Chapter 45 - 45 Sando

"Oh Iya, bagaimana tadi perjalananmu?

Apakah tumbuhan itu sudah kalian temukan?".

"Belum kek. Kata ayah, besok kami harus kembali ke Belantara!".

"Oh, begitu?

Kamu hati-hati, ya!".

Sando pun menoleh dan menatap Sang Kakek penuh makna. Pertanyaan-pertanyaan yang selama ini terkurung dalam kepalannya akhirnya ia ucapkan.

"Kakek, Sesungguhnya seberapa penting tanaman itu?

Mengapa sampai ayah mati-matian mencarinya?

dan rela menghabiskan seluruh waktunya di Laboratorium hanya untuk itu?

Apa pentingnya semua itu?

Bahkan Ibu juga sampai rela mengorbankan nyawanya hanya untuk membatu menyelamatkan orang lain.

Katakan padaku kek, Apa pentingnya semua itu!".

Pertanyaan itu benar-benar telah mengetuk batin Pue yang terdalam. Meski terlihat tersenyum, namun kehancuran pada batinnya begitu terasa, saat mendengar suara Sando yang telah bercampur getir dan amarah.

Pue Pun kembali mendekap Sando, dan memberi Elusan pada punggung Sando seraya berkata.

"Sabar ya!".

Sando pun hanya terdiam dan menantikan jawaban dari pertanyaan yang menyiksanya selama ini.

Menarik Nafas dalam, kemudian Pue bangkit dan berkata.

"Semua tanaman itu adalah bahan untuk pengobatan, bukan?

Hmmm, apa kau lupa?

Membantu orang adalah sebuah perbuatan yang mulia, loh!

Ibu kamu yang ucapkan itu, bukan?".

"Sando, dengarkan kakek baik-baik!

Semua itu sudah menjadi kewajiban mereke.

Sejak kecil ibumu telah mempelajari ilmu pengobatan!

Ia bermimpi, bahwa suatu saat nanti akan menjadi Ahli pengobatan yang hebat.

Ibu kamu sangat berbakat!

Saat seusiamu, ia telah banyak menguasai Ilmu dan teknik pengobatan. Ketekunannya dalam belajar menjadikannya salah satu ahli pengobatan terbaik di kerajaan ini.

Pengobatan seakan sudah menjadi sesuatu yang tak terpisah darinya, begitu pun juga dengan ayahmu!

Setelah menikah, mereka berusaha keras membangun ilmu pengobatan di kerajaan ini, hingga sampai ke kerajaan-kerajaan lainnya. Semua itu dilakukan dengan satu harapan agar kelak semua manusia bisa memahami dan saling membantu.

Seakan tak pernah lelah di lakukan atas kesadaran dan prinsip mereka yakini, yaitu.

"MABELO, MATUVU SINGGANI".

"Hmmm, apa kamu tahu makna dari itu?".

Jawab sando dengan menggelengkan kepala.

"Baik dan Hidup Bersama!

Adalah sebuah cita luhur dari Ibumu.

Kini impianya sudah tercapai. Semangat itu telah terwariskan pada semua Para Medis di semua kerajaan. Hingga kini kata itu digunakan menjadi Semboyan disemua kerajaan untuk para medis.

"Tapi kek, semua yang ada di tenda-tenda pengungsian bukan berasal dari kerajaan kita. Mengapa harus kita yang mengobati mereka?".

"Ya. Benar. Apakah kau tahu siapa mereka?

Mereka adalah Saudara-saudara kita, kan?

Saudara sesama manusia!

Sebagai sesama manusia, kita harus saling menolong. Apalagi saat ini mereka ada di kerajaan kita. Sebagai pemimpin di kerajaan ini, Kakek wajib membantu dan melindungi mereka semua, tanpa melihat dari mana Asal mereka!".

Sando pun terdiam. Keterangan itu perlahan masuk terpatri di batinya, menepis segalanya.

Meski tak seutuhnya, namun kelegaan di hatinya sedikit terjadi.

Pue pun mengusap kepala Sando seraya teraenyum.

"Suatu saat nanti kau akan mengerti!

