Chereads / Pacaran Paksa (Dengan Ketua OSIS) / Chapter 76 - BAB 76: Menjaga Seorang Devon

Chapter 76 - BAB 76: Menjaga Seorang Devon

Jasmina sedang memilih-milih baju yang ada di lemarinya. Dia sudah berusaha mencoba 3 sampai 4 outfit, tapi entah kenapa ia belum menemukan yang tepat. Akhirnya pilihannya jatuh kepada kaos putih lengan pendek, celana jeans biru, dan ia memakai kalung dengan bandul papan surfing yang ia beli di Bali. Ia masih mengenakan gelang dengan bandul bunga cempaka, disandingkan dengan gelang tali dengan namanya di tangan kanan, sedangkan ia memakai Jam tangan putih di tangan kiri.

Mau kemana Jasmina? Hanya kerumah Devon. Wow banget gak sih persiapannya?

Ia membuka pagar rumah keluarga Burnwood, dan menutupnya kembali. Ia kemudian membuka pintu utama yang memang tidak terkunci juga. Rania sudah memberikan instruksi yang jelas. Gadis itu hari ini harus ke sekolah untuk latihan paduan suara dadakan untuk perlombaan antar sekolah internasional. Ia sudah berangkat dari pukul 7 pagi dan mungkin akan kembali pukul 7 malam atau lebih. Ia menggunakan mobil CRV milik Devon. "Jasmina, please take care of Devon. He is very sick. Gate and door in not locked. Thanks", begitu kira-kira isi chat Rania tadi sebelum jam 7 Pagi.

Dan disinilah Jasmina, pukul 8.15 pagi dan mencoba mencari sang pasien. Sejak pulang dari Bali, trio ini masih belum bisa move on dengan liburan. Mereka menyusuri Dufan, Taman mini, bahkan camping di Puncak. Sepertinya Devon sang supir cukup terkuras energinya, sehingga sejak tadi malam ia tumbang. Jasmina benar-benar kuatir mendengar kabar itu. Tapi sekarang ia lebih kuatir lagi, karena seumur-umur belum pernah mengurus orang sakit. Dimana kah kak Gading sang calon dokter ketika ia membutuhkannya?

"Devon....", Jasmina mencoba memanggil cowok itu sambil menaiki tangga. Kamar Devon dan Rania ada di lantai 2. Ia tau kamar Rania, sudah sering sekali mereka nongkrong disitu. Tapi ia belum pernah memasuki kamar Devon, yang terletak berhadapan dengan kamar adiknya. "Devon, kamu masih tidur kah?", Jasmina mulai memasuki kamar Devon yang ternyata tidak terkunci. Tiba-tiba...

"Aarrrrggghhhhh", suara teriakan yang berasal dari mulut Devon DAN Jasmina secara serempak terdengar.

Yang membuat gempar adalah sesosok Devon yang baru saja keluar dari kamar mandi, dan HANYA mengenakan celana basket. HANYA celana basket, dengan rambut, wajah dan badan kekar yang masih setengah basah. Devon tidak menyangka akan ada orang lain dirumahnya, apalagi seorang PEREMPUAN. Ia refleks mengambil handuk yang telah jatuh di lantai, tapi bingung mau menutupi bagian mana.

Sedangkan Jasmina...sedangkan Jasmina... kaget setengah mati ngeliat cowok setengah telanjang... wajahnya langsung malu bersemu merah, tapi tangannya kaku. Ia sudah memerintahkan kedua tangannya untuk menutup kedua matanya, tapi tangan itu kaku! Beneran! Ia hanya berteriak dan berdiri terpaku.

Ketika akhirnya Jasmina mampu mengumpulkan seluruh nyawanya, ia berlari keluar kamar Devon dan menyandar punggungnya di dinding samping kamar Devon. "Devon sorrryyyy. Aku ga tau kalo kamu telanjang, eh maksudnya kamu baru keluar kamar mandiiiii. Sorrryyyy", maaf Jasmina sambil mengumpat dirinya. "Bego, sialan, gak tau diri, asal masuk kamar orang, lancang banget!", batinnya berulang kali.

Tapi setelah dipikir-pikir, ketika mereka ada di Bali, beberapa kali mereka berenang bareng di kolam renang villa. Perasaan ya, waktu itu gak seheboh ini deh. Aneh.

Devon memejamkan matanya sambil menggeleng kepalanya. Tangannya tergenggam. "Stupid…Ya ampun ini mimpi halu gara-gara demam atau apa ya? Kok ya bisaaaaa Jasmina... ada dikamar gueeee", batinnya. Ia malu bukan kepalang.

