Gadis berambut merah kecokelatan saat ini sedang terlihat gugup, apa yang telah dia ucapkan sebelumnya jarang sekali dilakukan dalam kehidupan nyata.
["Aku tidak pernah bicara sampai sekasar itu pada orang, apakah Ophelia akan baik-baik saja setelah melontarkan ucapan seperti tadi pada Puteri sulung Count Marion?"]
Lyon melihat adiknya nampak sedikit tegang setelah keluar dari cafe, "Opheli... Apa kau sedang cemas?" tanya kakak kedua dari tokoh utama novel "Unrequited Love."
"Haha, tidak, Kakak. Aku baik-baik saja."
"Kau selalu memberikan jawaban yang sama setiap kali aku menanyaimu. Pasti ada sesuatu, benar begitu?" mendadak serius.
"Sebenarnya...." manik hijau emerald milik Ophelia jelalatan, dia mulai melihat jalanan Ibu Kota karena sedang memikirkan harus menjawab apa, "Wahh! Kakak, bolehkah aku makan itu?" tiba-tiba.
"Apa? Kau ingin sesuatu selain kue?" bingung.
"Ugh... Dia tidak tahu?" dalam hati gadis berambut merah kecokelatan yang tak lain adalah Ophelia, "Itu, ada yang membuat permen di jalan, Kakak. Bolehkah aku makan itu?"
Kaget, "permen? Kau mau makan permen dari jalanan?"
["Lyon banyak bicara, sebaiknya aku cepat menghentikan kereta kuda sebelum berjalan semakin jauh."]
"Kusir, tolong berhenti," Ophelia berdiri jadi tempat duduknya.
"Kau mau kemana? Ophelia!"
Terlambat, kakak kedua gadis berambut merah kecokelatan itu tidak sempat menghentikan adiknya, Ophelia lebih dulu keluar dari kereta kuda, dan langsung menghampiri pedagang permen di jalanan Ibu Kota Oriana.
"Aku jadi harus melakukan hal ini gara-gara Lyon," dalam hati.
Pedagang permen di jalan itu cukup ramai pembeli, sepertinya permennya itu memang terkenal di sini, tak lama kemudian seseorang datang, dan mengetahui seorang Puteri Bangsawan tengah berkunjung.
"Astaga, bukankah Anda Puteri bungsu Duke Asclepias?" sambil membungkukkan badan, salah seorang warga yang tak lain adalah Ibu dari dua anak di Ibu Kota mengenali gadis bermata emerald yang tengah berdiri di depan penjual permen di sana.
"Siapa?" dalam hati Ophelia, ia lantas menoleh, dan mendapati seorang Ibu dengan pakaian lusuh di samping dirinya, gadis berambut merah kecokelatan itu kemudian tersenyum, "kau tidak salah, aku memang Puteri dari Tuan Duke."
"Sedang apa Puteri di jalanan Ibu Kota ini?" Ibu itu bertanya pada Ophelia.
"Eum.. Kebetulan aku ingin membeli permen ini," Ophelia bicara menggunakan kedua matanya, dia melirik permen yang sedang dibentuk disana.
Terkejut, "P-puteri ingin membeli permen dari pinggir jalan? A-apakah itu mungkin..." gugup.
"Jika tidak mungkin, maka aku tidak akan sampai kesini... Bukankah begitu?" senyum manis, "siapa namamu?"
"N-namaku, Bety... Puteri..." membungkuk.
"Apakah kau kemari ingin membeli permen juga?" gadis berumur 19 tahun itu mendadak ingin tahu.
"Ah- iya, aku membelinya karena kedua anakku sangat suka dengan permen yang dibuat oleh pedagang ini."
Manik hijau Ophelia melirik pedangang permen di jalanan Ibu Kota, dia kemudian sedikit mendekatinya, "oh... Begitu rupanya, baiklah. Aku juga ingin mencobanya."
Baru beberapa menit Ophelia mulai mengantri, datang dua bocah, satu laki-laki, dan satu orang perempuan berlarian dari arah gang gelap di jalanan Ibu Kota. Mereka menghampiri wanita yang sedang berdiri di samping gadis berambut merah kecokelatan disana.
"Ibu! Dimana permen kami?" ucap anak laki-laki berambut cokelat kopi, kemudian disahut oleh anak perempuan dengan warna rambut yang sama, "aku ingin segera memakannya!" sambil menarik pakaian lusuh yang dikenakan oleh wanita itu.
"Apakah mereka anak-anakmu?" tanya gadis berumur 19 tahun.
"Ahaha... Iya, mereka adalah putera dan puteriku, mereka agak sedikit nakal," wanita itu kemudian menyuruh kedua anaknya untuk memberikan salam kepada Puteri Duke.
"Dia siapa, Ibu?" tanya anak perempuannya.
"Dia adalah Puteri bungsu Duke Asclepias, cepat berikan salam sapa padanya."
"P-puteri Duke?!" anak perempuan itu terkejut, namun dengan cepat kakak laki-lakinya menekan kepala adiknya, dan langsung memberi salam pada Ophelia.
Hal itu tentu ditanggapi dengan senang hati oleh Puteri, jiwa Violet yang ada di dalam tubuh Ophelia sangat menyukai anak-anak. Tentu saja dia akan merasa senang jika bertemu dengan mereka lagi.
"Kalian anak yang sopan, ku dengar kalian sangat suka dengan permen ini?"
