Pengumpulan kekuatan militer para bangsawan tersebut akhirnya mendapat perlawanan, tidak saja dari pemerintah yang berwenang kala itu, tetapi juga dari rakyat kalangan menengah ke bawah. Waktu-waktu berlalu, dan setiap hari berlalu dengan protes-protes dalam gelombang besar, yang mau tidak mau memaksa pemerintahan yang sah kala itu mengambil tindakan. Penolakan dan pertentangan dari masyarakat, langkah-langkah pemerintahan sah yang terasa semakin menampakkan tujuan lainnya, menyulut pertikaian berdarah.
Perang besar tak terhindar. Menyeluruh di setiap negeri yang ada. Jutaan korban jiwa melayang demi meredam nafsu para bangsawan, juga pemerintah itu sendiri. Meski pada akhirnya—setelah perang berkepanjangan selama satu dekade—kekuatan militer gabungan para bangsawan lah yang mendominasi.
Inilah awal di mana semua negara yang ada di dunia, bahkan negara-negara yang dulu begitu kuat dengan julukan superpower, pun, tidak berkutik. Terpecah-pecah. Tidak ada lagi negara Amerika Serikat, bahkan... Britania Raya, tidak pula Indonesia.
Sejak itu, Federasi Bangsawan Dunia mengukuhkan diri sebagai penguasa setiap daratan, lautan, dan udara di Bumi. Mengukuhkan nama mereka menjadi Badan Federasi Dunia.
Dan sejak saat itu pula mereka dari golongan menengah ke bawah menjalani kehidupan tak ubahnya seekor anjing. Begitu pula nasib yang menimpa dari satu-dua bangsawan yang kala itu menentang ambisi bangsawan-bangsawan lainnya. Buruk, teramat buruk. Sebagian besar bangsawan yang kalah dalam peperangan tersebut, menemui ajal dengan eksekusi penggal di hadapan khalayak. Bahkan anak keturunan mereka. Dan kekayaan, tentu saja dirampas oleh Badan Federasi Dunia.
Seiring keserakahan para bangsawan yang kemudian menjadi Petinggi Federasi mengeksploitasi Bumi, seiring itu pula Bumi kian hancur dan jauh dari kata indah. Seratus tahun setelah terbentuknya Federasi, bencana alam semakin sering terjadi di setiap belahan Bumi.
Kala itu teknologi dan pengkajian antariksa telah mengalami kemajuan pesat, yaa berkat kucuran dana tak terputus dari para bangsawan itu juga. Hingga, dengan sering terjadinya bencana alam, para petinggi menggelontorkan dana yang amat besar untuk membangun sebuah pesawat induk. Demi menghindari kematian hina—di mata mereka—lebih baik meningalkan motherland sekalian.
Dan seratus tahun yang lalu, para Petinggi Federasi telah hidup enak jauh di luar atmosfer Bumi, di dalam kapal induk S.o.F – State of Federation.
Setidaknya, setiap pesawat dan armada yang meninggalkan Bumi, pasti berada dalam pantauan SoF, begitu yang dipikir Penguasa Pangandaran. Dan itu pula yang akan ia lakukan. Kemarahannya belumlah hilang sama sekali. Membalas perbuatan Kapten Dharma adalah satu keharusan.
*
Perlawanan alam terus berlangsung hingga memasuki hari ketiga semenjak peristiwa di Bukit Barisan. Merambat ke berbagai pelosok Bumi. Raksasa-raksasa purba yang telah lama tertidur seakan mendengar jeritan sangkakala, satu per satu terbangun dari keheningan.
Benua Amerika, tak putus-putus diterjang tornado. Bahkan dengan ukuran yang belum pernah terlihat, begitu besar menakutkan. Menghancurkan apa saja yang merintangi jalur mereka, seolah jari-jari Malaikat Kematian yang mengincar satu per satu orang-orang yang berlarian. Begitu juga dengan daratan Eropa, plus badai angin panas yang menyiksa.
Tidak ada musim dingin dan salju, semua berganti musim kemarau berkepanjangan semenjak pertengahan abad 23. Asia, hingga Australia yang lebih menyedihkan. Tornado raksasa menjelma bahkan dengan lapisan api membara, laksana tiang pancang neraka yang menghunjam bumi. Setiap benda yang ada hancur berkeping-keping, rata dengan tanah. Jutaan gedung-gedung usang ambruk, belasan istana dan kastil yang begitu pongah sama tak berdaya, puluhan pesawat-pesawat antariksa–yang sedianya akan membawa pemiliknya meninggalkan bumi–hancur tak berbentuk, sebagian dengan kehancuran gedung MRO—Maintenance Repair Overhaul—itu sendiri.
