Chereads / Black is Red / Chapter 8 - Bab 8

Chapter 8 - Bab 8

Sedangkan disisi lain, dimana seorang gadis enam belas tahun, berambut hitam lurus dengan ujung keriting, tangan berbalut perban sepanjang atas siku, pakaian yang lumayan ketat mengikuti lekuk tubuhnya yang ideal, syal merah tebal nan panjang terbalut di sekitar bahu kecilnya sampai hidung, dan mata biru menyala dengan tatapan yang kosong telah dikepung oleh banyak orang bersenjata senapan api.

Mereka mendekat dengan perlahan, kemudian menembaknya dengan cepat secara beruntun. Beberapa saat kemudian, mereka berhenti, mereka tersenyum, dan seketika tidak tersenyum lagi –yang terlihat kini, wajah yang dipenuhi ketakutan. Gadis itu masih berdiri dengan tegak tanpa terluka sedikitpun, peluru mereka sudah habis dipotongnya menjadi lebih kecil dari ukuran aslinya.

Gadis tersebut memjamkan mata untuk sesaat, dan ketika ia membuka mata, mereka tumbang dengan bersimbah darah.

"Tidak berguna." Gumam gadis tersebut di tempat ia berpijak. Suara langkah seseorang, apakah musuh terkuat? --batinnya melirik ke gang gelap di sebelah kanannya.

Katananya yang mengkilap oleh cahaya bulan, diangkat perlahan, lalu bagian ujungnya disejajarkan dengan bahu kirinya.

Siapapun musuhnya... akan kubunuh. –pikirnya menatap tajam gang gelap yang terdengar suara langkah kaki yang begitu cepat ke arahnya. Sudah datang. –refleknya langsung menghunuskan katana pada orang yang baru terlihat. Seorang gadis memakai hoodie dengan sebagian rambut putih yang terlihat, ia mengencangkan pegangan katana agar orang itu tertusuk. Namun, sudah diketahui lebih awal sebelum dirinya menyerang.

"Oi! Apa kau berniat membunuhku, dasar bodoh?!" sergahnya kesal sembari menggunakan belati untuk menangkis serangan.

Ia tertegun dan segera menarik katananya kembali ke sarung katana. "Maaf, aku tidak tahu kalau itu adalah kau M-01. Dan kau datang terlambat, seperempat dari mereka sudah kuselesaikan." Balasnya melirik datar dan nada yang sinis. Dia mendengus kesal, melempar salah satu pisau ke belakang tempat seseorang musuh yang bersembunyi hendak membunuhnya dari belakang, "Kau sungguh payah dalam berbohong. Mereka kini berlari dibawah kita, jumlahnya juga lumayan banyak untuk sekumpulan tikus... hmph... kuharap kau bisa menyesuaikan diri, S-01." Cibir M-01 penuh bangga dan segera pergi secepat hembusan angin menuju pintu menuju lorong bawah tanah kota.

Gadis bersyal merah yang dipanggil sebagai S-01, ia menatap ragu setelah dia pergi meninggalkannya. Aku ragu bisa melakukan ini denganmu. –pikirnya segera menyusul M-01.

**********

Sekelompok orang tanpa jubah berlari, melewati setiap lorong yang ada dengan napas yang terengah-engah digeluti rasa takut. Lalu dari belakang mereka, M-01 berlari dengan sangat cepat nan tenang, sepasang mata lavendernya menatap tajam ke arah mereka, seketika kedua tangannya menyilang mengeluarkan senjata pisaunya yang berkilau, dan melemparnya ke arah mereka.

Beberapa orang yang terkena pisaunya, jatuh seiring cepat pisau yang dilemparkan mengenai sasaran. Orang yang berada di depan kelompok itu, menengok ke belakang, "Kenapa kalian begitu lambat?! Percepat larimu!!" tegurnya. Namun, dalam sekejap M-01 sudah berada di depan mereka, rambut putihnya menari perlahan mengikuti tekanan angin, kedua mata lavendernya menatap tajam, dan langsung melempar serangan besar pada mereka.

Mereka membeliak kaget, tidak mungkin –pikir mereka. Sudah tidak ada waktu bagi mereka untuk melarikan diri dari orang sepertinya. Teriakan rasa sakit sebelum kematian mereka datang, disertai oleh darah yang keluar dari tubuh mereka, mengisi kesunyian lorong bawah tanah.

