Di balkon, duduk berdua.
Arungi malam, larut bersama kisah. Bersua rayu di antara bintang gemintang hiasi langit harapan, benderang.
Syahdu, genggaman mengerat.
"Besok pagi aku akan pergi menghadiri Petemuan Di Kerajaan TAIPA MADIKA.
Anak-anak akan ikut denganku!". -Ucap Raja sambil menatap wajah sang Ratu.
"Aku?".-Jawab Ratu dengan nada tandas.
Menarik nafas dalam, perlahan Ratu melepaskan genggamannya. Kemudian berdiri melangkah ke tepi balkon.
Menengadah. Paras cantik Ratu terlihat jelas saat disinari cahaya bulan.
Tak jemu memandang.
Menarik nafas dalam. Ter endus aroma Jasminum.
"Hmm. Apakah kau masih setia?".-Tandas di Batin Ratu.
Senyum pun merekah, kemudian Ratu meletakan dagunya di atas tembok penghalang tepi balkon.
"Apakah aku boleh ikut?".
mendengar ucapan itu, Raja pun berdiri kemudian melangkah menghampirinya.
"Sayang. Tadi aku mendapat kabar bahwa besok Pawata dan Regita akan kembali. Tunggulah mereka!
Aku janji, saat pertemuan selesai langsung bergegas pulang.
"Hmmm baiklah!".
"Istrahat yang cukup, dan jaga Diri ya!".
"Hmm, iya.. iya!
ku pikir aku akan menjadi bagian cerita dari perjalanan ini!".
"Nanti ya!
Aku janji, jika kamu sudah sembuh kita akan Tamasya ke air Terjun Sitabo".
"Hmm, Baiklah. Sepertinya aku akan kesepian!
biarkan Ribusah tetap tinggal bersamaku ya?".
"Hmm, baiklah. Tapi kamu cari cara agar ia tak mendengarkan Ucapanmu saat nanti bertemu Regita!".
"Ya. Aku tak ingin diperjalan nanti ia merengek mencariku!".
"Baiklah!".
"Kamu hati-hati ya sayang! -Ucap Ratu sambil menggenggam tangan sang Raja.
"Iya, kamu juga jaga diri! istrahatlah yang cukup ya!".
"Iya.. iya!".
"Baiklah. Kalau begitu, kamu masuk ya!
Sudah waktunya istrahat!".
"Kamu mau kemana?".
"Aku keluar sebenatar!
Aku ingin menemui Kolo, Ada beberapa hal yang harus ku sampaikan padanya".-Tutup Raja.
"Baiklah!".
Hari pun berlalu.
Di jalan setapak, menunggangi kuda putih yang sedang melaju, terlihat pangeran Ribuyah menggenggam busur panah. Sementara Raja memegang tali kendali kuda dan diikuti rombongan pengawal.
Duduk di hadapan Raja, Ribuyah menatap jalan sekitar dengan tatapan tajam.
Saat memasuki belantara, Ribuyah memerintahkan ayahnya untuk menghentikan kudanya.
"Ada apa Ribuyah?".
"Ada Rusa!".
Dengan sebuah isyarat ke pengawalnya, akhirnya semua langkah terhenti.
Menyusup di sela pepohonan, Ribuyah terlihat sangat terlatih.
Kemudian ia melepaskan anak panahnya kearah kawanan Rusa itu.
Suara jerit pun terdengar. Terlihat seekor Rusa dari kawanannya jatuh tersungkur.
"Hmm, Ribuyah memang Hebat!".-Ucap Kolo dari kuda tunggangannya.
Raja pun menghampiri Ribuyah.
Untuk melihat hasil buruan itu.
"Ini baru putraku!".
***
Di sebuah Ruangan Rahasia, duduk di kursi sambil mengatur rencana.
"Bagaimana hasil pertemuannya?".-Ucap Bute.
"Ratojeng tak menyetujui pemberlakuan Dokumen Perdamaian itu!".-Jawab Ebong.
"Bagus!".
"Apakah Jeko yakin bahwa Sando Dan Arsu Sudah mati?".
"Ya! Jeko menyaksikannya bahwa kereta mereka jatuh ke jurang itu!".
