Chereads / Angel and His Broken Wing / Chapter 12 - Angel and His Broken Wing Bab 12

Chapter 12 - Angel and His Broken Wing Bab 12

Furqan menatap dalam pada sosok yang ada di hadapannya saat ini. Rasanya baru beberapa hari yang lalu terakhir kali mereka bertemu yang kemudian berakhir dengan pembatalan pertunangan. Furqan juga telah menemui kedua orangtua Navya untuk menyampaikan keputusannya. Meski terlihat jelas kekecewaan di raut wajah dua orang renta itu, namun pada akhirnya kebijaksanaan merekalah yang berbicara. Awalnya Furqan menganggap itu adalah akhir urusannya dengan Navya, namun apa yang dia lihat di hadapannya kali ini benar-benar memupuskan segalanya.

"Jangan bilang kalau ini kebetulan karena gue nggak akan percaya." Ucap Furqan dengan intonasi santainya. Namun siapapun yang mendengar kalimat itu dapat menebak dengan pasti betapa ia tidak menginginkan obrolan itu berlanjut.

"Seasing ini yah gue buat loe sekarang? Padahal dulu...."

"Kita yang dulu udah selesai Vya. Harusnya kita nggak perlu saling terlibat dalam kehidupan masing-masing. Loe bisa fokus cari cowok yang bisa selalu ada buat loe dan nggak punya orang lain buat jadi prioritasnya. Biarin gue fokus sama hidup gue sendiri dan adik gue. Mau apa lagi sih loe?" Furqan sama sekali tak membiarkan gadis di hadapannya itu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Jadi menurut loe, gue harus pura-pura nggak kenal sama loe? Seenggaknya loe masih teman gue Fur."

"Awalnya gue percaya kita masih bisa berteman, tapi semenjak loe bisa curiga soal perasaan gue sama adik gue sendiri, bahkan nggak ada tempat tersisa buat loe lagi Vya."

"Fur, loe sadar nggak sih kalau itu cuma masalah sepele? Gue udah minta maaf sama loe tapi loe mutusin pertunangan kita gitu aja. Pernah nggak sih mikirin perasaan gue? Pernah nggak sih loe peduli sama gue sebentar aja?"

"Gue udah berusaha buat ngertiin loe. Gue udah berusaha untuk peduli sama loe. Gue ninggalin adik gue selama dua minggu sampai dia harus dirawat di rumah sakit cuma demi nyusulin loe ke Singapur. Gue bohong sama dia buat bisa nemenin loe liburan di Bandung dan loe tau apa yang terjadi? Fatimah jadi korban bullying di sekolahnya karena lepas dari pengawasan. setiap kali gue kasih semua waktu gue buat loe, Fatimah selalu dalam masalah. Tapi gue nggak pernah nyalahin loe Vya. Karena gue tau itu kecerobohan gue. Tapi itu nggak penting kan buat loe? Gue ngajak loe ngerayain ultahnya Fat aja, loe masih punya seribu alasan buat nahan gue di samping loe. Perjuangan yang mana lagi Vya?"

"Itu hal yang wajar Fur. Wajar kalau gue minta waktu loe. Lagian loe aja yang terlalu manjain adik loe itu. Semua orang bisa aja ngalamin apa yang dialami sama Fat kan? Baru ditinggal dua minggu aja udah sakit parah, gimana kalau loe udah nikah? Masa iya dia bakalan terus jadi parasit dalam hidup loe"

"Kalau loe datang ke sini cuma buat jelekin Fatimah mending nggak usah dilanjutin lagi. Nggak ada gunanya juga. Asal loe tau aja Vya, detik ini gue bersyukur karena gue udah ngambil keputusan yang tepat dengan nggak lanjutin hubungan kita."

Dering ponsel membuat Furqan langsung mengalihkan pandangannya dari Navya. Namun justru di seberang panggilan itu dia mendengar kabar yang tidak pernah ingin ia dengarkan.

Furqan terburu-buru meninggalkan Navya yang masih mengukir wajah bingung. Tanpa berpikir panjang, Navya segera menyusul Furqan. Bagaimanapun ia telah bertekad untuk memperbaiki hubungannya dengan mantan tunangannya itu meski harus menundukkan egonya. Namun ia sadar bahwa untuk itu, ia harus mengalah kepada Fatimah meski untuk sementara atau sekadar berpura-pura. Apapun akan ia lakukan untuk memenangkan kembali hati Furqan.