Hmmm, kau dan Sampoana ingin menjadi Ahli pengobatan seperti ibu,  kan?".

"Ya!".

"Hmmm, Kakek sangat senang mendengarnya!".

Kemudian Pue betekuk lutuh di hadapan Sando dan meletakkan telapak tangannya pada dada Sando.

"Ketahuilah, kau dan Sampoana telah mewarisi semangat Ibu!

Ia pun berharap bahwa kelak kalian berdua yang akan meneruskan dan menjaga Impiannya!

Pue kemudian bangkit, dan menautkan kedua tangannya di dada, dan berkata.

"Namun ingatlah, semua itu di butuhkan ketekunan!

Lihatlah, jam segini Ayahmu masih berada di Laboratorium, kan?".

Jawab Sando dengan Anggukan.

"Saat ini Ayahmu menjadi satu-satunya orang terhebat dalam bidang Sains dan Pengobatan.

Pesan kakek, belajarlah dengan tekun. Kakek yakin suatu saat nanti kalian akan menjadi Ilmuan dan ahli pengobatan hebat seperti Ayah dan Ibumu!".

Sando pun ikut tersentum.

Ucapan itu seakan kembali membakar semangatnya yang telah membeku.

"Kakek. Aku boleh bertanya sesuatu?".

"Hmmm, Katakanlah!".

"Mengapa Aku dan Sampoana yang selalu ditugaskan membuat ramuan dan mencari tumbuhan pengobatan? Sementara Sanja dan Nebot terus berlatih ilmu bela diri?

Apa kakek sayang hanya pada mereka bedua saja?".

Pue pun tersenyum, kemudian mendongak seraya menghela nafas dalam.

"Kakek sayang kalian semua, kok!

Kamu, Sampoana, Sanja, Bute, Nebot dan Kibon.

Hmm, Dalam Aturannya hanya keturunan laki-laki lah yang berhak memimpin kerajaan!

Tapi, bukan berarti kamu, Sampoana, Bute dan kibon tak bisa menjadi Pemimpin dan berlatih ilmu Beladiri.

Dalam mengelola kerajaan, dibutuhkan kerja sama.

Dari Keempat keturunan Kakek, semua sudah kekek tugaskan berdasarkan kemampuannya.

Hmm, Apa kau mengerti?".

"Apakah ini adalah takdir, kakek?

Apa itu takdir?".

Pertanyaan Sando membuat Pue seketika harus berpikir keras, Ia sempat terdiam membatin. "Siapa yang mengajarkannya?".

Setelah kematian Ibunya, Sando terbiasa memaknai setiap peristiwa, Berkutat, tenggelam dalam kuriositasnya. Hal itulah membuat Sando berbeda dengan Sanja, Nebot, Bute.

Pue mengusap kepala Sando penuh makna, Ia pun membuat siasat agar pertanyaan itu dapat di hindarinya.

"Oh iya, Sudah larut malam. Sekarang tidurlah!

Besok pagi kau harus pergi ke belantara, bukan?".

Sando pun hanya terdiam.

Pue pun kembali bertekuk tulut, sambil mengusap kepala Sando.

"Hmmm, Nanti kan kakek jawab pertanyaanmu setiba dari belantara, ya!".

"Ya. Janji Kek!".

"Ya. Kakek Janji!

Sekarang, tidurlah!".

_____

Sunyi tenang, perlahan kekelaman tersingkap, pergi membawa seluruh keresahan semalam.

Fajar menyingsing di antara tembok kokoh istana, membawa harapan baru bagi setiap mereka yang melanjutkan cita.

Melangkah di antara koridor, menuju Kamar Sando dan Sampoana.

Seperti biasanya, ia mendapati Sando yang tengah duduk membaca beberapa kitab.

"Apa kamu sudah siap?".

"Ya. Ayah!".

Sando pun bergegas menutup bukunya, kemudian bangkit meraih tasnya yang telah ia siapkan.

"Bangunkan adikmu!

Ayah ingin ia menjadi bagian dalam perjalan ini!".

"Baik, ayah!".

Sando kemudian melangkah meninggalkan Ruang belajarnya, dan menuju tempat pembaringan Sampoana.