"Hmmm. Aku yakin mereka semua sudah mati!
Mungkin Jasad mereka sudah habis dimakan hewan Buas!".
"Ya. Tinggal menunggu waktu!
Aku akan menguasai kerajaan ini!".-Ucap Bute dalam Hati.
***
"Ribuyah, Sebentar lagi kita sampai!
Jangan ceritakan pada Ribusah ya, kalau kau yang memanah Rusa itu!".
"Baik ayah!".
Saat memasuki gerbang istana, dari kejauhan lambaian tangan telah terlihat.
Sang Ratu dan pangeran Ribusah telah menanti kedatangan mereka.
"Bagaimana harimu anakku?".-Ucap Raja sambil mendekap Ribusah.
Diwaktu yang sama, Ratu melakukan hal serupa pada pangeran Ribuyah.
"Aku baik-baik saja!".
"Syukurlah!".
"Jumpa adalah obat dari segala rindu".
Di meja makan.
Seluruh keluarga berkumpul menikmati hidangan malam. Canda tercipta melalui celoteh Ribusah. Sementara Ribuyah hanya tersenyum menatap adik tercinta.
"Hmmm. Makanlah, jika kamu tak henti bercerita, nanti makanannya akan menangis loh. Iya kan ibu?".-Ucapnya dengan nada meyakinkan.
Dengan wajah seringai, Ribusah menjawab perkataan Ribuyah.
"iya kak!".
Dipandang berdua. Senyum Raja dan Ratu pun tercipta.
Sementara di sisi lain kebencian semakin membesar melihat keharmonisan keluarga itu.
"Berbahagialah!
Tunggulah tiba saatnya!
Aku akan Rasakan pada kalian apa yang aku Rasakan!".
***
Mendung menyelimuti pagi itu, Mega-mega halangi cahayanya.
Di kamar Ratu.
Semua anggota keluarga berkumpul, menjenguk Ratu yang sedang terbaring lemah.
"Ayah. Ibu sedang sakit ya?"-Tanya Ribusah sambil menatap Wajah ibunda yang sedang Pucat kesih.
"Iya. Ibu kamu kecapean dan saat ini sedang butuh istrahat!
Sana. Bermainlah bersama kakak!".
"Iya!".
"Kakak, bermainlah bersamaku!".
"Baiklah!".
Pedang digenggam. Ribusah berlari menunggangi kuda-kudaannya dan di ikuti Ribuyah mengejar dan berusaha menangkapnya.
Langkah kaki berbeda, tatkala Ribusah berhasil tertangkap, Kemudian jatuh dalam pelukan Ribuyah.
"Haha, Kakak. Lepaskan!
Sudah! Sudah kak!".
Ribusah berontak dari Gelitik Sang Kakak.
"Hmmm. Ayo berdiri, kita hampiri ibu!".-Ucap Ribuyah.
"Ayah. Bagaimana keadaan ibu?".-Ucap Ribuyah.
"Sedang baik-baik saja. Mungkin Ibu hanya kecapean!".
Dengan sisa tenaga, Ratu tersenyum menatap kedua putranya.
Namun Ribuyah tahu, bahwa senyuman itu hanyalah sebuah senyuman palsu.
Senyum yang menutupi rasa sakitnya.
Duduk melingkar diatas ranjang pembaringan Ratu.
Ribuyah berniat ingin menghibur sang Ibu. Ia mulai menceritakan kisahnya lucunya saat menungganggi kuda bersama ayahnya.
Tawa pun tercipta, ditutup dengan wajah Seringai dari Ribusah.
"Ribusah. mulai besok ikulah bersama ayah. Kakak akan melatihmu cara memegang pedang dan menunggangi kuda sungguhan!
Hmmm, Lihatlah permainanmu!
Permainan seperti ini hanya mainan anak kecil tau!".-Tutup Ribuyah dengan balasan Seringai.
Ribusah pun menggerutu, dengan wajah kesal ia menyahuti Ucapan Ribuyah.
"Biar. Permainan ini lebih menyenangkan, Apalagi ditemani ibu! Iya kan bu?
