Cordylia menyuruh kedua penjaga di depan pintu Puteri Bungsu Duke untuk mendobrak. Suara dobrakan pintu terdengar semakin keras membuat hati gadis 19 tahun merasa cemas.
"Sinting! Aku hampir saja membuka piamaku!" beruntung, rambut yang awur-awuran itu sudah disisirnya dengan rapi.
"Ophelia!" bentak Cordylia pada puteri tirinya itu.
Siapa yang tidak kaget jika dibentak, apalagi secara tiba-tiba. Gadis berambut merah kecokelatan berdiri tegap dengan rambutnya yang terurai kebelakang, mengembang sehabis disisir.
Ibu tirinya mendekat, dahi Ophelia sedikit berkerut, gadis 19 tahun itu sudah berpikiran macam-macam karena pintu kamarnya habis di dobrak dengan paksa. Cordylia mengulurkan tangannya, memberikan secarik amplop berisi kertas undangan yang Ophelia pun tak tahu undangan apa itu.
"Terima ini, Ophelia," ucap Cordylia pada gadis perempuan didepannya yang sedang diam.
Tanpa sadar tangan Ophelia meraih amplop tersebut membuat Violet kebingungan, itu bukan kehendak darinya, dia sudah berniat untuk tidak mengambilnya, akan tetapi raga dari pemeran utama wanita tidak bisa menolak.
Langsung dibuka pemberian dari Ibu Tirinya. Tertulis disana sebuah undangan pesta dansa yang akan diadakan 10 hari lagi, dan gadis ini harus datang dengan membawa pasangan.
"Apa? Pasangan katamu? Aduh, sial!" frustasi, siapa yang akan mau menjadi pasangannya selain Putera Mahkota?
"Jika aku membawa pasangan selain Putera Mahkota, maka seluruh bangsawan akan menjadi gempar, aku tidak suka ini," dalam hati gadis berambut merah kecokelatan.
Kerutan yang semakin timbul pada ekspresi wajah Ophelia memberi tahu Cordylia bahwa Puteri Tirinya itu sedang merasa terbebani.
"Apa kau tidak suka dengan peraturannya?"
Kepala gadis 19 tahun ini menoleh, bola mata emerald miliknya tertuju pada Cordylia, "tentu saja aku tidak suka," tetap bicara dalam hati.
"Jangan terburu-buru, dan baca sampai habis! Ganti pakaianmu itu, ku lihat sepertinya kau mengundang seseorang ke Mansion tanpa memberitahu Ayah, dan Ibumu," Cordylia berbalik, berniat untuk pergi meninggalkan kamar Ophelia.
"Memang siapa yang aku undang?" bertanya.
Berhenti sejenak untuk memberikan jawaban dari pertanyaan Ophelia, "Kau bertanya seperti itu padaku? Tentu saja aku tidak mengenalnya. Seorang pria berambut putih perak turun dari kereta kuda, cepat kau temui dia."
"Astaga!" gadis berambut merah kecoklatan sampai lupa dengan waktu, "jam berapa ini?!"
Tak terasa sedari tadi dirinya hanya bermalas-malasan saja di atas kasur, sudah pukul 14.00 ternyata.
Gadis 19 tahun itu kembali membaca undangannya, tertulis tujuan penggunaan topeng disana adalah untuk menutupi identitas asli para tamu yang telah diundang.
"Jadi, maksudnya boleh memilih pasangan secara bebas karena mengenakan topeng, ya?" menyeringai, "hm... Menarik."
***
"Apa kau sudah menemukan sesuatu?" tanya pria berambut merah darah bak surai singa kepada seseorang yang ia hampiri.
"Aku baru saja menangkap seseorang yang mencuri emas di negeri kita," jawabnya.
"Ada berapa memang yang kau tangkap?" bertanya lagi.
"Tak banyak, aku bertanya pada mereka kenapa mencuri, dan mereka tidak mau menjawab," ia menyeret salah satu dari grombolan perampok yang tertangkap, "lihat wajahnya, apa dia terlihat seperti orang miskin yang kelaparan?"
Pencuri itu hanya terdiam. Lyon pun menimpali kalimatnya, "tampang seperti ini hanya dimiliki oleh orang yang tidak mementingkan keadaan disekitarnya, jika kau tak punya uang setidaknya bekerjalah, jangan mencuri!"
Pria berambut merah darah ini tak segan-segan menyodorkan pedangnya pada pimpinan perampok yang hanya terdiam sedari tadi, "mauku hanya menyelesaikan masalah ini, lalu pergi."
