkan tertidur sepanjang perjalanan dari Hotel menuju rumah.

"Ih kamu kok gak cuti aja sih Dev. Cuti satu semester gituuuu. Bosen aku liat kamu kuliah terus", kata Rania acuh tak acuh sambil memasukkan sisa tempura yang belum diangkat oleh pelayan.

"Huuuusss gak sopan kamu. Masak lagi koas disuruh cuti satu semester. Kuliah dokter mah ga bebas.", hardik kak Gading sambil menggetok kepala Rania pakai sumpit bersih. Devon tersenyum penuh kemenangan. "Aku padamu kak Gading, hajar aja Rania", gumam Devon.

"Saya sih setuju aja Mbak, mau besok, mau lusa atau 3 hari lagi", kata papa Jasmina sambil mengedipkan satu matanya ke arah Devon dan Jasmina. YANG BENER AJA. Itu mah sama aja. Kontan satu meja tertawa ngikik dengan komentar si pak dokter yang jarang-jarang melucu.

"Ih papa apaan sihhhh, itu mah sama ajaaaa", kata Jasmina sambil mencubit pinggang papanya, dan curi pandang tipis-tipis ke arah Devon. Tampak cowok itu berusaha merapatkan bibirnya agar tidak tersenyum. Tapi pipinya yang putih sudah merona menahan tawa.

"Maksudnya gini mbak, apa gak kasian sama Devon, setelah menikah, dia harus kembali ke Bandung kan?", tanya papa.

"Loh kenapa? No problem. Yang penting Devon dan Jasmina menikah lebih cepat?. Apa akan masalah untuk Jasmina", kata papa Burnwood dengan bahasa Indonesia patah-patah. Jasmina dan Devon mulai kuatir. Ya, mereka kuatir kalau ada yang menjelaskan bahwa...

"Gini loh om, tante, maksudnya kan kasian sama Jasmina dan Devon. Udah nikah, udah icip-icip, eh malah harus pisah. Kalau kepengen kan jadi bingung", jawab kak Gading yang akhirnya mengundang tawa kegelian dari Almira dan Rania. Mereka mulai memukul-mukul meja makan dan memegang perut geli mereka dengan satu tangan lainnya. Mama dan papa Burnwood yang baru memahami, kontan menutup mulut mereka dan menahan tawa geli. Ini sudah area 21++.

Jasmina ternganga mendengar kak Gading menjelaskan begitu gamblang maksud sang papa. Devon sudah kehabisan cara untuk menyembunyikan wajah malunya. Alhasil ia menutup kedua wajahnya memakai tangannya yang besar dan menumpukan sikunya di meja makan. Sekilas ia sedang menahan tangis. Tapi guncangan di bahunya menandakan ia sedang tertawa. Jasmina semakin bingung tentang bagaimana ia harus berekspresi. Malu, marah, kesal, canggung. Baru tadi malam ia dilamar, sekarang semua orang sedang membicarakan aktifitas seksualnya? Ter La Lu.

"Hahaha ok ok saya paham sekarang Dok. Nah sekarang terserah Devon nih. Kamu maunya kapan? Kan biasanya pihak laki-laki yang tidak dapat menahan yang ga bisa ditahan hahahahaha", kata mama Devon yang akhirnya membangkitkan lagi gemuruh tawa yang tadi sempat mereda. Dan kali ini Jasmina ikut-ikutan menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan mulai tertawa malu. Ya Tuhan... sampai kapan ini berlangsung. Sunggug penyiksaan fisik.

"Gimana Devon?", tanya Papa Burnwood. Sukurnya Devon sudah berhenti tertawa, walau seluruh mukanya sekarang masih merah padam.

"Akkk...ak...aku sih terserah Jasmina aja. Dia kayaknya masih sibuk juga di kantor", kata Devon mencoba untuk menenangkan semuanya. Jasmina mendelik ke arah Devon.

"Lah kamu gimana sih, tadi malam ngelamar, tapi sekarang malah ga tau mau kawin kapan", kata Jasmina sewot. Sebenarnya Jasmina juga bingung, Kalau mau kawin cepet salah, karena terkesan terburu-buru. Kalau mau kawin nanti-nanti, eh yang bener aja. Sekarang setidaknya 6000 orang sudah tau kalo dia sudah tunangan. Masak kawin digantung-gantung.

"Lah, kamu aja tadi malam nerima gitu aja?", jawab Devon tak kalah sewot.

"Lah kalo aku tolak, atau aku pending ya habis lah nasib kita. Itu disorot ama berapa kamera coba? Ini aja, tunggu... tunggu..tunggu, berkat Rania, sudah ada 7898 orang yang menonton video lamaran kita tadi malam", kata Jasmina sambil menunjukkan akun milik Rania. Sang adik ipar yang saat ini sedang disorot haya bisa tersenyum sambil menunjukkan 2 jari tanda V. Entah simbol kemenangan atau perdamaian.