"It's ok Jasmina. Tunggu aja di ruang tivi ya, aku keluar bentar lagi. Aku harus pake baju dulu...", kata Devon salah omong. Ia kembali memejamkan matanya sambil menggeretakkan giginya. "Ngapain gueee mention soal pake baju segala!", batinnya lagi.

Jasmina buru-buru turun ke ruang tivi dan melihat apa yang bisa ia bantu untuk meringankan beban Devon. Memang sih pas Jasmina liat sekilas (sekilas loh yaaaa), walaupun Devon baru selesai mandi, tapi muka pucatnya gak bisa disembunyikan. Sepertinya ia masih demam. Jasmina segera mengeluarkan stok obat-obatan dirumahnya sesuai instruksi kak Gading. "Obat demam, anti radang, obat flu, vitamin,...", katanya sambil bergumam. Kemudian ia mondar-mandir lagi.

Tiba-tiba Devon turun dari lantai 2. Cowok itu sudah memakai baju, eh... tentu saja! Ia mengenakan kaos oblong yang sepertinya ia beli di Bali dan celana training panjang. Dan sejak pulang dari Bali, Devon belum pernah melepaskan gelang yang ia belikan. Bahkan sekilas tadi ketika ia baru keluar dari kamar mandi, ia masih memakainya. Sekilas loh ya, tadi terlihat... hehehehe

"Devon, kata kak Gading, kamu harus minum semua obat ini. Yuk minum dulu yaa...", ajak Jasmina. Devon berjalan pelan ke arah Jasmina yang berdiri di samping meja makan. Ia masih diam. Ia memutuskan untuk duduk di salah satu kursi meja makan.

"Tapi aku belum makan", katanya lemas. Jasmina menepok jidatnya! "Oiyyaaa makan dulu ya", Jasmina langsung panik melihat ke kiri dan kekanan, tapi gak ada yang bisa dijadikan sarapan. Devon tersenyum kecil.

"Kamu uda sarapan belum?", tanya Devon ketika melihat Jasmina sekarang sedang sibuk membuka kulkas dan kitchen set di dapur itu. Jasmina terdiam. Sejak pagi ia terlalu sibuk memilih outfit-to-Devon-place. Jasmina menggeleng. Devon tertawa sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya, kemudian menempelkannya di lehernya.

"A...aakuu buatin sesuatu ya. Kamu biasa sarapan roti kan? Kok tumben gak ada? Abis ya? Aku beli dulu di mini market gimana? Atau kamu mau pizza? Kamu mau sarapan apa? Biar aku beli di luar kompleks", kata Jasmina mulai panik. Sepertinya Devon masih demam tinggi. Matanya sayu dan berair. Suaranya juga parau dan pelan. Aduh gimana ini…

Devon tersenyum jahil. "Jasmina.....duduk dulu. Kita pesen bubur lewat ojek online aja mau gak?", tanya Devon. Jasmina kontan menepok jidatnya lagi! "Ya ampun, kenapa ga kepikiran dari tadi. Hari gini mau ribet" batinnya dalam hati. Jasmina mengangguk-angguk cepat.

"Iya iya iya Dev, mau bubur. AKu mau, kamu juga makan bubur kan?", tanya Jasmina salah tingkah. Aduh kok dia jadi ribet gini. Devon tersenyum dan mengangguk pelan.

Jasmina menyodorkan termometer ke Devon. Cowok itu pura-pura gak paham dan diam menatap Jasmina.

"I...ii..itu Dev, dipasang dulu", katanya sambil menyodorkan ke arah Devon. Di Dubai termometer tetep dipasang di ketek kan ya? Bukan di area lain? Kenapa Devon bengong aja sihhh? Devon mengangkat alisnya dan berkata..."Hemmm?".

Jasmina mulai frustasi, dan mendekatkan si termometer ke arak ketek Devon, "Ini Dev, pasang dulu disitu, biar kita tau panasnya berapa", perintah Jasmina. Devon menunjuk keteknya. Jasmina mengangguk. Devon kemudian mengangkat salah satu keteknya. HANYA MENGANGKAT DOANK! Jadi maksud Devon apa? Dia gitu yang harus nusukin si termometer ittuuu. Udah gillaaaa. Tapi Jasmina kerjain juga. Sangkin tremornya tangan Jasmina, sebelum termometer itu bener-bener masuk ke ketek si ganteng, jatuh deh ke pangkuan Devon.