Berbalik, lengah sedikit saja kepala Kakak Kedua Ophelia hampir tertusuk belati yang di cengkram erat oleh pencuri emas itu, beruntungnya Lyon menghidar dengan cepat dengan menepis belati menggunakan pedang yang ia bawa.
"Bang*st, kau hampir memotong tanganku!" umpat pencuri yang baru saja lepas dari jeratan tali yang mengikat tangannya, sambil menampakan senyum psychopath karena tangan kanannya hampir saja melayang.
"Bodoh! Siapa yang mengikatnya hanya dengan menggunakan tali?!" Lyon berteriak, semuanya hening tak ada yang mau menjawab pertanyaannya.
"Kalian semua memang licik, ya? Sepertinya hanya aku yang normal disini," menyeringai.
Ada orang lain yang bersekongkol dengan perampok ini, ada sihir kenapa tidak menggunakannya?
***
"Sherly, beri tahu Tuan Loukas aku akan segera turun 10 menit lagi, sampaiakan ucapan maafku karena turun agak terlambat," gadis berambut merah kecokelatan ini sedang bersiap mengganti piamanya, dirinya juga sedikit berhias agar tidak terlihat pucat.
"Baik, Nona."
Sherly turun dari lantai empat menuju ke lantai dua tampat dimana Loukas menunggu kedatangan Puteri Duke.
"Apakah Anda yang bernama Tuan Loukas?" tanya pelayan pribadi gadis berambut merah kecokelatan pada pria yang sedang duduk gagah di kursi ruang tunggu.
Pria itu membalas pertanyaan pelayan pribadi Ophelia, lalu meliriknya dengan tatapan yang hangat, "Ya, itu benar, aku kemari karena ingin bertemu dengan Lady Violetta."
Hati Sherly seperti tertusuk oleh panah asmara, "ugh, tampan sekali! Aku tidak tahan dengan ini," namun, dirinya harus bersikap profesional di depan tamu Puteri Duke.
"Aku ada pesan dari Nona Ophelia, Nona minta maaf karena dirinya akan datang agak terlambat, Nona akan segera turun 10 menit lagi."
"Baiklah, itu bukan masalah yang besar."
***
Sherly sampai di kamar Ophelia, "Nona!" histeris.
"Ada apa, kenapa kau datang-datang menjadi heboh?" gadis 19 tahun ini sedang mengepang sendiri rambut merah kecokelatan miliknya.
"Siapa pria yang ada di ruang tamu?"
"Dia kenalanku."
"Tidak mungkin, kan? Hanya sebatas kenalan saja?" Sherly sangat ingin tahu.
"Kenapa kau tidak percaya?" Ophelia berdiri dari kursi riasnya.
"Nona, aku sangat setuju jika Nona bersama dengan Tuan Loukas!"
"Kau ini bicara apa?" Mendadak datar.
"Jika memang ada benang takdir yang mengikatku di jari kelingking miliknya, tentu saja kita akan berjodoh, ya... walaupun itu cuma mitos belaka, jika tidak? Jangan kebanyakan bermimpi, aku tidak mau berurusan dengan cinta," Ophelia membuka pintu kamarnya, segera turun untuk menemui pria berambut putih perak yang telah menunggu dirinya di ruang tamu.
Murung, "apa...? Kenapa Nona menanggapinya dengan begitu dingin, apakah aku salah bicara?"
***
"Selamat siang, Tuan Loukas..." Violet mencoba untuk mengontrol ekspresi raga Ophelia, dirinya agak terganggu karena ucapan pelayan pribadinya tadi.
"Selamat siang, Nona Violetta. Aku berterima kasih karena sudah di undang kemari," memberikan salam.
"Syukur jika seperti itu, Tuan," tersenyum, "maaf karena membuatmu menunggu terlalu lama," lanjut gadis berambut merah kecokelatan.
"Itu tidak apa-apa, bukankah sudah menjadi hal yang biasa jika seorang Lady bersiap dengan penampilannya?"
"Haha, itu memang benar."
"Tapi bolehkah aku mengatakan sesuatu, Nona?"
"Ya, katakan saja."
"Maaf jika ini menyinggung perasaanmu. Aku agak tertekan oleh pelayan di Mansion ini, mereka menatapku tajam sekali, hahaha."
"Astaga bernarkah?" merasa tidak enak, "pelayan Mansion Duke jelas tidak akan tinggal diam jika mengetahui Ophelia bertemu dengan pria selain Putera Mahkota," dalam hati berkata, "sebentar lagi pasti akan tersebar gosip yang tidak enak."
"Maaf atas kelancangan mereka, Tuan Loukas. Pelayan disini memang sensitif terhadap orang baru."