"I-itu benar..." jawab anak perempuan yang ada di depan Ophelia.
"Pak, tolong buatkan sepuluh untuk kedua anak ini," pesan gadis berambut merah kecokelatan kepada pedagang permen disana.
Kakak kedua gadis berambut merah kecokelatan itu tidak jadi mengikuti adiknya, dan yang terjadi hanya berdiri di sudut luar kereta kuda sambil melihat Ophelia bercengkerama dengan salah seorang penduduk di Ibu Kota.
"Sejak kapan, Opheli jadi seperti itu?" bertanya-tanya dalam hati.
Tiba-tiba, kabar tak mengenakan datang. Seorang laki-laki berlari tunggang langgang dengan ekspresi ketakutan, dirinya sampai tersandung karena berlari dengan tergesa-gesa.
Wanita dua anak itu melihatnya, nampak wajahnya seperti mengkhawatirkan sesuatu, gadis bermata hijau emerald mengetahui hal itu. Ophelia mengamati kedua penduduk yang sedang ketakutan akan pristiwa apa yang tersampaikan.
"A-ayahmu! B-bety-! A-ayahmu!" ucap seorang lelaki dengan latahnya.
Wajah wanita dua anak yang ada disamping Ophelia sekarang semakin jelas menampakkan ekspresi terluka, dia mempunyai firasat yang sangat buruk tentang ayahnya itu, "k-kenapa dengan ayahku? C-cepat bicara yang jelas," merintih, "CEPAT KATAKAN PADAKU DIMANA AYAH!"
"D-dia, d-dia....--" pria itu tak sanggup mengatakannya, dan gadis berambut merah kecoketalan yang tak lain adalah Ophelia terus mengamati keduanya.
"Bicara yang jelas!" wanita dua anak itu sudah tidak kuat, pikiran negatif terus mengisi kepalanya.
"A-aku mendapat sebuah kabar, b-bahwa ayahmu t-telah... T-telah, d-di-- dibunuh...."
Wanita dua anak itu menganga, mulutnya terbuka tidak menyangka dengan apa yang telah dikatakan oleh lelaki ini. Kakinya lemas hingga tidak bisa berdiri sampai tubuhnya terduduk ke tanah.
Anak laki-lakinya mulai merasa aneh, ia lantas menarik pakaian ibunya itu, sementara sang adik perempuan hanya diam karena tidak paham apapun.
"Ibu... Apa maksudnya? K-kakek dibunuh?"
Isak tangis terdengar dari wanita dua anak tersebut, dia tidak bisa menjelaskan bahwa Kakek dari kedua anak itu telah tiada entah apa sebabnya.
Gadis berambut merah kecokelatan telah dihampiri oleh kakak keduanya, Lyon. Dia datang karena melihat penduduk yang semula bercengkrama dengan adiknya itu mulai melemas dan menangis.
"Opheli, ayo kita pulang," ucap pria yang mempunyai rambut seperti surai singa itu.
Dia tidak mendengar ucapan kakaknya, dirinya lantas tiba-tiba menanyai anak perempuan dari wanita itu, "nak, dimana rumah kalian?" anak itu spontan terkejut, menunjukan rasa takut.
"Tak apa, aku bukan orang jahat. Apakah kamu mau memberi tahuku, dimana tempat tinggalmu?"
Anak perempuan itu masih berpikir, setelah beberapa saat Ophelia menunggu, anak itu mengangkat tangan kanannya, dan jari telunjuknya menunjukkan arah ke dalam sebuah gang gelap di kiri jalan Ibu Kota Oriana.
"Baiklah, terima kasih," gadis berambut merah kecokelatan kemudian menghampiri kakaknya, Lyon, "ayo kita pulang, Kakak."
"Bagaimana dengan permen yang ingin kau makan, apakah sudah dapat?" tanya sang kakak kedua.
"Biarkan pedagang itu membuat pesanan yang sudah aku minta, suruh salah satu pelayan untuk datang kemari, dan membawa pesananku ke Mansion," jawab Ophelia.
Dua anak dari Duke Asclepias itu kemudian berjalan menuju kereta kuda tanpa melihat kebelakang. Yang di dengar oleh gadis berambut merah kecokelatan hanyalah suara isak tangis wanita yang mempunyai dua anak disana.
Dirinya meninggalkan wanita itu sendiri bersama dengan kedua anaknya, dan satu orang lelaki tak dikenal bersamanya. Orang-orang disekitar jalan itu bahkan tidak peduli dengan apa yang tengah terjadi, untuk sementara ini jalan yang ditempuh Violet untuk berperan sebagai Ophelia harus dilakukan dengan hati-hati, dirinya tak mau salah jalan dan berakhir mengenaskan kareba hal sepele.
Sejujurnya Violet tadi sangat terkejut karena mendengar hal yang belum pernah dia dengar sebelumnya. Ia mencoba untuk tidak menampakkan ekspresi ketakutan karena telah mendengar ada pembunuhan yang terjadi di Ibu Kota. Mungkin kejadian seperti ini memang biasa terjadi di abad pertengahan, namun tidak untuk Violet yang datang jauh dari masa depan.
Novel ini bahkan hanya karangan dari seseorang. Dirinya tak ingat pernah membaca bagian pembunuhan dalam cerita "Unrequited Love."
"Apakah isi novelnya sudah berubah gara-gara aku?" dalam hatinya merasa ragu, "aku harus memastikan sesuatu."