"SELINA!KAMU BOLOS DI JAM PELAJARAN SAYA?!".
Selina mendengus, padahal bel masuk kelas baru saja berbunyi, namun apa tadi kata guru tua dibelakangnya, dia membolos?oh ayolah, bahkan ini belum ada lima menit sejak perjalanannya menuju ruang kelasnya!
"Bu Pipit yang matanya sipit dan tuirr, saya nggak bolos, kok. Ini mau masuk ke kelas!". Elak Selina tak terima, katakan lah kalau dirinya adalah murid durhaka yang berani mengatai gurunya di depan wajah mereka langsung, Selina tak perduli tentang itu.
"Astagfirullah, kelakuan kamu, makin hari makin menjadi-jadi terus, ya!". Kesal Bu Pipit, yang membuat Selina langsung memutar kedua bola matanya malas.
"Sekarang, berdiri di lapangan, sana!hormat sampai jam istirahat kedua selesai". Sontak, Selina melototkan matanya. Enak saja, bahkan dia belum terlambat masuk ke dalam jam pelajaran Bu Pipit, tapi sudah terkena hukuman dulu.
"Lho, bu?saya kan nggak telat masuk ke jam pelajaran ibu!".
"Kamu tidak sopan terhadap guru, Selina!sikap kamu sangat meresahkan".
"Bu, nggak bi-".
"Diam! sekarang laksanakan hukuman kamu!Ibu akan menyuruh-
-Langit, kemari!".
Mendengar nama 'Langit', Selina langsung sumringah. Kalau begitu, Ia ikhlas kalau harus dihukum. Asal, bisa bersama Langit saja^-^
"Bisa bantu ibu untuk menjaga Selina agar tidak kabur dari hukuman?". Tanya Bu Pipit, membuat Langit menatap Selina dengan tatapan bertanya.
"Bisa, bu".
"Terimakasih, Langit. Ibu permisi dulu, dan kamu!jangan bertingkah aneh-aneh!". Gertak Bu Pipit pada Selina agar gadis itu jera, namun nyatanya, Selina tak pernah merasa jera terhadap segala hukuman yang pernah Ia lakukan karena kesalahan-kesalahan yang Ia perbuat.
"Cepat".
Selina mengangguk, berlari kecil menuju depan tiang bendera lalu hormat didepan tiang itu. Sedangkan Langit duduk di kursi pinggir lapangan sembari membuka buku yang baru saja Ia ambil dari perpustakaan.
2 jam kemudian...
Ini sudah hampir menunjukkan jam istirahat kedua, namun Selina masih benar-benar kuat berdiri. Bahkan, sedari awal, Ia tak mengubah posisinya, terus berdiri tegak, yang membuat keringat bercucuran disekujur tubuhnya tanpa henti. Seragam yang Ia kenakan pun sudah penuh dengan basah akibat air keringat, Ia rasa, setelah pulang sekolah, Ia harus segera mencuci seragamnya miliknya sendiri.
"Eh?".
Selina terkejut, tentu. Sekarang, Langit berada di samping gadis itu, menutupi badan kecil milik Selina dengan tubuh kokoknya agar terhindar dadi cahaya matahari dan panas. Walaupun kepalanya panas, namun tubuhnya benar-benar merasa teduh karena cahaya matahari tertutupi oleh badan Langit yang menjulang tinggi- seperti bangunan?
"Hobi banget ngebuat aku kaget, ya?". Gumam Selina pelan, namun Langit tak dapat mendengarnya. Karena suara Selina sangat pelan, bahkan hampir seperti berbisik pada suatu yang sangat kecil.
"Makasih".
Kali ini, Langit yang terdiam mematung. Selina baru saja berbisik di telinganya, namun posisi gadis itu seperti mencium pipinya, membuat Langit langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, agar tidak terlihat seperti salah tingkah.
Sebenarnya, ide untuk menutupi badan Selina dari cahaya matahari karena bisik-bisik murid-murid yang sedari tadi melihat Selina di hukum dan melihatnya sebagai orang yang dipercayai untuk menjaga Selina dalam menjalankan hukumannya.
"K-kak Langit, hosh...hosh...k-kak, i-tu tolong!".
Baru saja hal romantis terjadi, namun mengapa kenangan itu mudah sekali terhapus dan tergantikan oleh hal-hal lainnya?
"Kenapa?". Bukan, itu bukan Langit yang bertanya, melainkan Selina yang mengeluarkan suaranya.
