Chapter 8 - 8 Putus Asa.

Tapak tilas, sebagian jalan telah terbakar.

Lindap jenggala, meradang menatap keadaan.

"Jalan mana lagi yang akan ku lalui?"

Terjang aral bercucur peluh, sedikit lagi Ribusah akan benar-benar terkurung api.

"Apakah manusia menyadari?

Berapa banyak pembunuhan di dunia ini atas nama cinta!

Tak ada Sisa. Semua telah terbakar dan berubah bagai kilatan cahaya.

Berdiri di titik tertiggi.

Kalut, menatap penuh amarah.

"Mereka telah pergi, bersua pada kedamaian sempurna!

Sementara aku sendiri disini bertahan dan menentang.

Dekaplah!

Bawalah aku pulang!".

Terkadang Rasa putus Asa menguasainya.

***

Meski Kalut, Ribusah pun terus melanjutkan langkahnya.

Temaram mulai menyapa, Ribusah pun merebah lelahnya di bawah pohon perkasa.

Terlelap.

"Hidup adalah perjalanan.

Teruslah melangkah, tajamkan belatimu!

Saat berada di ruang kehampaan, ingatlah!

Ibu selalu menyertaimu di antara bintang-bintang!".

Ribusah pun terjaga dari tidurnya dengan nafas terengah-engah.

"Aku bermimpi ya?"

Ketika Ribusah membuka kedua matanya, ia pun terkejut melihat sekelilingnya yang sudah sangat terang benderang.

"Cahaya?

Ibu, apakah itu engkau?".

Menatap nanar.

Ribusah berusaha meraih setitik cahaya itu. Jauh, tak terhingga.

"Bintang, Bintang hidupku!

Apakah itu engkau?

Aku sungguh merindukanmu!

Ayah, apakah itu engkau?

Apakah aku sedang bermimpi?".

Ribusah pun menampar wajahnya berkali-kali. "Apakah ini hanya mimpi?"

Kata itu terus diucapakan sampai ia kembali tak sadarkan Diri.

Terjaga di ujung malam.

Ribusah memandang sekitarnya yang masih tampak sama.

Cahaya, menyentuh sabana, Sampai kesela-sela pohon perkasa, menyibak kegelapan ditiap sudut-sudut belantara.

"Sunyi syahdu, datanglah menyatu".

Ribusah pun bangkit kemudian duduk menatap sumber cahaya itu.

"Cahaya!

bentuknya tak sempurna!

Siapa dia?

Ku mohon dekaplah aku!".

Maksud hati tak sampai.

Segala keluh pun akhirnya diucapkan. 

Tanpa sadar sebagian cahaya itu diam-diam menyelinap masuk ke dalam tubuhnya, memberi kekuatan pada Ribusah.

Seketika hujan dan Halilintar datang membawa kekelaman, merampas segalanya.

Berdiri menentang.

Terhempas kemudian jatuh tersungkur.

Ribusah pun kembali tak sadarkan diri.

***

-Markas KALIKIT-

"Selamat datang!".-Ucap Gora pada sesosok lelaki yang baru saja tiba itu

"Hmm. Bagaimana?

Apakah Eksperimennya sudah selesai?".-Tanya sesosok lelaki yang berjubah kuning itu.

"Tinggal beberapa tahapan lagi!".-sahut Gora seray tersenyum.

Lanjut Gora berkata.

"Aku punya kabar Gembira Untukmu!

Kloning dari Sel milik Suku RAY sudah berhasil Kami Ciptakan.

Besok kami akan menguji kekuatannya!".

"Hmmm. Bagus!

Apakah bisa kau percepat proyek ini?

Aku sudah tidak Sabar menghancurkan mereka!".

***

-Markas KUNEON-

"Dari laporan Tim 'RONE' semua anggota suku Ray tewas!".-Ucap Pawata.

Regita pun terkejut sambil meletakan Gelas Beaker di mejanya.

"Biadab!

Apakah mereka mendapatkan jejaknya!".

"Tidak!

Aku yakin ini adalah perbuatan Ojo!".

"Pawata. Apa rencanamu selanjutnya?".-Ucap Regita punuh Amarah.

"Mulai saat ini fokuslah pada penelitianmu!

Sepertinya mereka benar-benar melakukan Recana Gila itu!".

"Baiklah!

Tinggal bebera tahap lagi.

Jika Saba sudah kembali tolong beritahu dia untuk menemuiku!".

"Baiklah!".

***

Setelah beberapa waktu tak sadarkan diri, Ribusah pun siuman.

Sadarnya bersama cemas, kemudian berusaha bangkit dari pembaringannya.

"Aku dimana?

Aaww!". -Jeritnya.

"Sepertinya Aku terluka!".

Ribusah Menatap lukanya yang mengaga di sekujur tubuhnya sambil mengingat apa yang telah terjadi.

Kuriositasnya terhenti karena kehadiran Sesosok Wanita asing yang tengah datang menghampirinya.

"Akhirnya kau Siuman!".

"Siapa kau?".-Ucap Ribusah seraya menahan sakit.

"Bodok!

Hmm, Jangan banyak bergerak dulu!

Nanti lukanya kembali berdarah!".-Ketus Wanita itu.

Lanjut Ia berkata.

"Ini, minumlah!

Biar lukahmu cepat pulih!".-Ucap Wanita itu seraya menyodorkan secawan Ramuan.

"Hmm. Jangan disentuh lukanya!".

