Setelah selesai urusan rumah, Kayla ingin pergi menemui Gabriel. Lama tak berkunjung ke sana. Kayla yakin pasti Gabriel tidak akan memperdulikannya. Mungkin ini sudah saatnya ia akan mengakhiri semuanya. Lagi pula, jika terus dipaksakan ia sendiri yang akan terus sakit seperti ini. Sebelum pergi, Kayla menarik nafasnya panjang. Memakai Hoodie berwarna putih dan rambut terurai.
Lututnya sedikit lebih baik setelah ia beri salep, jalan agak pincang tapi Kayla mencobanya terlihat baik-baik saja.
Berjalan di sore hari sendirian, tidak naik bus karena ini komplek. Mending jalan sekalian refreshing. Menerbitkan senyum pada tetangga, adalah hal yang paling menyenangkan bagi Kayla. Agar terlihat menjadi orang yang selalu bahagia.
28 menit berjalan, akhirnya Kayla sampai di rumah mewah nan megah. Cewek itu langsung masuk lewat gerbang yang tidak terkunci. Melihat motor hitam kesayangan Gabriel, berarti cowok itu ada di rumah.
"Eh Kayla, ya ampun tante kangen banget sama kamu." sambut Lisya penuh bahagia, wanita itu langsung memeluk Kayla begitu erat. Kayla menahan sakit bagian lengannya, "Kayla juga tante, kangen banget." balas Kayla.
"Kamu sama siapa ke sini? Sendiri atau di anter?" tanya Lisya, clingak-clinguk mungkin Kayla bawa motor.
"Tadi nebeng sama tetangga tante," berbohong demi kebaikan. Semoga saja Tante Lisya percaya.
"Oh, iya sudah ayo masuk. Tante masak kesukaan Gabriel, sama kayak kesukaan kamu kan. Ayam sambel balado, emm." Lisya begitu akrab dengan calon mantunya. Sayang? Sudah pasti. Mantu idaman sekali.
"Waahh, nanti Kayla makan ah hehe. Tapi tadi udah di rumah," ujar Kayla terkekeh, "Papa juga udah berangkat lagi, huh." nada nya mulai agak lirih.
"Papa kan kerja, Om Devano juga berangkat ke korea hari ini. Mungkin bareng sama papa kamu."
"Tante serius? Tapi papa kok nggak bilang."
"Papa kamu nggak tau, sudahlah. Ayo makan dulu," Lisya mengalihkan pembicaraan. Mengajak Kayla makan, tapi malah gadis itu pamit untuk menemui Gabriel.
Gabriel sedang berada di pinggir kolam renang, diam seperti orang kurang waras. Tapi seperti itulah dia. Cowok dingin, jarang ngomong. Sekali ngomong nyakitin! Hih!
Kayla memberanikan dirinya duduk di samping Gabriel, keberadaannya tidak di anggap oleh cowok itu. Iya atau tidak? Kayla bingung sendiri. Tapi keputusannya sudah bulat, tidak mau membuat Gabriel terus-terussan membencinya.
"Gabriel, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Kayla memecahkan keheningan, "Terutama aku minta maaf sama kamu. Selama ini aku selalu bikin kamu susah, risih, kesel, emosi dan merasa terkekang. Aku tau, aku egois. Karena aku terlalu cinta sama kamu." lanjut Kayla, masih saja Gabriel tidak menoleh atau memberi respon.
"Terimakasih udah menjadi bagian dari hidup aku, bagian dari segala-galanya. Penyemangat hidup aku, hehe Aku Alay yah. Nggak ada cowok yang aku suka selain kamu,"
"Untuk foto itu, ciuman itu. Sebenarnya itu bukan ciuman tapi paksaan dari Haru sebelum aku mendorong dia. Mulut kami pun nggak menyatu. Aah sudahlah, aku nggak ada bukti. Kamu juga nggak akan percaya."
"Terakhir, aku turuti permintaan kamu kemarin. Sebenarnya jawaban ini keputusan bodoh dari aku. Tapi kembali lagi ke kamu. Aku harus memperdulikan perasaan orang yang ada di samping aku sekarang. Semoga setelah ini kamu bisa mencari orang yang lebih lebih lebih baik dari aku. Tapi jangan Airin. Aku mohon jangan dia." tanpa Kayla sadari air matanya sudah mengucur dengan sendirinya. Terlalu sakit untuk mengatakan ini semua. Melepaskan orang yang sangat ia cintai.
Sakit, itu pasti. Dari pada memaksakan diri untuk bersama orang yang sama sekali tak pernah peduli. Itu sama saja menyakiti diri sendiri. "Bilang ke orang tua kamu, kalau aku yang membatalkan pertunangan ini. Setelah ini, aku turuti permintaan kamu saat pertama aku masuk sekolah. Aku akan menjauh dan seakan nggak saling kenal. Meski telat," lanjut Kayla, berkali-kali menyeka air matanya.
Gabriel menahan diri mendengar semua perkataan dari Kayla, tidak disangka Kayla menuruti permintaannya waktu itu. Sebuah kesalahan besar dari mulutnya. Tapi, ini sebuah kebebasan untuknya. Gabriel merasa sangat nyeri di ulu hatinya. Melihat Kayla menangis dan mencoba terkekeh agar terlihat baik-baik saja. Padahal gadis itu merasakan sakit yang luar biasa.
"Kalau gitu aku pulang ya, kamu jaga kesehatan ya, jangan pernah sakitin cewek lain. Buang gengsi kamu jauh-jauh. Terimakasih untuk 5 bulan bersama. Aku orang yang beruntung bisa dapetin kamu walau sebentar." ucap Kayla lalu berdiri tegap. Menghapus air matanya dan mulai mengukir senyum agar tante Lisya tidak curiga.
Ketika Kayla akan melangkah pergi, Gabriel menahan tangan cewek itu. "Lo yakin?" tanya Gabriel,
Kayla memejamkan matanya sebentar lalu mengangguk pelan, memandang wajah Gabriel untuk terakhir kalinya. Mengulum senyum, "Bahagia ya, meski bukan sama aku." Kayla langsung pergi. Berpamitan sebentar lalu keluar rumah.
Di gelapnya malam Kayla harus berjalan sendirian, berlari meratapi kesedihannya. Rasanya ia ingin berteriak sekencang mungkin. Menangis, menangis dan menangis itulah yang saat ini Kayla lakukan. Setelah ini tidak ada lagi orang yang menjadi penyemangat nya selain Papa. "Hiksss, Tuhan kenapa harus aku." pekiknya dalam hati.
To be continue.