Di tengah perjalanannya, mereka bertemu dengan seorang laki-laki yang seumuran dengan mereka tetapi badannya jauh lebih tinggi dari mereka. Rambut peraknya yang klimis, kulit putihnya seperti kertas bersih terlihat seperti artis boygroup korea. Anak itu hanya memandang mereka berlima dengan tatapan dingin dan cuek.
"Hei Claude, kau memang tampan. Tapi hari ini kau sangat tampan," kata si kembar itu meleleh memandang anak itu.
Namun anak itu tak membalas perkataan mereka, dan berkata, "Ohh, jadi kalian Bruno dan Max ya. Ayahku menceritakan sedikit tentang kalian. Sampai jumpa di Green Vallen," kata anak itu, dingin seraya meninggalkan mereka berlima.
Max dan Bruno saling memandang dan menganga, kebingungan, "Siapa dia? Dan kenapa dia tahu namaku?" teriak Bruno pada mereka berempat.
"Claude, anak dari tuan Hans, salah satu Petinggi Kerajaan. Sikapnya memang terkadang dingin, apalagi dengan orang yang baru saja ditemuinya. Tetapi dia orang yang baik jika kalian sudah mengenalnya. Meskipun ia hanya mempunyai sihir api, tetapi bisa dibilang sihir apinya adalah yang terkuat dikalangan orang seumurannya." Arstya menjelaskan.
Bruno pun berpikir bahwa sihirnya sama dengan milik Claude, sihir api. apalagi Arstya bilang sihir apinya adalah yang terkuat di Kerajaan Okuba yang membuat Bruno bertambah semangat bertemu dengan orang-orang yang kuat.
"Tadi dia sempat berkata Green Vallen, tempat apa itu?" kata Max penasaran.
"Green Vallen adalah nama Asrama Sihir di kerajaan kita, tempatnya sangat dekat dengan Istana Kerajaan dan kita bisa melihat Istana itu dari Asrama Sihir. Tuan Hans yang memberitahuku," Malvia menambahkan.
"Kalian kenal dengan tuan Hans?" tanya Bruno.
"Tentu saja kami kenal. Claude adalah teman kami juga. Terkadang aku ke rumahnya untuk bermain. Apa kalian tidak kenal tuan Hans?" Myne tanya balik.
"Tentu saja kami kenal, ia pernah ke desa kami" kata Max.
"Ya sudah kalau begitu ayo kita jalan lagi, keburu telat" sela Arstya.
Kemudian sampailah mereka di Asrama Sihir itu yang di atas gerbang nya ada tulisan besar berwarna putih "Green Vallen". Tempat itu sangat luas, terlebih lagi halamannya yang luas tiga kali lipat dari rumah Arstya.
Tumbuhan dan pepohonan menghiasi Asrama itu memberi kesan seperti berada di hutan yang megah. Beberapa anak terdaftar di ujian itu pun sudah menunggu ujian itu dimulai. Kebanyakan dari mereka merupakan keturunan bangsawan yang mana pakaiannya mereka terlihat seperti pangeran.
Green Vallen memiliki dua bangunan besar dan terpisah. Gedung sebelah kiri tertera disebuah papan besar bernama 'Higibana' untuk siswa yang mempelajari sihir dan gedung sebelah kanan tercantum nama asrama disebuah papan besar, 'SouthEater' untuk siswa yang mengasah kekuatan sihirnya.
Setelah semua peserta berkumpul, tiba-tiba pintu gerbang itu tertutup dengan sendirinya sebagai pertanda ujian masuk akan dimulai. Berkumpulah para peserta itu menjadi satu di atas halaman Green Vallen.
Kemudian ada dua orang sedang berjalan dari lorong gedung yang terletak antara gedung Higibana dan SouthEater menuju ke halaman. Satunya wanita yang terlihat garang dan satunya lagi pria yang terlihat ramah.
Wanita itu ketua Asrama Sihir Higibana, Catherine dan pria ramah itu ketua Asrama Sihir SouthEater, adalah Cadmus. Di belakang mereka, diikuti ketua Asrama Green Vallen, profesor Nepomuceno dan para profesor lainnya
Kemudian mereka berdiri di depan para peserta, seraya melihat ke kanan dan kiri mencoba mengingat wajah mereka satu persatu. Dengan instruksi dari Profesor Nepomuceno, Cathrine dan Cadmus langsung berjalan ke dua orang yang berbeda.
