Chereads / FORELSKET / Chapter 5 - 04; chaotic morning

Chapter 5 - 04; chaotic morning

Aroma khas kamarku. Selimut tebal yang membungkus hampir seluruh tubuhku. Penerangan tamaran. Hingga cahaya matahari yang memaksa masuk melalui celah-celah gorden putih jendelaku.

Tubuhku terdiam kaku dibalik selimut, seperti sebuah magnet yang menariknya kuat agar tetap diposisi yang sama. Tubuhku bahkan tak mengijinkanku untuk bangkit atau bahkan hanya bergerak. Daya tarik kasur memang mengalahkan segalanya.

Tadi malam rasa-rasanya aku bermimpi badanku hampir remuk karena mencoba menggendong sebuah gorila besar yang lepas dari kandangnya. Di dalam mimpi itu, sebuah gorila besar tiba-tiba saja ambruk di hadapanku, aku bahkan tidak tahu awal kejadiannya hingga aku bisa bertemu dengan hewan itu, lalu tiba-tiba saja aku menggendongnya dan...

Tunggu, benarkah itu mimpi?

Setelah pikiranku mengutarakan kata itu, tiba-tiba sebuah benda berat menimpa tubuhku, tepat di atas perutku. Aku mengerjap kaget, refleks saja aku berteriak tatkala sebuah wajah yang sangat familier tengah berada dalam jarak setengah senti dari wajahku. Aku terkejut bukan main, ya Tuhan kenapa monster ini ada di dalam kamarku? Apa yang terjadi semalam?

Mendorong tubuhnya sekuat tenaga hingga berhasil terjatuh dari kasurku, aku berteriak histeris bukan main, "Kano! Kamu ngapain di kamarku!?"

Laki-laki itu mengerjapkan matanya berulang kali. Sepertinya punggungnya terhantup lantai kamarku cukup keras, hingga ketika dia bangkit, tangannya meraba-raba dengan ekspresi kesakitan. Kulihat wajahnya, semuanya tampak pucat. Matanya bengkak dengan rambut yang acak-acakan.

"Aku tak ingat apapun," dia memandangku dengan aneh, suaranya terdengar sangat lemah, tidak seperti biasanya yang akan meneriakiku sesuka hati.

Dan, oh. Aku baru ingat, semalam monster itu tiba-tiba pingsan dengan tubuh yang ambruk di atas tubuhku. Karena lumayan panik, aku menggoncang tubuhnya kuat-kuat. Namun, Kano tak juga sadarkan diri. Karena dia membawaku ketempat sepi dan minim orang berlalu-lalang. Alhasil, aku mencoba menyeretnya keatas motor, mencoba mengendarainya walau aku kurang menguasai benda itu.

Katakan aku bodoh karena menidurkannya di dalam kamarku. Aku tidak tahu dimana alamat rumahnya, bahkan aku tidak tahu satupun dari keluarganya. Aku sudah menghubungi dua temannya, namun seakan tidak menerima telepon dari nomor tak dikenal, mereka sama sekali tidak mengangkatnya.

Salahkan Kano yang mengunci ponselnya dengan kata sandi!

Tapi aku mengingat jelas bahwa aku menidurkan lelaki itu di sofa kamarku, terletak agak jauh dari ranjangku. Tapi bagaimana bisa tiba-tiba ia berada satu ranjang yang sama denganku?

"Sofa murahanmu itu kecil, tubuhku sakit. Jadi aku tidur saja di sampingmu," kata Kano seakan membaca pikiranku.

Aku melotot, tidak terima dengan ucapannya. Bagaimana bisa dalam keadaan begini dia masih tetap membully ku?

"Tapi, Kamu itu tidak sopan! Kano."

"Kamu yang membawaku kesini. Jadi suka-sukaku mau tidur dimana," katanya tanpa dosa, lalu tiba-tiba menarik lenganku untuk lebih dekat kearahnya, "Aletta, mari lanjutkan yang semalam."

Aku melotot marah, beringsut menjauh sebelum akhirnya menendang kakinya yang keluar dari ranjang akibat tubuhnya yang kelebihan tinggi badan. Pakaianku masih lengkap, sungguh. Aku masih waras untuk tidak melakukan hal-hal diluar pemikiranku itu.

"Jangan menggila, Kano! Turun dari kasurku!"