"Sampoana, bagunlah!".-Ucapnya sembari menggoyangkan tubuh Sampoana.

Sampoana pun hanya berguman.

Tanpa membuka mata, ia berkata. "Hmmm, ada apa, Kak?".

Ayahnya pun tersenyum, kemudian duduk di ranjang pembaringan Sampoana.

"Na.. Bangunlah!".-Ucapnya sembari mengusap kepala Sampoana.

Mendengan Suara sang Ayah, Sompoana Sontak membuka kedua matanya, dan bangkit mendekapnya.  

"Ayah!".

Dekapan kerinduan.

"Pagi ini ayah akan kembali ke belantara mencari tumbuhan ramuan. Ayah ingin kau ikut dalam perjalan ini.

Ada beberapa hal yang ingin ayah ajarkan padamu!".

Matanya pun berbinar, perasaannya pun bahagia. Pasalnya permintaan lalu pada ayahnya barusaja terpenuhi.

Sampoana pun berkata. "Benarkah, ayah?".

"Ya. bergegaslah!".-Sahut ayahnya kemudian tersenyum.

Ayahnya pun bangkit, Senyumanya masih bertahan di sudut bibirnya ketika melihat Sando dan Sampoana tengah duduk berseblahan.

"Tak terasa, mereka sudah bertumbuh!".

"Baik. Bergegaslah!

Ayah tunggu kalian di ruangan ayah, ya!".

"Baik!".

***

LABORATORIUM

"Payimo!".

"Iya, Tuan!".

"Tolong ya, kamu sediakan perlengkapan Sampoana!

Ia juga akan ikut dalam perjalan ini!".

"Baik!".

*

Di depan unit kesehatan. Kereta kuda telah sedia, semua perlengkapan pun sudah terkemas, tertata dalam kereta.

"Semua telah sedia tuan!".

"Baik. Terima kasih ya, Payimo!

Oh, iya. Dimana anak-anak?".

"Mereka sedang kemari bersama Paduka".

"Hmmm, Baiklah".

Mereka pun sedang berdiri menanti.

Dari kejauhan telah terlihat Sando dan Sampoan sedang melangkah didampingi Sang Kakek dan bersama dua orang pengawal.

Tertawa, bersenda Gurau bersama sang Kakek.

Ketika melihat ayahnya, Sampoana pun berkata. "Sana ayah. Ayah!".

Ia pun melambaikan tangan dan berlari menghapiri Sang ayah.

"Ayah!".-Teriak Sampoana kemudian masuk dalam dekapan sang ayah.

"Payimo!

Bawa anak-anak masuk ke kereta!".

"Baik!".

"Kando!

Apa apa perjalanan ini tak beresiko jika kau membawa Sampoana?".

"Aku tak tahu apa yang akan terjadi kedepan. Namun ku pikir ini adalah waktu yang tepat untuk membawa Sampoana!".

"Hmm, Baiklah jika itu keputusanmu.

Semalam aku mendapat kabar bahwa Pos Medis Aliansi di perbatasan telah diserang oleh sekelompok Orang bertopeng. Dari laporan itu semua para medis tewas!".

"Biadab!

Siapa mereka?

Apakah ini ada hubungannya dengan keputusan internal kerajaan kita?".

"Aku tak tahu. Saat ini aku sedang menunggu informasi dari beberapa Petinggi kerajaan aliansi.

Aku juga telah mengirim Tim Untuk menyelidiki lokasi itu".

"Baiklah!

Aku janji akan lebih berhati-hati!

Setelah tumbuhan itu ditemukan, kami akan langsung bergegas pulang!".

"Baiklah. Untuk memastikan keamanan, aku mengutus Teros Dan Voro untuk mendampingi kalian!".

"Baik, terima kasih Ayah!

Semua telah siap, kami harus berangkat!".

"Ya. Berhati-hatilah!

Sando, Sampoana berhati-hatilah!".-Ucap Pue seraya mengusap kepala Sando dan Sampoana.

"Baik kek!".

"Teros, Voro Jaga mereka baik-baik!".

"Baik Paduka!".-Ucap Serentak seraya menundukan Kepala.