Chereads / Silvy Dan Silvyana / Chapter 4 - Bab 4. Kebingungan

Chapter 4 - Bab 4. Kebingungan

Jika aku bisa mengambil uang itu tanpa ketahuan, maka semua masalah ku pasti akan teratasi. Tapi jika aku ketahuan, maka tidak hanya sekolah ku yang akan berakhir, tapi hidup ku juga akan berakhir. Karena orangtua ku pasti tidak akan membiarkan aku hidup tenang setelah membuat mereka malu. Mereka cukup dihormati. Dan di sisi lain, jika aku berhasil mengambil uang itu, bagaimana dengan teman ku. Dia pasti akan sedih. Sementara aku bahagia di atas penderitaannya. Apakah aku akan sanggup melihatnya menangis karena kehilangan uang dan berpura-pura tidak bersalah di hadapannya?

Tenaga dan emosi ku terkuras habis memikirkan masalah yang ku hadapi. Aku selalu berpikir tapi tak mendapatkan solusinya.

Aku juga tidak bisa mencari-cari alasan lagi jika saudara kembar ku menanyakan Ipad nya. Sedangkan waktu yang aku punya tinggal lima hari lagi sejak aku meminjamnya.

Seharian aku melewatinya tanpa mendapatkan solusi yang tepat. Sampai aku pulang ke rumah dan kembali berpikir.

Di kamar ku, aku mencoba mencari-cari barang berharga yang bisa aku jual untuk mendapatkan uang. Tapi sepanjang aku mencari, aku tidak menemukan apa pun. Selain tumpukan buku bekas dan baju-baju murahan.

Sambil memandangi semua barang-barang itu, aku bertanya dalam hati,

"Siapa yang mau membeli buku-buku bekas dan baju-baju murahan ini?

Dan seandainya pun ada, uangnya pasti tidak seberapa. Dan bagaimana jika ibu dan ayah melihat ku membawa semua ini keluar? Mereka pasti akan bertanya.

Lalu aku harus jawab apa nanti?"

Aku hanya bisa tertunduk sedih melihat semua barang bekas yang ada di kamar ku. Aku sangat sedih dan tak tahu harus bagaimana.

Lalu malamnya aku melihat ayah ku pulang kerja. Dia begitu bahagia tak seperti biasanya. Dia memanggil kami semua untuk berkumpul di meja makan. Kami semua sangat heran kenapa tiba-tiba dia seperti itu. Kemudian dia menyuruh dua pelayan mengambil sesuatu dari mobilnya. Kami semakin penasaran. Kemudian ibu ku bertanya padanya,

"Sayang, ada apa? Kenapa kamu meminta kami semua berkumpul disini?"

"Mmm... sudahlah! Nanti kamu akan tahu. Kalian duduk saja disana?"

"Untuk apa ayah? Ayah meminta kami duduk disini, seolah kami akan makan." Balas saudara kembar ku.

"Yah, memang. Malam ini kita akan makan enak."

"Makan enak? Kalau mau makan enak, harusnya kita ke restoran dong sayang. Bukan di rumah."

"Iya sayang, aku tahu. Tapi ke restoran kan sudah sering. Kita makan di rumah saja yah. Supaya kita bisa makan sambil leluasa bicara."

"Memangnya ayah mau bicara apa?" Tanya saudara kembar ku.

Sementara aku diam saja memperhatikan mereka semua. Kemudian ayah ku berkata lagi,

"Sudahlah. Kalian diam saja dan tunggu. Ok.

Agh... pelayan ini lama sekali.

........

Nah itu dia!"

Pelayan datang sambil membawa kotak-kotak makanan.

"Letakkan semuanya disini."

"Apa semua itu sayang?"

"Ini semua makanan. Malam ini kita akan makan enak."

"Wah, kau ini ada-ada saja."

"Sesekali ga papa dong sayang. Yah sudah, ayo kita makan."

Maka kami semua menikmati makanan itu. Sementara kami makan, ayah ku tiba-tiba berkata,

"Sayang, kamu tahu kenapa aku melakukan semua ini?"

"Kenapa sayang?"

"Jadi, ayah mendapat tunjangan tambahan."

"Apa? Kau serius sayang?"

"Iya. Apa aku pernah berbohong pada mu?"

"Aku juga punya hadiah spesial untuk mu."

Dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Aku melihat itu adalah kalung emas dan sejumlah uang.