"Yahhh nduk, gak usah dibahas itu. Sekarang gimana? Kamu mau kawinnya kapan?", tanya sang papa. Jasmina terdiam. Sebenarnya percakapan sebelumnya cuma untuk menunda jawaban "kapan" yang harus segera ia jawab.

"Jasmina sih sebenarnya ga masalah kalau dalam waktu 6 sampai 12 bulan ke depan papa. Kalau lebih cepat dari itu, kesannya buru-buru ya. Jasmina aja yang seorang EO, perlu waktu setidaknya berbulan-bulan untuk mempersiapkan sebuah acara. Itu acaranya loh ya, belum termasuk mentalnya. Jasmina dan Devon kan baru aja... ehhmm.. deket ya belum 2 tahun ini. Itu juga kita jarang-jarang ketemu", kata Jasmina mencoba menjelaskan.

"Lah mau 6 bulan atau 12 bulan, kita juga masih akan jarak jauh Jas. Aku setidaknya baru wisuda ya tahun depan. Kamu mau nunggu selama itu?", tanya Devon yang mengundang anggukan tanda setuju dari seluruh meja. Dan kontan mereka semua menatap Jasmina, menunggu jawaban yang penting.

"Jadi kamu tega setelah kita uda sempet bersama malah sering pisah-pisah? Aku gak mau ah. Kalo bareng-bareng, kalau enggak ya enggak", kata Jasmina lagi, yang diikuti oleh anggukan-anggukan penonton lagi. Dan mereka semua beralih menatap Devon. Seru juga ini pertarungan antara 2 sejoli baru.

"Lah jadi kamu minta putus?", tanya Devon bingung dengan suara yang sayu. Semua penonton terperanjat dan mengalihkan pandangan mereka ke Jasmina, menantikan jawaban gadis itu.

"Ya ampunnn bukan gitu Dev, maksudnya tuh...", Jasmina menatap ke arah penonton. Sebenarnya apa yang ia ingin katakan sih, bukan untuk konsumsi publik. Tapi semua orang sedang menatapnya dengan penuh harap.

"Maksud aku itu...", Jasmina masih tercekat kata-katanya di tenggorokan. Ia berusaha menyusun kata sejelas mungkin agar semua paham.

"Waktu kita cuma berteman, rasanya udah cukup sedih pas kamu kuliah di Bandung. Tapi aku lebih tersiksa lagi sejak 2 tahun lalu kita akhirnya benar-benar resmi pacaran, tapi kita masih belum bisa bersama. Aku bisa kebayang, pasti nanti...nanti pas kita benar-benar menikah, aku kayaknya gak akan sanggup harus pisah-pisah lagi sama kamu...", kata Jasmina mencoba berbicara dengan sepelan dan selembut mungkin, dan ketika ia selesai ia menutup matanya dengan malu. Ia siap di hakimi, di hujat atau di ledeki.

"Ah cieeeee, romantis amatttt hahahaha", Kak Gading mulai meledekinya.

"Ah so sweet banget Jasminaaaaa", kata Rania yang akhirnya berlari-lari kecil dan menabrakkan tubuhnya untuk memeluk Jasmina. Gadis itu belum berani membuka matanya karena tersipu malu. Orangtua Devon dan Jasmina tersenyum haru. Bahkan sekarang Devon tidak mampu berkata-kata lagi. Tapi dalam hatinya, ia setuju dnegan Jasmina. Mungkin pun ia tidak akan sanggup berpisah lagi dengan Jasmina setelah apa yang sudah mereka lalui 5 tahun terakhir ini. Tinggal setahun lagi. SATU TAHUN yang panjang lagi.

"Ya udah, gimana? Jasmina? Devon? Siap untuk LDR lagi 1 tahun lagi?", tanya sang mama Burnwood. Semua kembali menatap Devon dan Jasmina. Kali ini Jasmina memberanikan diri membuka matanya dan menatap Devon. Weeiitttss ternyata sang pujaan hati Pas banget lagi menatap Jasmina. Ketemu deh.

"Siap gak siap harus aku jalanin, asal aku tetap nikah sama Jasmina", jawab Devon mantap sambil menatap Jasmina dan papa Jasmina. Om dokter langsung tersenyum hari sambil menggenggam tangan putri satu-satunya itu. Dalam hatinya, ia bahagia karena telah menemukan calon yang tepat untuk anak gadisnya. Tapi di satu sisi, ia harus siap-siap kehilangan Jasmina karena akan menikah dengan orang lain.

"Awww so sweet banget sih", kata kak Almira yang di amini oleh Rania. Mereka berdua memasang tampang mellow happy menatap Jasmina dan Devon.