"Harap tenang, para peserta ujian. Profesor Nepomuceno akan memberikan satu dua kata sambutan kepada kalian," kata Cadmus keras menggema di halaman luas itu.
"Terima kasih profesor Cadmus dan selamat datang anak-anak sekalian yang telah mengikuti ujian masuk ini" kata profesor Nepomuceno tenang. "Ini hari yang cerah bukan? Aku bisa melihat semangat kalian mengikuti ujian ini. Aku harap kalian melakukannya dengan cara yang benar. Karena jika kalian ketahuan berbuat curang, kalian akan didiskualifikasi dan tidak boleh mengikuti ujian ini selamanya." Peserta yang mendengar kata itupun terlihat tegang dan takut akan resiko ketika ia melanggar aturan itu.
"Dan untuk kalian yang mengikuti ujian mempelajari ilmu sihir, silahkan baris di depan profesor Catherine dan kalian yang mengikuti ujian mengasah sihir, silahkan baris di depan profesor Cadmus di sebelah kanan kalian" kata profesor Nepomuceno memberi arahan.
"Kalau begitu semoga kalian berhasil, Bruno dan Max" kata Arstya. "Ya, semoga kalian bertiga juga berhasil" jawab Max.
Kemudian mereka berlima pun berpisah sesuai minat, dan berbaris dihadapan ketua asrama mereka. Claude yang bersempat bertemu mereka diperjalanan, berada di baris paling depan tepat dihadapan Cadmus.
Kemudian Catherine menyampaikan sedikit hal tentang tata tertib ujian dan setelah itu mengajak pesertanya menuju ruangan yang digunakan untuk ujian membuat ramuan.
Namun profesor Cadmus setelah menyampaikan pidatonya, ia tak mengajak pesertanya ke suatu tempat ujian dan berkata pada mereka bahwa tempat ujiannya telah mereka injak tanahnya sejak pertama kali datang, ialah halaman depan Green Vallen.
Para peserta merasa senang karena bisa menggunakan sihirnya secara barbar tanpa harus menahan kekuatan sihirnya. Claude yang pada dasarnya mempunyai tatapan dingin, merasa senang setelah mendengar kabar itu dan tersenyum seraya mengepalkan tangannya seperti ingin membunuh semua peserta.
"Baiklah, ujian tahun ini adalah pertarungan antar peserta. Kalian boleh menggunakan kekuatan sihir kalian, tapi jangan sampai membunuh mereka. Jika ada yang terbunuh, maka yang membunuh akan didiskualifikasi dan tidak boleh mengikuti ujian ini lagi selamanya." kata tuan Cadmus keras.
"Sekarang aku akan menjelaskan ujian ini. Di ujian ini kalian hanya bertarung satu kali saja, maka dari itu aku sarankan para peserta tidak perlu menahan kekuatan sihirnya. Peserta boleh menyerah jika ia tidak bisa mengalahkan peserta lain, namun ia langsung gagal di ujian ini.Siswa yang akan terpilih sudah pasti memiliki kekuatan sihir yang kuat dan siap dilatih lebih keras agar kemampuan sihir mereka melampaui batasnya. Jika diantara kalian ada yang tidak mau dilatih keras, silahkan melangkahkan kakinya keluar dari sini. Sekian."
Kemudian Cadmus berbalik badan dan meninggalkan para peserta, dan munculah Ketua Siswa SouthEater, Byrne memberikan mereka satu lembar kecil, bertuliskan nama peserta lain yang akan menjadi lawan mereka. Byrne menjadi wasit di ujian itu, dan berjaga-jaga jika ada konflik serius.
Max mendapatkan pertandingan ke-17, yang mana ia akan melawan Claude. Ia merasa tegang setelah mendengar cerita dari Arstya jika ia memiliki sihir api, lebih kuat dari Bruno. Max pun tak memberitahu Bruno bahwa ia akan melawan Claude.
"Hei, kau akan melawan siapa?" tanya Max penasaran. "Aku akan melawan Silva di pertandingan ke-19, aku tidak tahu siapa orang ini. Tapi kita liat saja nanti" ujar Bruno, ia merasa optimis akan menang. "Dan kau akan melawan siapa?" tanya Bruno, namun Max hanya terdiam, menggelengkan kepalanya seraya menelan ludah
"Baiklah, mari kita mulai ujian ini dengan pertandingan pertama antara Shawn dan Shin, silahkan maju ke depan dan para peserta lain harap sedikit menjaga jarak" kata Byrne.