Jasmina sontak berteriak "Whhhattttt", dan berdiri panik. Devon hanya tertawa ngakak. Ini nih pembalasan buat tuan putri Jasmina yang udah muncul di kamarnya tanpa aba-aba. Bikin panik aja. Devon terus tertawa dengan suaranya yang parau sambil memegang perutnya.

"Ketawa terus Dev, lu ga bakal cepet sembuh ihhhh", Jasmina mulai kesel dan mencubit salah satu lengan Devon. Ia kemudian dengan kasar menarik salah satu tangan Devon dan memasukkan termometer itu dengan cepat di keteknya. Lahhh itu bisa, gak pake tremor lagi. Tapi Devon masih tetap tertawa.

Jasmina kemudian memesan bubur ayam dan aneka sate telur, ati ampela beserta jus jeruk di gerai bubur dekat kompleks mereka. Ia mengecek termometer. Panas devon 39.5. Ia berhenti kesel sama cowok itu. Devon juga sudah berhenti tertawa, menopangkan wajahnya dengan salah satu telapak tangannya sambil memandang obat-obatan di meja makan. Lesu banget.

"Dev, panas banget ini. Kamu pasti ga nyaman pas makan. Kita minum obat demam dulu ya, setelah segeran, baru kamu makan buburnya nanti. Ok?", perintah Jasmina dengan lembut. Devon mengangguk pelan. Jasmina mengambil segelas air dan menyodorkannya ke Devon. Ia membuka salah satu obat demam itu dan meletakkannya di tangan Devon. Cowok itu masih terdiam. Jangan katakan...

"Suapin....", katanya manja. Jasmina terbelalak. Mau kesel, tapi pasiennya lagi panas tinggi. Jasmina mengambil si obat demam, dan menyodorkannya pelan ke arah mulut Devon. Devon membuka mulutnya sehingga Jasmina bisa meletakkan si obat disitu. Ia meminum segelas air sampai habis.

Jasmina segera lari ke lantai 2 tanpa pamit kepada Devon. Ia kemudian turun membawa 2 buah bantal, sebuah selimut dan sebuah seprei yang masih bersih. Ia mulai melebarkan seprei bersih itu di sofa ruang tivi, mengatur posisi 2 bantal dan melipat selimut tipis dan meletakkannya di sofa. Ia mengisyaratkan Devon untuk datang.

Devon takjub dengan yang dilakukan Jasmina. Ia bangkit dari ruang makan dan menuju ruang tivi yang letaknya tidak begitu jauh. "Hayo, baringan disini dulu, sambil nunggu si bubur dateng. Kamu perlu banyak istirahat", kata Jasmina. Devon menurut, dan segera merebahkan tubuhnya di sofa. Nyaman banget.

Jasmina mulai mondar-mandir dan bingung harus apa. Bubur baru dateng sekitar 15 menit lagi. Jadi sekarang harus apa? Biasanya orang sakit perlu apa? This is new for her. "Oiyaaa hidupkan tivi", batinnya. Ia langsung mengambil remote tivi besar itu, dan menyodorkannya ke Devon, "Mau nonton apa Dev?", tanyanya.

Devon tersenyum sambil mengambil sang remote. Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang baru bagi Devon. Selama ini memang ia jarang sakit, malah ia yang lebih sering mengurus Rania yang sakit. Karena orang tuanya sibuk bekerja, ia terbiasa untuk mandiri dan mengurus diri sendiri, bahkan ketika sakit. Hari ini, Rania gak ngomong apa-apa kalo bakal ada "suster ngesot" dari sebelah yang akan mengurusnya. Jadi sebenarnya, Devon sangat tertarik dengan apa yang akan terjadi hari ini...

Dia menyetel salah satu channel film. Mereka memilih akan menonton sebuah film bersama. "Aku blon pernah nonton film ini di bioskop. Kata orang bagus banget. Kamu uda pernah nonton?", tanya Devon. Jasmina sebenarnya enggan. Ia belum pernah menonton film itu juga. Tapi ia sudah mendengar dan membaca sinopsisnya berulang-ulang.

Film tentang percintaan remaja di SMA yang penuh kebaperan dan kehaluan maksimal, yang akan membangkitkan hasrat untuk ingin memiliki pacar. Itulah alasan ia enggan menontonnya saat itu, dan rasanya akan canggung bila menontonnya dengan Devon saat ini. Benar bukan?

