Setelah kejadian perang adu mulut antara dirinya dan kedua orang tuanya, Selina sama sekali tak pulang ke rumahnya semalaman. Melainkan menginap di rumah sahabatnya, Kiara. Sahabatnya pun tak masalah, toh mereka sudah saling memahami satu sama lain.
"SEL, SUMPAH HP LO BERISIK BANGET!".
Kiara baru saja bangun dari tidurnya, sedangkan Selina sudah bangun dan tengah memasak nasi goreng. Sebagai tamu yang sadar akan kehadirannya, Selina pun tahu diri untuk menginap di rumah Kiara dengan konsekuensi yang telah Ia buat, salah satunya memasak.
"NTAR!". Teriak Selina tak kalah keras, dan langsung berlari ke arah Kiara yang tengah duduk diruang tengah sembari menonton telivisi.
'Hallo, maaf dengan siapa?'
'Hallo, benar ini Selina?ini Om Reno, papanya Kanin'
'Iya, ada apa om?'
'Kamu bisa ke rumah sakit Cempaka? Ada suatu hal yang mau om bicarakan sama kamu, tentunya kanin juga mau bicara'
'Bisa om, nanti saya kesana. Agak siangan ya om'
'Atur waktu sesuai kamu aja, om tunggu. Makasih'
'Sama-sama, om'
Tut...tut...tut...
Selina kembali menaruh ponselnya diatas meja. Kiara menoleh, menatap Selina aneh karena sahabatnya itu langsung terdiam setelah mengobrol dengan seseorang di telfon itu.
"Ngapain lo diem? Om-om tadi siapa? Eh, atau jangan-jangan?". Tuduh Kiara membuat Selina langsung paham akan pembicaraan itu.
"Su'udzon mulu, heran gue". Elak Selina membuat Kiara langsung terkekeh pelan. Kemudian dua gadis itu sedikit mengrenyit ketika mencium aroma tak sedap dari arah dapur.
"ANJIR, GUE LUPA LAGI MASAK!".
Selina lari terbirit-birit menuju dapur, disusul Kiara yang justru tertawa terbahak-bahak karena tingkah Selina. Dan benar saja, ketika sampai di dapur, nasi goreng yang dibuat oleh Selina sia-sia karena gosong. Ia pun langsung mematikan kompor agar nasinya tidak bertambah gosong.
"Sia-sia gue search di google, anjim". Kesal Selina dengan mengumpat, berulang kali menyebutkan berbagai macam nama-nama binatang.
"HAHAHA, GOSONG DONG!".
Selina mendengus, kemudian mendudukan dirinya di meja makan dengan perasaan kesal. Mau mencak-mencak gak jelas pun percuma, toh nasinya sudah gosong. Bukan jadi bubur, ya.
"Kalau nggak bisa, mending go-food aja deh. Ribet amat lo, ah". Celetuk Kiara yang langsung memegang ponselnya. Mungkin memesan makanan online, pikir Selina.
"Btw, tadi yang telfon siapa?". Tanya Kiara, kemudian ikut duduk di kursi samping Selina.
"Om Reno, papanya Kanin". Jawab Selina dengan jujur.
"Ngapain nelfon lo? Anaknya udah sekarat?".
Mendengar hal itu, Selina langsung menepuk mulut Kiara pelan. Membuat sang empu mengaduh kesakitkan. Tentang Kanin yang kemarin sakit, Selina memang menceritakannya ke Kiara.
"Sembarangan banget kalau ngomong. Om Reno minta gue ketemu sama dia nanti di RS, buat ketemu Kanin juga". Terang Selina, yang dibalas putaran bola mata oleh Kiara.
"Jangan polos-polos amat deh, siapa tahu ada udang dibalik bebatu". Jengah Kiara dengan memutar kedua matanya.
"Terserah deh, gue mau mandi dulu. Babai!".
Kiara menghela nafas kemudian mengangguk, membiarkan Selina yang mungkin akan bersiap-bersiap bertemu Om Reno- papa Kanin. Pikir Kiara.
•••
"Selina?".