"A-anu, Kak Kanin pingsan, d-dia nyebur ke kolam tadi".
"S-sekarang, kak Kanin masih disana, air kolamnya naik drastis kak, kami nggak bisa nolong kar-".
Belum selesai adik kelasnya berbicara untuk menjelaskan, Langit langsung berlari, meninggalkan Selina yang masih harus menjalankan hukumannya bersama pikirannya yang tiba-tiba bercabang melihat ekspresi khawatir dari Langit medengar kabar buruk tentang Kanin.
'Sebenarnya, hanya aku yang menciptakan tentang kita'.
•••
Langit masih khawatir, bagaimana tidak?ini sudah hampir jam ketiga setelah Ia menolong Kanin dari peristiwa mengejutkan itu, dan Kanin sama sekali belum membuka matanya. Saat ini, Kanin masih berada di brankar UKS milik ScAmy. Baju seragam milik Kanin yang tadinya basah kini sudah berganti menjadi seragam biasa, itu karena bantuan penjaga UKS perempuan yang membantu Kanin untuk mengganti bajunya. Sedangkan Langit masih sama, dengan baju seragam basahnya yang kini mulai mengering akibat terlalu lama dipakai.
"Langit, hai".
Langit menoleh, mendapati Selina yang tengah membuka pintu dengan hati-hati agar Kanin tidak terganggu dan merasa berisik dengan suara pintu UKS yang sering mengeluarkan suara menganggu.
"Kanin, dia kenapa?". Tanya Selina, walaupun Ia masih menganggap gadis lemah itu adalah musuhnya, tak urung, hatinya ikut sedih melihat kondisi Kanin yang cukup mengenaskan saat dikolam renang tadi.
Bagaimana tidak?saat diselamatkan oleh Langit, bagian wajah Kanin berwarna pucat pasi, bahkan badannya tak berhenti mengigil. Kaki jenjang milik Kanin bahkan terlihat memerah, dan hidungnya tak berhenti mengeluarkan darah segar. Dan sekarang?Kanin bahkan harus memakai oksigen agar nafasnya bisa teratur lagi.
"Capek, maybe". Jawab Langit asal, namun pikirannya masih terpikirkan oleh dokter yang tadi menangani kondisi Kanin, karena dokter itu mengatakan dengan jelas bahwa tubuh Kanin sangat lemah dan membutuhkan bantuan oksigen.
Mengingat itu, Langit masih berpikir, siapa yang sudah menjebak Kanin hingga cewek itu bisa terjebur ke dalam kolam renang yang dalamnya bahkan hampir membuat Langit ikut tenggelam bersama Kanin.
Dengan pikiran yang tak terduga, Langit mengambil ponsel di nakas lalu membuka aplikasi chat dan mengirimkan pesan kepada seseorang.
'Vin, tlg bntu gw, cr thu sp yg jbk Kanin td. Thanks'.
Send.
Setelah itu, Langit meletakkan ponselnya kembali di atas nakas di samping brankar yang Kanin tempati, cukup keras hingga menimbulkan suara seperti pecahan kaca.
"Pelan-pelan, Lang!Kanin bisa kaget nanti". Tegur Selina pelan lalu duduk dikursi tunggu USK itu, memandang Langit yang tengah menatap Kanin khawatir dan pikirannya pun mulai bekeliaran bebas, kapan dirinya bisa seperti Kanin yang selalu diperhatikan oleh Langit?
"Permisi, kak".
Langit menoleh bersama Selina yang juga terkejut karena pintu UKS mengeluarkan decitan cukup nyaring karena terbuka walaupun tidak terlalu lebar.
"Ini, ada nasi goreng sama air mineral, pesanannya kak Langit". Ujar adik kelas berjenis kelamin laki-laki itu, yang Selina tahu- dia adalah sesosok cowok yang sering di beri perintah untuk membeli ini-itu oleh anggota Asgar, ah mungkin sekarang sudah termasuk Langit, kah?
"Makasih".
Langit yang memesan, tapi Selina yang mengucapkan terimakasih. Lagi pula, Selina paham dengan sikap Langit yang cenderung gengsi untuk mengucapkan terimakasih kepada orang-orang asing.
"Buat lo".
"Hah?".
"Makan".
Seakan menjadi robot kaku, Selina hanya mengiyakan lalu menuruti perintah Langit agar memakan makanan yang telah dipesan Langit itu.