"Ini sayang, kau pasti akan tambah cantik pakai kalung ini."

"Wah ini bagus sekali. Makasih yah sayang. Aku jadi makin cinta."

"Bisa aja. Wanita memang akan tambah cinta kalau diberi perhiasan dan uang."

"Mmm... mulai lagi deh..."

"Maaf sayang, aku hanya bercanda."

Mata ku seketika berubah warna melihat uang itu. Otak ku memberikan sinyal agar aku mengambil uang itu dan masalah ku akan selesai.

Ketika aku memikirkan caranya, tiba-tiba ayah ku memangil saudara kembar ku.

"Nak, aku dengar kamu ingin sekolah ke luar negri."

"Iya, itu betul ayah." Balasnya sambil mengunyah makanan yang tersisa di mulutnya.

"Kau tenang saja. Impian mu itu bisa terkabul. Kau ingin sekolah dimana?"

"Aku ingin sekolah di London ayah seperti teman-teman ku."

"Mmm... baiklah."

Hati ku semakin sakit mendengar semua pembicaraan mereka. Tak sedikit pun mereka bertanya tentang keinginan ku.  Mereka sama sekali tidak peduli padaku.

Karena rasa cemburu dan benci, aku berencana membalaskan sakit hati ku. Aku berniat mengambil uang dan kalung emas itu.

Maka ketika mereka semua sudah tidur, diam-diam aku masuk ke kamar orangtua ku dan mengambil uang dan juga kalung emas itu. Meski aku sangat gugup dan gemetar, tapi aku memberanikan diri melakukannya demi memperbaiki Ipad saudara kembarku. Karena aku sangat takut melukai perasaannya.

Akhirnya aku berhasil mendapatkannya. Dan menyembunyikan dengan sangat baik. Diantara tumpukan buku bekas.

Esok paginya di meja makan. Ketika kami semua sedang sarapan. Tiba-tiba saudara kembar ku bertanya pada ayahku.

"Yah, saudara kembar ku juga akan ikut kan sekolah di luar negri?"

"Oh, tidak nak."

"Tidak? Kenapa tidak?"

"Mmm... itu... mmm... Kamu tidak usah pikirkan. Ayah juga sudah menyiapkan yang terbaik untuknya. Benarkan nak?" Tanya nya padaku sambil memandang ku tajam.

Aku hanya diam dan menunduk. Saat itu aku hanya berharap agar perbuatan ku tidak ketahuan.

Setelah sarapan, aku langsung cepat-cepat berangkat sekolah. Aku pergi lebih awal dari biasanya. Agar aku punya waktu untuk singgah ke toko dan memperbaiki Ipad itu.

Aku berlari kencang menuju toko. Sesampainya disana, aku segera menyerahkan Ipad dan sejumlah uang kepada penjaga toko itu.

"Pak, ini uangnya. Tolong segera perbaiki Ipad itu."

"Oh, jadi kamu sudah punya uangnya yah.

Baiklah. Tapi ga bisa cepat yah."

"Jangan dong pak. Tolong usahakan cepat. Aku mohon."

"Tidak bisa dek. Aku ga bisa jamin."

"Aduh...

Yah sudahlah.

Tapi tolong usahakan cepat yah pak."

"Iya. Iya."

"Baiklah. Aku permisi dulu."

**********

Beberapa hari kemudian, saudara kembar ku bertanya tentang Ipadnya. Dan aku berbohong kepadanya bahwa aku sangat membutuhkan Ipad itu untuk belajar. Aku berharap dia akan memberikan ku waktu tambahan. Sampai Ipad itu selesai diperbaiki.

Tapi aku sungguh tidak menyangka, saudara kembar ku memaksaku untuk mengembalikannya hari itu juga. Meski aku sudah memohon tapi dia tidak peduli. Dia bahkan mengadu pada ibu ku sehingga dia marah dan memukul ku.

Aku tidak mengerti dan sakit hati dengan situasi yang terjadi.

Ibu ku bahkan mengancam, kalau aku tidak memberikan Ipad itu segera, dia tidak akan memberi ku makan.

Hati ku sangat hancur mendengarnya. Aku tidak menduga saudara kembar yang paling ku sayangi tega berbuat seperti itu padaku. Tidak biasanya dia berbuat sejahat itu padaku. Tapi entah apa yang membuatnya begitu, aku juga tidak tahu. Dan apa yang bisa ku lakukan saat itu? Aku hanya menangis di kamar ku.