Satu persatu peserta dipanggil saling bertarung dan tibalah pertarungan antara Max dan Claude. Bruno baru saja tahu hal itu, terbelalak, terkejut bahwa teman dekatnya akan melawan peserta yang diakui kekuatannya oleh Arstya.
Tadinya Bruno berada di barisan belakang, seketika menerobos maju, menyenggol beberapa orang agar melihat pertandingan Max dengan terbuka.
Max dan Claude berdiri dihadapan para peserta dan Byrne, saling bertatapan dan menundukkan badannya sebelum memulai pertarungan. Byrne memberi instruksi dengan hitungan mundur, dan pertandingan ke-17 telah dimulai.
Pertandingan baru berjalan 0,5 detik, mulut Claude komat-kamit seraya memutar tangannya dan mengeluarkan sihir membentuk bola api besar mengarah Max. Ia pun belum siap, terkejut dan bergerak cepat menghindari bola api itu dengan menghela nafas yang panik.
"Sial! baru mulai saja ia sudah ingin membunuhku," pikir Max seraya menengok bola api yang berhasil ia hindari.
Tak sampai disitu, Claude lagi-lagi mengeluarkan sihir yang sama, bola apinya bertambah besar dan ia menggandakan bola apinya kemudian menjulurkan dua bola api itu ke arah lawannya. Max masih terlihat panik, lalu mengucapkan mantra dan mengeluarkan sihir airnya membentuk dinding besar dan bola api itu seketika tak berdaya.
"Hmm.. boleh juga," kata Claude merasa terhibur.
Kemudian Claude berlari cepat ke arah Max dan mengepalkan tangannya, dilapisi sihir api. Max terkejut, dengan cepat menyilangkan tangannya dan membentuk perisai air yang menutupi seluruh badannya.
Claude meninju perisai Max dan berhasil menembusnya. Perisai airnya hancur dan Max terpental jauh, terbentur dinding Asrama Sihir, mengguncang sekitar mereka cukup keras.
"Max!!" teriak Bruno, khawatir dengan Max setelah melihatnya terbentur dinding sangat keras.
Max tak memiliki kesempatan menyerang Claude, merasa dirinya belum cukup kuat. Pertahanannya saja bisa ditembus Claude dengan sangat mudah. Ia pun putus asa dan menganggap latihannya selama ini hanyalah sia-sia.
Max tak bisa melanjutkan pertandingan, seketika pingsan dan pertandingan dimenangkan oleh Claude. Ia memandang dan menghampiri Max yang sedang terkapar pingsan.
"Kau adalah orang seumuranku yang berhasil memaksa mengeluarkan sihirku lebih dari ini," namun Max sudah pingsan, tak mendengar ocehannya.
Meski Claude berkata ia mengeluarkan sihir lebih dari biasanya, namun ia hanya membutuhkan tinju api untuk mengalahkan Max.
Kemudian Bruno berlari ke arah Max dan Claude.
"Minggir kau, sialan! Kau hampir saja membunuhnya," desah Bruno sangat marah pada Claude.
"Tenang saja, temanmu tidak akan mati dengan serangan seperti itu. Dia punya potensi menjadi penyihir yang hebat" kata Claude tenang, berpaling meninggalkan mereka.
"Kuharap kalian berdua lulus ujian ini, menurutku orang itu akan menjadi penyihir yang hebat suatu saat nanti". Bruno masih menatapnya dengan tatapan tajam dan ingin membalas dendam temannya suatu saat.
Setelah itu Max dibawa ke rumah sakit Asrama Sihir untuk dirawat sementara. Disisi lain tiba juga giliran Bruno unjuk gigi. Ia berhadapan dengan Silva, orang yang tidak ia kenal bahkan tak tahu sihir apa yang ia punya.
Munculah ia dari kerumunan para peserta dan berjalan seperti kucing seraya mengayunkan bokongnya. Bruno melihatnya pun merasa jijik dengan penampilannya.
Setelan seragam bercorak ungu, rambutnya bercat kuning cerah seperti lemon dan celana berwarna merah darah, memberi kesan ia seperti badut ulang tahun pindah profesi sebagai penyihir.
Byrne pun memulai pertarungan dengan hitungan mundur. Namun Silva nampak seperti badut, mengoceh sangat keras dan membuat Bruno tak jadi menyerangnya.