"Ya udah kalo gitu kita sepakati aja ya. Pernikahan akan digelar sehari setelah Devon wisuda dokter. Bagaimana?", tanya mama Burnwood. Jasmina tiba-tiba tergelak. Ia ingat kak Naga Bonar pernah memaksa kak Tyas untuk melakukan hal yang sama. Dan benar saja. Kak Tyas sebenarnya baru saja di wisuda 2 hari sebelum resepsi pernikahan berlangsung. Ia sudah cukup bersabar untuk menunda 1 hari karena kuatir kak Tyas kecapean dari acara wisuda ke pesta pernikahan hahahaha. Syukurlah ini Devon yang wisuda. Jadi Jasmina bisa agak santai. Toh masih setahun lagi.

"Setujuuuu", kontan semua serempak menjawab.

"Eh by the way, nanti Jasmina dan Devon akan tinggal dimana ya?", tiba-tiba papa Burnwood berceloteh yang tidak penting. Lah ngapain di bahas sekarang?

"Iya ya om, secara rumah kita jauuuuuh banget yaakkk", komentar kak Gading yang membuat sebagian penonton tertawa ngikik.

"Ah kalo liat dari gelagat mereka berdua yang masih kayak anak SMA ini, paling abis nikah, mereka tinggal di rumah masing-masing wakakakakak", Rania mulai ikut menyiram bensin di atas bara api. Kontan mereka mulai terbahak-bahak lagi.

"Gimana kalo kita jebol aja dinding rumah kita atau bikin terowongan. Jadi cucu-cucu kita bisa bebas bolak-balik ke rumah eyangnya", papa entah kenapa ikut nimbrung ber-halu ria. Jasmina dan Devon rasanya ingin menancapkan dahi mereka ke meja makan. Karena saat ini semua orang jadi tergelak membayangkan masa depan… ya ampun sudah bahas cucu!

"Ya ampun dokkkk! Saya sudah ga sabar. Ya udah deh gak jadi taon depan. Cepetan aja nikah biar aku cepet dapet cucuuuuu" kembali mama Burnwood berceloteh ingin meralat rencana. Tapi ia tahu itu tidak mungkin, dan ia kemudian mengelus-elus tangan kokoh Devon.

"Waktu berjalan cepat banget ya sayang. Satu hari kamu dan Rania berlari-lari di Brazil, mencoba bertahan dan menjadi anak-anak yang mandiri di Dubai. Dan kamu dengan berani tinggal sendiri di Jakarta. Kamu anak yang hebat Devon…", kata sang mama mulai terharu. Devon menatap sang mama dengan penuh kasih.

"Ternyata ada hikmahnya ya kamu sendirian di Jakarta. Ternyata supaya cepet ketemu jodoh. Atau memang rencana kamu tuh pilih rumah persis di samping rumah Jasmina???", tanya mama penuh curiga. Devon yang tadi bermuka sayu, mellow dan haru, tiba-tiba gelagapan.

'"Ih apaan sih mama. Itu mah uda takdirrrr… takdirrrr", kata Devon lagi. Sekarang semua mata sedang memandangnya dengan penuh tatapan curiga. Bahkan Jasmina. Iya ya, kenapa Devon bisa milih rumah persis disamping rumah Jasmina?

"Eh kita cepetan pulang yuk, aku mau siap-siap nih balik ke Bandung. Belon packing, belon beli oleh-oleh, belon macet di jalan. Udah harus sampai stasiun jam 6 sore nih", kata Devon sedikit memaksa sambil memandang mata semua orang.

"Baiklaaahh, jadi fix ya, kita pesta taon depan. Untuk sementara, Jasmina, Devon, kalian jaga hubungan kalian baik-baik. Anggap aja setahun ini persiapan pernikahan kalian secara fisik, mental dan finansial. Devon sudah harus memikirkan rencana setelah tamat dari koas ya. Nanti om akan bantu", kata papa Jasmina. Devon mengangguk-angguk dengan patuh.

"Om dan kak Gading untuk sementara ini akan menjaga Jasmina sampai saatnya tiba. Dan bila saat itu tiba, om minta kamu menjaganya dengan setulus hati dan sebaik-baiknya nak Devon", kata sang papa sambil menahan isak. Kenapa dari gelak tawa yang menggelegar, suasana jadi haru begini?

"Dan Jasmina, semoga kalian bisa bersabar sampai masa itu tiba. Tante akan pastiin selama setahun ini Devon menjaga pertunangan paksa kalian ini dengan sebaik-baiknya. Bila tante dengar dia macam-macam, jangan kuatir, tante yang akan pertama menebas miliknya", kata mama Burnwood sambil melirik Devon.

Ouuccchh, semua jadi merinding membayangkan apaaaa itu yang akan ditebas mama Burnwood. Devon mengangguk-angguk malas. Sang mama memang selalu ada-ada saja.