Sangat menyenangkan!".
Raja dan Ratu pun tersenyum melihat kedua putranya yang sedang bertengkar itu.
Tak mau kalah. Ribuyah pun membalas ejekan itu. "Hmm, Dasar manja!".-Tutup Ribuyah dengan Tertawa.
"Biar Saja. Hmm, Kakak mau melatihku katanya Ibu!
Padahal kata ayah, Menunggangi kuda sungguhan pun masih takut!
Iya kan ayah?".
Tak terima dengan ejekan itu, Ribuyah pun menceritakan kisahnya saat memburu seekor Rusa yang berukuran besar saat menuju istana.
Keterangan Ribuyah terdengar agar ia terkesan hebat saja jika dibandingkan dengan Ribusah.
Setelah mendengar kisah itu, Ribusah pun menggerutu dan berkata.
"Kakak, mengapa kamu membunuh rusa itu?
Ibu berkata padaku, untuk menunjukan bahwa kita kuat tak harus dengan cara membunuh! Ibu juga berkata, bahwa kita harus mencintai semua makluk yang ada di dunia ini.
Apa Kakak tahu?
Membunuh bukanlah sifat seorang Galara Sejati!".
Mendengar ucapan itu, Ribuyah pun Geram. Wajahnya memerah menahan amarah.
"Dengar Ribusah, kamu itu tak mengerti arti Galara sesungguhnya, Kamu tuh masih kecil!
Lihatlah keadaanmu saat ini, sangat manja kepada ibu!
Jika seperti ini terus. kamu tak akan pernah menjadi Galara sejati!
Ribusah, dengarkan kakak baik-baik!
Hidup adalah perang!
Hanya dengan kekuatan bisa membuatmu bertahan Hidup.
Ingatlah itu".
"Kata Siapa?".
"Hmm percuma!
Kamu tak akan mengerti Ribusah!".
Karena kekesalahannya, Ribuyah pun pergi.
sementara Raja dan Ratu hanya membisu melihat perselisihan itu.
Raja dan Ratu merasa, selama ini cara mengasuh Ribusah dan Ribuyah mungkin salah.
"Maafkan Aku".-Ucap Raja Sambil mengusap wajah Sang Ratu.
Ratu pun hanya tersenyum.
***
Tanpa Suara. Mematung menahan sakit.
Senja buta, di ruang keluarga semua berkumpul dengan raut gelisah. Sementara pangeran Ribusah terus menangis sedusedan disisi Sang Ibu. Saat ini Ribusah benar-benar sedih melihat kondisi ibunda yang sedang terbaring lemah itu.
Sudah sejam Ratu tak sadarkan diri. Tak ada kata. Raja duduk di kursi sambil menatap kosong ke arah sang Ratu.
Tak lama kemudian, Regita pun datang menghampirinya menyampaikan hasil pemeriksaannya.
"Penyakitnya semakin parah!
Tumbuhan itu sangatlah langkah.
Kami sudah berusaha mencari tumbuhan itu, namun tak menemukannya".-Terang Regita.
Tanpa kata. Menatap kosong dalam linangan air mata.
Isak tangis Ribusah masih juga terdengar, dengan wajah gusar pangeran Ribuyah berkata padanya.
"Ribusah diamlah!
Berhentilah menagis!
Ibu tak mengapa, Ibu hanya sedang tertidur!
Jika kau terus menangis, justeru kau akan menganggu ibu dengan suara tangisanmu itu.
Sekarang diamlah!
biarkan ibu tidur sejenak!".
***
- Kerajaan TAIPA MADIKA-
Di balkon, berdiri seraya menatap Bintang Gemintang.
"Bintang Harapan!".
"Sun, Paman! Dimana kalian?
Ayah, Ibu Maafkan Aku!
Aku tak bisa melindungimu Mereka!".
Lamunannya menghilang karena kehadiran Ebong.
"Lapor paduka!
Maafkan Aku!
Aku belum berhasil menemukan jasad mereka!".
"Pergilah!
Kau teruskan pencariannya!".-Ucap Ratojeng.
"Baik!".-Jawab Ebong seraya pergi.