Wanita itu memukul tangan Ribusah yang berusaha memegang luka itu.

"Saat ini kau berada ditempatku! Cepat minumlah Ramuan itu!

Setelah itu, istrahatlah!

Jangan kau paksakan dirimu!".-Titahnya.

Seketika wanita itu terkejut melihat darah kembali mengalir di tubuh Ribusah.

"Itu kan!".

"Ada apa?".

"Lihatlah!

Lukanya berdarah!

Jangan banyak bergerak!

Biar ku obati lukanya!".

"Apa yang terjadi denganku?".

"Diamlah!

Aku sedang fokus!".

Sedikit tenang.

Saatkan menempelkan daun Ramuan di luka terakhir, Ribusah pun menjerit seraya berkata.

"Aww. Sakit!

Pelan-pelan!"

Keluhan Ribusah disahut dengan makian dari wanita itu.

"Dasar bodoh!

Kamu ingin mati haa?

Tidak pake otak!".

Tanpa sadar Air mataya terurai.

Ribusah pun membisu seraya memalingkan wajahnya.

"Malam itu aku menyaksikanmu! Apakah itu adalah pilihan terbaik dari sebuah masalah?".

Saat di akhir kalimat, tangisnya pecah melihat kondisi Ribusah yang sedang buruk itu.

Karena tak kuasa menahan emosinya, wanita itu pun berdiri kemudian pergi.

Berdiri tepat di sebuah jendela.

Menguras emosi sembari menatap bunga di taman.

Setelah semua terkuras, wanita itu pun mengusap air matanya kemudian kembali menemui Ribusah.

"Kanapa diam saja?".

Wanita itu pun melanjutkan celotehnya.

Mematung sesal, menutup mata sambil mendengarkan celoteh Wanita itu.

"Pasrah!".-Batin Ribusah.

Setelah keheningan terlewati.

Wanita itu pun kembali berkata dengan penuh Rasa bersalah.

"Maafkan aku ya!

Aku tak tahu, bagaimana sulitnya jalan yang sudah kau lalui, namun aku yakin bunuh diri bukalah jawaban dari persoalan!"

Ia pun tersenyum.

"Aku yakin, kamu adalah orang yang tangguh!".-Tambahnya.

"Maafkan aku! -Ucap Ribusah dengan nada datar.

"Sekarang minumlah Ramuannya!".

"Terima kasih!".

"Lukanya sudah ku obati!

Istrahatlah! Jangan banyak bergerak, apa lagi berniat melepaskan bebatanya!

Awas ya!

"Iya. Iya!".

"Baiklah, Aku harus pergi!".

"Kamu mau kemana?".

"Ada beberapa hal yang harus ku selesaikan!".

"Baiklah. Semoga kau baik-baik saja!".

"Hmmm. Seharusnya aku yang berkata begitu!

Dah!".

***

-Kerajaan VONGGI-

Duduk di Takhta, didampingi punakawannya.

Tiba-tiba Ojo datang menemui Dwi Murti.

"Lapor Tuan Purti!".

"Ada apa?".

"Aku punya kabar gembira untukmu!".

Dwi murti terkejut melihat sesosok lelaki yang dihadirkan dihadapannya dalam kondisi kaki dan tangannya terikat.

"Kerja yang bagus, Ojo!".

Dwi murti pun tertawa dan bangkit dari takhtanya kemudian melangkah ke arah lelaki itu.

"Hmm. Aku sangat senang melihatmu!

Selamat datang di Kerajaanku Ribuyah!".-Ucap Lirih Dwi murti.

"Dasar pengkhianat!

Lepaskan aku!".

Meradang meronta-meronta. Menatap wajah Dwi Murti Kebencian Ribuyah pun semakin bertambah.

"Hmmm, baiklah!

Ojo ku serahkan dia padamu!".

"Baik!".

Melangkah Diantara Koridor menuju Ruangan Galara.

"Kolo. Bagaimana misimu?".

"Semua sudah ku beresakan!".

"Bagus!".

"Aku punya kabar gembira untukmu!

ikuti Aku!".

Melangkah di antara Pelita yang terpajang di sudut dinding.

-Penjara Pawah Tanah-

Kolo sangat terkejut melihat Ribuyah yang sedang terikat dan tak sadarkan Diri itu.

Dwi Murti : Bagaimana menurutmu Kolo?

Apa kau senang melihatnya?".

"Ya. Aku senang!".-Jawabnya tandas.

"Baguslah!

Sekarang pergilah!

Siapkan Pasukan, kita akan pergi Ke TPU menemui Babon dan Ratojeng!".

"Baik!".

**

-Kerajaan NUNUMBUKU-

Di sebuah Ruangan Khusus.

Duduk sembari menunggu Panggilan.

Memakai baju Zirah, melanglah Ke arah ruangan Prajurit.

"Zero, Lajiji!

Apa kalian sudah Siap?".

"Ya!".

"Ikuti aku!".-Ucap Janggo kemudian pergi.

Melangkah melewati Koridor, menuju ruangan Raja.

Duduk di Takhta, mamakai Baju Zirah seraya mengenggam Pedang.

"Kami Sudah Siap!".-Ucap Janggo.

"Baiklah. Dengarkan baik-baik!

Tak hanya Babon, Dwi Murti Ratojeng juga akan hadir dipertemuan itu.

Jadi, kalian tetap berhati-hati!".

Apa kalian mengerti?".-Tegasnya.

"Ya. Kami mengerti!".