Berita-berita tak pernah putus. Terus menerus menayangkan rekaman aktivitas Bumi yang mengerikan, bahkan sebagian saluran menayangkan secara live. Gambar-gambar yang direkam langsung oleh Spy-Drone seolah mencibir mereka-mereka yang terbuang. Meludahi wajah mereka dengan kengerian yang sengaja dipertontonkan.
Para saintis berlomba-lomba menyerukan hipotesis deskriptif dan penjelasan mereka. Begitu angkuh, arogan, menyampaikan pendapat. Memperparah kepasrahan di wajah setiap orang yang menyaksikan tayangan di semua holoboard.
Yaa, mereka yang terbuang tahu pasti; para saintis angkuh itu, bangsawan-bangsawan berengsek yang tergabung dalam Federasi, dan sebagian bajingan gengster memiliki alat untuk menghindar dari bencana yang diperkirakan para saintis tersebut. Sarana yang akan mengangkut mereka, meninggalkan motherland sebagaimana yang selalu mereka idam-idamkan semenjak berabad-abad yang lampau.
Padahal, ulah mereka juga yang berlomba-lomba meningkatkan teknologi dalam setiap sektor kehidupan, termasuk kajian angkasa luar dan segala tetek-bengeknya lah yang berandil besar dalam kehancuran Ibu-Bumi. Paparan radioaktif dari berbagai laboratorium usang yang dulunya digunakan dalam riset dan pengembangan inti atom. Limbah-limbah nuklir yang tak lagi tertampung oleh tanah. Ditambah, pengerukan hingga ke bagian terdalam Bumi, keteledoran yang disengaja kilang-kilang pertambangan.
Yaa, motherland tak lagi layak untuk dihuni.
*
Mengikuti perintah Kapten Dharma, Hyker membawa pesawat antariksa menyisip di antara puluhan pesawat antariksa lainnya yang telah lebih dulu mencapai zona eksosfer—lapisan terluar atmosfer Bumi, berada di ketinggian 690 kilometer dari permukaan Bumi, dan tidak terbatas.
Dengan melakukan hal semacam itu, Kapten Dharma berharap, andaikata pihak Federasi berusaha menyerang, mungkin mereka akan berpikir ulang soal itu. Jika memaksa, mungkin pesawat-pesawat lain yang berdekatan akan terkena imbas dari serangan. Dan itu berarti kerugian bagi pihak Federasi tentunya.
Hyker benar-benar dalam zona di mana konsentrasi dan pikirannya bekerja jauh lebih cepat dari biasanya. Sepasang mata liar mengawasi monitor besar di hadapan, pada setiap bar keterangan yang muncul, pada setiap kerlip kecil penanda pesawat-pesawat yang terdeteksi. Dan, sesekali ia memandang jauh ke arah luar dari kaca tebal dinding ruang kokpit bagian depan. Memandang pada pergerakan pesawat-pesawat besar, mencari celah yang lebih baik.
Ia menemukannya. Hyker sunggingkan senyum, dengan ketenangan kedua tangan yang luar biasa—seolah sudah terbiasa, meski kenyataannya ini adalah yang pertama—Hyker membawa pesawat mereka menyelip di antara dua pesawat antariksa yang ia tahu pasti merupakan pesawat kargo seperti pesawat mereka sendiri.
Ukuran kedua pesawat itu memang jauh lebih besar, dan sepertinya lebih canggih. Namun, bukan itu yang menjadi fokus bagi Hyker sendiri. Ia hanya ingin membantu sang kapten, dalam hal ini, menyembunyikan pesawat mereka di antara kedua pesawat yang merupakan pengangkut stok bahan makanan, kesehatan, bahkan mungkin persenjataan dari pihak Federasi. Tentu, menyerang pesawat yang mereka bajak ini, akan menjadi perjudian sangat besar bagi pihak Federasi.
Pesawat-pesawat antariksa seakan tengah parkir tumpang tindih dengan jarak tertentu antara satu dengan lainnya, dengan bentuk dan ukuran pesawat yang beragam. Pesawat SC-45 yang dikomandoi Kapten Dharma tergolong ukuran terkecil untuk sebuah spacecraft kargo dibanding yang lain.
"Tetap waspada!" Kapten Dharma menepuk pundak Hyker.
Hyker mengangguk, ekor matanya mengikuti langkah sang kapten hingga laki-laki itu keluar dari ruang kokpit.