"50 orang bersenjata, dan 20 orang pelarian tanpa senjata. Jumlah yang sedikit, tapi cukup memuaskan." Ucap M-01 penuh kepuasan setelah membunuh mereka. S-01 yang berada tidak jauh darinya berjalan beberapa langkah dan berhenti, "Waktu bekerja selesai, sudah diperbolehkan untuk pergi." Sahut S-01 datar.

Ia berjalan keluar menuju permukaan bersamanya, lalu melompat ke atas gedung, "Apakah kamu baik-baik saja?" tanyanya tanpa ekspresi begitu sampai diatas gedung dengannya, membuat dia tercengang sampai membeliak kaget, diwaktu yang sama, angin berhembus kencang membuat rambut mereka bergoyang.

"Aku... ba-... itu bukan urusanmu. Lebih baik, urus dirimu sendiri." Jawabnya dingin dengan mengerutkan kening dan menundukkan kepala, kemudian dia menapakkan kaki pada tepi atas gedung sambil berkata, "Kuharap kita tidak dalam satu kelompok lagi. Itu sangat mengganggu..." dia mendongakkan kepala menatap malas sembari menudingkan kepalanya sendiri dengan jari telunjuk, ".... kebodohanmu yang seperti tadi membuatku muak. Aku tidak akan lupa." Lanjutnya segera menghilang dari tempat sekejap mata.

Ia menarik turun syalnya sampai kebawah dagu, dan menghembuskan napas yang berupa uap akibat udara dingin malam. Aku senang, karena kamu tidak akan melupakannya. Semoga kita bisa berjumpa lagi... dalam satu kelompok denganmu. –batinnya dengan menatap kosong bulan yang bersinar di langit.

**********

Kahime selesai berganti pakain setelah sampai dikamarnya, dia memakai hoodie yang sebelumnya dipakai tadi, lalu melompat ke kasur, dan mengambil smartphonenya.

"Ah, membosankan." Desahnya sambil memasukkan smartphone kedalam saku celana olahraga musim dingin. Kemudian terdengar suara gemuruh yang berasal dari perutnya, "Aku lapar." Gumamnya.

Dia mengunci pintu pagar rumah, lalu mengambil smartphone dan menyalakannya, kemudian mencari tempat makan dari website sambil berjalan. Ketika dia hampir melewati perempatan jalan, sebuah mobil pick up putih berjalan cukup kencang di waktu yang sama. Orang yang berada tidak jauh darinya, langsung berlari menahan dan menariknya ke belakang, bersamaan dengan klakson yang berbunyi keras.

Karena kejadian yang secara tiba-tiba tadi, dia termangu kaget dalam keadaan masih memegang smartphone. "Barusan, ... apa yang terjadi?" tanyanya linglung melirik tangan kiri yang masih memegang smartphone, "Jangan memainkan smartphone sambil berjalan di jalan seperti ini, apalagi jalan raya, bodoh!!" bentak orang yang tadi menariknya dan memakai hoodie yang sama dengannya. Dia tidak menghiraukannya, justru fokus pada smartphonenya, "Syukurlah, masih dalam genggaman tangan." Ucapnya lega.

"Hei, apa kau tidak dengar aku bicara denganmu?!" bentak orang itu kesal memegang erat dan menarik tangan kanannya, dia mendesah malas menoleh kearahnya, dan terkejut, "Sa-saki-san?... sebentar, bisa tolong lepaskan tanganku. Aku tidak bisa menggerakkan tanganku dengan baik." Pintanya.

Saki mengerutkan kening, "Hah?... Bukankah kau bisa mematikan smartphonemu dan memasukkannya kedalam saku?" balas Saki semakin kesal, dia menatap datar dan berkata, "Saki-san...Aku tidak bisa mendengarmu dan tidak tahu kau bicara apa,... jadi, aku butuh tangan kananku untuk mematikan earphone mini yang terpasang di telingaku. Bisa kau lepaskan peganganmu dari tanganku?" tanyanya datar.

Ia terpekik langsung melepas pegangannya, kemudian Kahime mematikan dan melepas earphone mini dari telinganya, setelah itu dimasukkannya earphone mini kedalam saku sebelah kanan depan. Saki jongkok ditempat dipenuhi kesuraman sambil merutuk dirinya, Bodohnya aku. Aku tidak tahu dia memakai earphone mini, tapi masih membentaknya. Aku sungguh bodoh. Sungguh memalukan!!

"Jadi-..." baru Kahime mau bicara, tiba-tiba ia bertingkah aneh sampai terdiam.