Tapi Devon tidak mendengar alasan Jasmina, wong hanya ia ucapkan dalam hati aja. Jadilah ia memencet film itu. Jasmina menarik nafas. Semoga gak canggung. Semoga gak canggung. Semoga gak canggung. Untung saja permulaan film itu masih seputar perkenalan dan adegan-adegan tidak penting. Semoga pas adegan baper, Devon sudah sibuk makan bubur, dan pas baper maksimal, dia uda teler berkat obat-obatan, batin Jasmina.

"Ting nonnggg", bel berbunyi. "BUBURRRR BUBURRRR", seru Jasmina sambil berteriak. Devon kaget. Bukan karena suara bel, tapi karena suara teriakan Jasmina. Ngapain juga cewek aneh ini pake acara teriak segala. Emang dari tadi kita nunggu bubur kok! Hahahahaha

Jasmina segera memindahkan si bubur ke mangkuk-mangkuk cantik yang telah di beli Devon, Rania dan Jasmina pada sesi belanja yang lalu. Ia meletakkannya di nampan, bersama krupuk dan gelas berisi air mineral. Ia meletakkannya di meja depan sofa, tepat di hadapan Devon. "Makan dulu ya Dev, biar kita bisa minum obat lagi", perintah Jasmina sambil mengecek dahi Devon. Dahi cowok itu keringatan, sepertinya obat demam sudah bereaksi sehingga ia keringatan.

Devon menatap Jasmina. Ia masi lemah, ia masih sayu. Tapi jantungnya berdegup sangat kencang. Efek aneh parasetamol kah? Devon mengambil posisi duduk, tapi belum ada aba-aba ia akan mengambil mangkuk itu. Jangan-jangan...

"Suapin Jaz...", pintanya manja. Jasmina kembali membelalakkan matanya. Tapi okelah. Demi agar ia bisa cepat-cepat menghabiskan buburnya, ia cepet minum obar, dan tidur lagi. Fine.

Jasmina tersenyum, dan mengambil mangkok bubur bagian Devon. "Tapi kalo aku suapin, makannya yang cepet yaaaa", pinta Jasmina. Devon mengangguk kuat sampai badannya ikut bergoyang. Jasmina mulai memberikan suapan pertama...

"Kecapknya mana?", Jasmina tersenyum dan mengambil kecap, meneteskannya di atas bubur Devon.

"Kerupuknya mana?, Jasmina kembali tersenyum, kali ini matanya agak melotot. Ia meletakkan kerupuk di suapan ketiga.

"Aku mau sate telur jugaa....", Jasmina paham, ia membelah telur puyuh itu dan meletakkannya di atas suapan keempat…

"Sate ati ampela....", belum Devon menyelesaikan kalimatnya, Jasmina sudah sigap meletakkan ati di suapan kelima dan ampela di suapan keenam

Begitu terus sampai akhirnya bubur itu benar-benar habis. HAAHH tidak sangka, tuan Devon rewel benerrr kalo jadi pasien. Ngalahin orang mau melahirkan. Jasmina langsung mengambil obat-obatan yang ada di meja makan, dan kali ini ia paham dan langsung menyuapkan sang obat satu persatu ke mulut Devon. Cowok itu tersenyum manis. Devon menghabiskan minumnya, dan mulai menonton kembali.

Tanpa terasa, keringat mulai membanjiri wajah, rambut dan badan Devon. Panasnya benar-benar sudah turun. Jasmina mengambilkan segelas air lagi untuk Devon, "Kamu tetap harus banyak minum ya Dev, aku taruh disini yah", perintah gadis itu. Jasmina kemudian naik lagi ke lantai 2 dan turun lagi membawa sebuah kaos oblong yang sama nyamannya dengan yang dikenakan Devon.

"Dev, ganti baju dulu ya. Kamu keringatan banget. Nanti malah masuk angin lagi", perintah Jasmina. Devon paham. Secara refleks, ia langsung membuat kaos yang dipakainya dan sekali lagi memperlihatkan roti sobek di perutnya. Jasmina kontan kembali berteriak "Kyyyaaaaa!! Devon!!!".

"Loh, tadi katanya disuruh ganti baju", kata Devon tanpa rasa bersalah. Muka Jasmina memerah. Antara merona malu plus marah luar biasa.

"Kamu ini yaaaa, ya pake aba-aba gitu biar aku kabur bentar", Jasmina kali ini mampu menutup matanya dengan kedua tangannya. Devon tertawa terbahak-bahak. Setelah selesai memakai baju, ia kembali merebahkan dirinya di sofa. Posisi ini benar-benar nyaman.

