"Yuk, balik."
Tika langsung matung dikursi pas tau-tau abang nyium pipi Tika yang lagi main hp. Seriusan, kepala Tika di tarik abang untuk dicium pipinya.
Serius, Tika sadar dari keterpakuan sudah mau murka abang sudah narik badan Tika dengan memegang pinggang Tika.
Masih Tika diamkan abang peluk pinggang jalan keluar dari warung sate, pas sudah sampai parkiran dan masuk mobil singa betina yang disenggol langsung tancap cakar ke tubuh abang sampai abang teriak bertanya nggak ngerti.
"Tika, sakit loh!! Seriusan kamu kenapa?. Abang buat salah apa lagi?."
Abang tahan kedua tangan Tika walau masih beringas mencoba melepaskan Tika tatap wajah abang murka.
"Siapa suruh abang main cium dan peluk pinggang Tika?."
"Ya ampun, cuma karena itu doang?."
"Yi impin, cimi kirini iti diing!!. Padahal abang sendiri yang bilang sama Tika buat jangan memberi lelaki kesempatan pegang tangan sampai cium walau hanya pipi. Abang bilang laki-laki kalau diberi ijin suka merambat minta ijin ke hal intim lainnya?!!"
Tika memulai aksi protes sampai ludahnya muncrat kemuka abang yang meringis tapi tidak bisa langsung mengelap muntahan ludah itu di wajah.
Soalnya kalau sampai abang lepas kedua tangan Tika yang ada habis lah ini badan sama rmabutnya kena cengkraman Tika yang bukan main bikin sakit.
"Masih mau bilang cuma lagi?!."
Tika bertanya mengancam dan abang jawab gelengan, menuruti singa betina yang lepas kendali.
"Bilang apa kalau gitu?!! Buruan bilang apa?!!"
"Oke, oke. Abang minta maaf, abang salah."
"Yaudah lepasin tangan aku kalau gitu!!."
"Abang lepasin tapi Tika jangan ngamuk lagi ya..."
Tika tidak menjawab malah menatapi abang seakan ingin mencincang.
"Jangan begitu Tika, dosa kamu nyakitin abang sendiri."
"Bodo amat. Bukan kandung, masih bisa di nistain!!"
"Ya tuhan!! Kalau gini nggak akan abang lepasin sampai rumah kalau gitu!!."
"Abang!!!"
.
.
Setelah kejadian Sigit yang meninggalkan tanpa kepastian mulai Tika lupakan, kehidupan Tika berjalan seperti biasanya walau ada satu orang yang mulai Tika abaikan hadirnya dari pada membawa fitnah dan jadi omongan berkepanjangan karena main belakang dengan teman divisi.
Tika nggak marah maupun mendendam hanya menyayangkan saja kenapa cara perpisahannya sangat tidak bertanggung jawab. Harus sekali dengan memainkan hati dan mencari yang lain tanpa klarifikasi dengan perasaan Tika yang sudah dibuat melayang.
Contohnya Tika, sudah dibuat sayang dan hampir jatuh cinta tanpa status malah ditinggalkan tanpa ada aba-aba.
Rina, yang kini dekat dengan Sigit dan dikabarkan sudah jadian tapi Tika mana peduli.
"Tika... kamu beneran gapapa ya?. Soalnya liat si Rani kok jadi sombong gitu karena sering di jemput pake mobil keluaran jerman sama mantan gebetan lo?."
"Aku gapapalah, emang aku harus apa-apa ya?."
"Bukan gitu maksudnya, seenggaknya kamu marah dan memaki Rani yang nggak tau diri itu. Seharusnya dia juga kan sadar diri, kalau Sigit itu sedang dekat dengan kamu dan akan mendapat predikat baru sebagai pacar. Senggaknya dia merasa nggak enak kek, apap kek gitu."
"Hem... Biarin aja sih mbak, toh itu hubungan dia yang menjalani ini kan?. Kalau dia memang tidak merasa malu itu terserah, Tuhan tidak pernah tidur untuk nggak membalas mereka yang mendzalimi kita. Jadi aku tenang-tenang aja karena keyakinan aku."
"Eyyy susah lah ngomong sama Tika yang selalu positiv thingking ini, nggak bisa diajak ghibah deh..."
Terus Tika ngakak saja pas liat muka teman kantornya ini, Naomi namanya. Dia memang nggak bisa diam kalau melihat keburukan, inginnya di julidin terus sampai panas yang bersangkutan dia omongi.
Naomi ini orang paling berani menyindir bahkan melabrak mereka yang nggak tau diri seperti Rani ini. Memang Tika dan Sigit belum ada status pasti tapi tetap saja seharusnya Rani sadar dan tunggu Sigit dan Tika benar-benar klarifikasi tidak ada lagi kelanjutan dalam hubungannya.
Inimah, sudah liat Tika masih jalan sama Sigit dan beberapa kali sedang berduaan, apalagi Sigit mengakui sendiri jika dia akan punya hubungan dengan Tika.
"Yailah mbak. Gitu aja ngambek, entar dede bayi mirip aku tau rasa loh!."
"Idih!!!. Amit-amit tuhan!! Dek kamu jangan sampai mirip si Tika ya, nanti nggak bisa mamah ajak julid lagi!." Sambil mengusap-usap perut besarnya merapal.
Kemudian ngakak lagi, rasa sakitnya juga sudah tidak dapat teraba. Lagian sebulanan ini Tika di dekati oleh salah satu teman kantornya juga yang beda divisi, namanya Burhan. Sebenarnya dia lebih tinggi sih jabatannya dari Tika yang hanya seorang editor.
Burhan lebih gentle dari Sigit sebab selalu bertanya lebih dulu apa yang tidak dan disukai Tika maupun yang nggak bisa Tika makan karena alergi.
Tika jadi salah tingkah kalau ingat itu. Padahal beberapa waktu kebelakang Tika nangis sama abang karena gebetan sekarang sudah dapat baru saja.
Tika itu salah satu orang yang mudah move on dan tidak ambil pusing, selalu mengambil hikmah disetiap kejadian. Kadang susah buat di pengaruhi biar ghibahin orang. Tapi ya walau kadang Tika juga ghibah seperti perempuan kebanyakan, tapi tidak sering.
Mas Burhan: Tau nggak?
Tika: Nggak tau dan nggak mau tau.
Mas Burhan: Tadi saya salah naikin motor, saya sudah ngerasa aneh pas masukin kunci susah banget. Sampai yang punya motor ngdeket dan kirain saya mau maling. Ternyata pas saya bilang ini motor saya dengan ngotot si abang-abangnya ngakak. Saya bingung.
Tika: Terus gimana akhirnya?.
Mas Burhan: Dia suruh saya nyingkir dan masukin kunci motor terus stater langsung nyala, saya langsung tengok kanan kiri. Ternyata saya bawa motor anak kantor yang lain bukan motor saya hahahaha.
Tika langsung ngakak sampai kepelanya terpantul kebelakang sambil megang perut. Terus mukul-mukul meja heboh.
"Tika!!! Berisik lu anjir!." Itu suara Rio, teman satu divisinya yang protes.
"Biasa, Ri. Dapet yang baru jadi gila lagi dia, nggak inget kemarin udah kaya raga tanpa nyawa di tinggal Sigit sama yang lain."
Kemudian ramai, kantor bagian editor memang seheboh itu apalagi menyangkut Tika sebagai moodboster. Tika sih masa bodo, orang dunianya sedang dengan mas Burhan.