Bukannya bangkit, justru Kano semakin membenamkan wajahnya di kasur, menggumam walau aku masih mendengar apa yang ia katakan, seperti, "aku akan memaafkanmu karena sudah meneriakiku tiga kali. Bahkan kamu memanggilku..."

"Presiden Mahasiswa," aku akhirnya menyadarinya, mengontrol emosiku yang meletup-letup.

"Anjing pintar," katanya lantas tersenyum.

Menarik napas dalam-dalam, aku mencoba mengabaikan apa yang akan dikatakannya. Berjalan keluar lalu beringsut memasuki dapur, mengambil segelas air lalu meneguknya cepat.

Bibi Meghan pasti heran ketika aku tak ada di rumahnya pagi ini, aku akan menjelaskannya nanti saja setelah si monster ini hilang dari rumahku, pikirku.

Kembali memasuki kamarku, monster itu masih sama dalam posisi telungkup dengan wajah yang terbenam di kasur. Mencoba mengabaikan, tanganku meraih bathrobe  lalu melenggang masuk kedalam kamar mandi. Berendam selama setengah jam dengan air hangat mungkin akan sedikit mengurangi stres.

Setengah jam aku habiskan untuk mengurung diri di kamar mandi. Ditemani oleh air hangat, serta lantunan lagu slow bit yang mengisi hari senin pagiku. Pikiranku mulai berangsur tenang.

Ketika jam sudah menunjukan angka enam, dengan cepat aku menyudahi kegiatanku lalu meraih bathrobe dan melilitkannya di tubuhku. Kubuka pintu perlahan-lahan, lalu mengintip sedikit di celah-celahnya berharap lelaki itu tidak ada lagi di atas kasurku.

Entah keberuntungan dari mana, seperti yang diharapkan, Kano tidak ada di sana, meninggalkan kasurku yang sudah berantakan tak karuan.

Aku mendesah berat, melangkah keluar lalu menutup pintunya kembali.

Segera saja aku mengganti pakaianku dengan denim long skirt selutut, ditambah kemeja garis warna biru muda, menyisir rambut, lalu mengoleskan make up tipis diwajah dan tak lupa lipbam di bibirku.

Setelah siap, segera aku meninggalkan kamarku setelah merapikannya kembali dari kekacauan yang dibuat Kano.

Kulangkahkan kaki menuju dapur. Dan alangkah terkejutnya aku ketika mendapati monster itu tengah duduk tenang di atas kursi makan, dengan sendok dan garpu dikedua tangannya sambil berteriak-teriak ketika aku datang, "aku lapar! Ayo cepat buat makanan, monyet cantik."

Aku melebarkan mata tidak percaya, melihatnya seperti itu membuatku bergidik ngeri. Dia bisa saja akan marah-marah dan lepas kontrol, lalu mulai memperlakukanku dengan lembut lalu marah lagi. Emosinya sangat tidak bisa ditebak, seperti sekarang, dia terlihat seperti bayi yang tengah merengek pada ibunya karena lapar.

"Aku terlambat, lagi pula kenapa kau tidak ke kampus? Sudah, aku mau pergi, tidak ada sarapan." Kataku, ketika ingin melangkah aku melupakan satu hal lagi, "dan aku manusia, bukan monyet."

Tanpa disangka, Kano bangkit dari duduknya. Dia mulai mendekatiku, dengan ekspresi menyeramkan di wajahnya. Astaga! Aku membangunkan singa yang tertidur.

Membawa tubuhku mundur, aku mengerjap-ngerjapkan mataku, aku mulai takut.

Sebuah tembok menghalangi tubuhku, astaga, sial! erangku dalam hati, berteriak marah.

Dalam sekejap, Kano berhasil meraih tubuhku, mencengkram kuat-kuat kedua bahuku, menyudutkanku pada tembok agar tak bisa lepas dari pandangannya. Mataku merah ingin menangis. Bibirku bergumam tanpa sadar, "biarkan aku pergi, Kano."

"Karena kamu tak membuatkanku sarapan. Maka, sebagai ganti..." Kano berhenti sebentar, membasahi bibirnya, "kamu saja yang menjadi sarapanku pagi ini."

Jantungku berdegup sangat cepat, kakiku melemas bahkan tak dapat menopang tubuhku lebih lama.

Tuhan, selamatkan aku dari monster gila ini.