Furqan baru saja tiba di rumah sakit. Namun tak seperti biasanya, ia tak berniat menuju ruangannya. Ia langsung berlari ke arah UGD demi memastikan bahwa seseorang yang terluka itu baik-baik saja.

"Bagaimana kondisi pasien?" Tanyanya kepada perawat yang tengah membersihkan luka pasiennya saat itu.

"Pasien mengalami patah tulang pada lengan kirinya serta benturan di kepalanya dokter."

Meski hatinya begitu terluka melihat sosok yang terbaring tak sadarkan diri di hadapannya, namun ia masih menyisakan kewarasannya untuk memposisikan diri di bawah kode etik kedokteran. Tubuh yang terbaring itu tak lain adalah peri kecil kesayangannya. Ia mendapat kabar bahwa Fatimah mengalami kecelakaan dan tengah dilarikan ke rumah sakit. Hal itu membuatnya segera mengarahkan Fatimah untuk dirujuk ke rumah sakit tempatnya bekerja agar ia dapat menangani langsung pengobatan adiknya.

Setelah memastikan kondisi Fatimah cukup stabil, ia segera keluar untuk mencari keberadaan Rayhan. Saat netranya menemukan sosok yang dia cari, ia segera menghampiri pemuda itu.

"Gue minta loe buat jagain adik gue kan? Loe ngapain sampai adik gue bisa kayak gini?"

Rayhan tak berkutik sedikitpun. Ia masih setia dengan bungkamnya. Hingga sebuah suara yang mengisyaratkan penyesalan bercampur kepanikan menginterupsi amarah Furqan.

"Kak, ini bukan salah dia kak. Tolong lepasin dia kak."

"Kamu siapa? Kenapa ini salah kamu?"

"Sebelum aku jelasin, tolong kakak jawab dulu. Gimana kondisi Fatimah kak? Dia baik-baik aja kan kak? Kakak kan dokter. Kakak pasti bisa jawab kak."

Furqan menatap dalam gadis yang tengah tertunduk di dalam itu. Sedetik lalu ia masih menatap Furqan cemas seraya menggamit lengan Furqan, namun ketika tersadar, ia seketika melepas tangan Furqan dan menunduk. Kerudungnya yang panjang menutupi keseluruhan tangannya. Sangat jarang Furqan melihat gadis muda berpenampilan seperti itu. "Lantas, apa hubungan gadis ini dengan Fatimah? Sepertinya ia tidak terlihat sebaya dengan Fatimah?" Pikirnya.

"Sejauh ini kondisi Fatimah cukup stabil. Kita masih harus nunggu pemeriksaan lebih lanjut untuk tau kondisi persisnya gimana. Sekarang bisa kamu ceritain gimana Fatimah bisa sampai kecelakaan?"

"Tadi aku liat Fatimah di supermarket. Aku mau nyapa dia tapi dia udah keburu keluar, jadi aku ngejar Fatimah sampai keluar supermarket. Di luar aku coba manggil dia lagi dan dia nengok. Tapi karena terlalu fokus sama Fatimah, aku nggak liat kendaraan yang ternyata jalan ke arahku. Fat berdiri nggak terlalu jauh dari tempatku. Dia langsung dorong aku tapi malah dia yang ketabrak. Maafin aku kak. Aku nggak sengaja buat Fatimah kayak gini."

"Kamu kenal Fatimah di mana? Kamu bukan teman sekolahnya kan?"

"Bukan kak. Aku Marwah, guru privatnya Fatimah."

Furqan baru menyadari bahwa segala amarah, cemas, panik, dan kegelisahan yang sebelumnya ia rasakan menguap begitu saja tak bersisa. Bagaimana mungkin hanya dengan mengobrol dengan gadis itu ia bisa melupakan semua perasaan yang menyesakkan dadanya. Marwah adalah orang kedua yang mampu meredakan amarahnya setelah Fatimah, peri kecilnya. Ada rasa penasaran di dalam hati Furqan namun ia lupakan karena yang paling penting baginya saat ini adalah adik kesayangannya.

"Kamu nggak perlu minta maaf. Ini murni musibah, jadi bukan salah kamu. Gimanapun kamu juga perlu perawatan untuk mastiin kamu nggak cidera parah. Luka di telapak tangan kamu lumayan juga, itu harus diobati."

"Aku nggak apa-apa kok kak."

"Kalau kamu keberatan aku obati, aku akan minta suster untuk obati kamu. Kamu nggak boleh nolak."

"Makasih kak."

TO BE CONTINUED