Jasmina akhirnya berkesempatan untuk memakan bubur miliknya. Ia duduk di lantai dan bersadar di sofa yang sedang ditiduri Devon. Ini bukan pertama kalinya ia duduk nonton tivi dengan posisi ini. Mereka sering sekali nonton tivi ini bertiga. Kadang Jasmina diatas sofa, Rania di sofa yang lebih kecil dan Devon duduk dibawah, atau sebaliknya. Tapi entah kenapa, hari ini terasa begitu aneh. Jasmina mencoba untuk fokus pada bubur dan tayangan tivi yang sudah mulai menunjukkan kebaperan dan kehaluan.

Devon belum menunjukkan tanda-tanda tidur. Iya dengan kepo malah mulai bertanya-tanya tentang plot, tentang karakter pemain, dan malah membicarakan hubungan sang pemeran utama, dan mulai berhipotesa. "Cowoknya kok sombong banget ya, kalo suka, bilang aja suka. Ngapain ribet gitu ya", komentarnya dengan nada yang masih lemas. HAAAHH, kayak seseorang aja, batin Jasmina dalam hati.

"Itu juga si cewek ngapain ya galau begitu. Kalo suka sama si Dio, ya itu aja, gak usah bolak balik mikir mau balikan ama Ari. Ya kan? Apa semua cewek gitu ya?", tanya Devon. Jasmina rasanya mendidih, apakah ia sedang disindirrr? Iya belum mau berkomentar. Sebentar lagi buburnya akan mendingin. Habisin dulu.

Ketika akhirnya sang pemeran utama akhirnya saling blak-blakan dan menyatakan perasaannya, suasana mulai canggung. Jasmina tampak berkeringat. Alunan musik romantis ketika pasangan itu berpelukan benar-benar membuat Jasmina canggung. Apa ini bisa memancing Devon untuk menyatakan hatinya sekarang? Atau apakah Devon benar-benar mau menyatakan kalau ia suka sama Jasmina? Atau jangan-jangan ia bohong kepada kak Miko. Devon senyap, tidak berhipotesa lagi. Jasmina memberanikan diri menatap kebelakang, ke arah wajah Devon.

Jiaaahhh… cowok itu tidur donk! Jasmina menggeleng-gelengkan kepalanya. She worried for nothing. Jasmina mengambil 2 mangkuk bubur yang sudah kosong, kemudian membawanya ke dapur untuk mencucinya. Ia merapikan meja makan dan mengisi salah satu botol minum untuk di dekatkan ke meja tivi. Ia akan membiarkan Devon beristirahat, Jasmina akan pulang.

Ia membungkukkan dirinya ke arah Devon yang tertidur dan memperbaiki selimutnya. Ia berusaha membisikkan sesuatu ke telinga Devon. "Aku pulang dulu ya Dev, istira...", Devon seketika menangkap tangan Jasmina! Jasmina kaget. Tubuhnya masih membungkuk dan ia bingung harus bagaimana. Salah satu momen teraneh bin ajaib.

"Don't go", katanya singkat masih dengan mata tertutup. Jasmina berfikir untuk beberapa detik. Pulang, tinggal, pulang, tinggal. Tujuan dia kesini adalah untuk memastikan Devon lebih baik bukan? Setelah apa yang dilakukan cowok itu untuknya, bukankah tinggal sebentar tidak akan menjadi masalah?

Jasmina mengambil posisi duduk di lantai, dan menyanggah tubuhnya dengan sofa yang ditiduri Devon. Tapi kali ini, kepalanya lebih dekat ke kepala Devon, DENGAN MAKSUD agar ia dapat mendengar nafasnya, dan waspada bila ada hal-hal yang perlu ia kuatirkan. Ya kan? Jasmina kembali menonton film itu. Tanpa ia sadari, ia menonton film lain,dan film ya lain…

---

Rania kabur sebentar dari latihan di sekolahnya. Ia ingin memastikan Jasmina dan sang kakak tidak berantem dan cukup makan. Di tangannya, sudah ada 3 porsi nasi goreng, pangsit goreng dan tumis daging sapi lada hitam kesukaan Devon. "Devon, Jasmina, I'm homeeee", katanya girang. Ketika ia akan meletakkan aneka makanan itu menuju dapur, ia tertegun dengan sebuah pemandangan...

Devon yang tertidur nyaman di atas sofa, sedangkan Jasmina tertidur dengan kepala diatas sofa, wajah mereka sangat dekat seakan mereka sedang saling menatap. Yang lebih mengejutkan, Jasmina menggenggam tangan Devon. WOWWWW! So much love!

Rania segera mengeluarkan HP miliknya dan memotretnya. "I'm going to blackmail them with this hahahahah", katanya licik.