Sudah jam satu siang, dan seperti yang Ia katakan didalam telefon kepada Reno kalau Ia akan datang siang. Tadi sebelum pergi ke RS, Selina sempat mampir ke supermarket dan kedai ice cream bersama Kiara. Namun sahabatnya itu kini memilih diam menunggu di parkiran.
"Selamat siang, om".
Reno tersenyum kemudian mempersilakan Selina masuk ke dalam ruangan Kanin yang hening dan hanya terisi oleh suara mesin EKG. Sebelum duduk, Selina memasukkan sebuah bunga lavender ke dalam vas bunga di nakas meja disamping ranjang Kanin. Ia juga sedikit melirik Kanin yang nampaknya asik dengan alam bawah sadarnya, tubuhnya penuh dengan alat-alat medis.
"Om nyuruh kamu kesini karena Kanin. Dua jam yang lalu, tepatnya sebelum dia koma-".
Selina langsung menoleh, jantungnya berdetak tak sehat saat mendengar kata 'koma' terlontar dari mulut om Reno. Rasanya, ada yang aneh didalam dirinya. Kanin koma? mengapa separah itu efeknya pada Kanin? apakah ada sesuatu yang tidak Ia ketahui tentang Kanin?
"Kanin minta sama om untuk ngasih ini ke kamu. Sebenernya, om pun nggak tahu apa isi flashdisk ini". Ujar om Reno sembari menyerahkan sebuah flashdisk khas milik Kanin dengan cap tanda inisial namanya, yakni 'KA'.
"Makasih, om". Selina berujar tulus, kemudian memasukkan flashdisk milik Kanin ke dalam sling-bagnya. Walaupun tak tahu apa isinya, Selina tetap menerimanya. Siapa tahu ada hal penting yang ingin Kanin tunjukkan kepadanya.
"Sama-sama, Selina".
Selina terdiam, kemudian melihat ke arah Kanin dan bunga lavender yang Ia taruh didalam vas bunga. Selina tersenyum kecil mengingat Kanin dan Langit memiliki satu kesamaan yang sama, yakni menyukai bunga lavender.
"Tadi Langit juga kesini". Celetuk Reno tiba-tiba membuat Selina langsung menoleh.
"Kanin sama Langit udah saling kenal lama ya, om?". Tanya Selina, jujur, Ia ingin tahu banyak tentang kedekatan Kanin dan Langit.
"Sejak smp, mereka kenal karena pernah ikut olimpiade bareng. Awalnya sih sekali-dua kali. Eh sampe sekarang tambah sering, Langit juga sering main ke rumah". Jelas Reno, mungkin karena Ia belum tahu kalau Selina menyukai Langit. Sedangkan Selina yang mendengar itu hanya bisa tersenyum kecut, Kanin memang sempurna. Memangnya siapa yang tidak akan tertarik dengan sosoknya?
"Kanin anaknya sempurna banget ya, om".
"Ah, nggak juga. Kanin ya sama kayak kamu, sama-sama perempuan. Dia juga kayak cewek remaja pada umumnya, masih suka marah kalau lagi pms". Canda Reno, membuat Selina terkekeh kecil.
"Tapi dia sempurna om, apapun bisa dia milikin. Termasuk Langit". Gumam Selina yang samar-samar di dengar oleh Reno.
"Kalau gitu, saya pamit dulu ya om. Dibawah udah ditunggu sama sahabat". Pamitnya yang dibalas anggukan oleh Reno. Selina kembali ke mobil setelah berpamitan ke Reno dan juga Kanin.
"Gimana? Kanin kenapa?". Tanya Kiara saat Selina sudah sampai di dalam mobilnya. Sebelum menjawab, Selina memasang sealt-bealtnya terlebih dahulu.
"Kanin koma".
"Serius? Kok bisa?".
"Om Reno nggak cerita apapun tentang Kanin, dia cuma ngasih sesuatu ke gue".
"Sesuatu?".
"Rahasia gue, dong!".
Alhasil Kiara mendengus kemudian memilih mengendarai mobil dengan fokus daripada kembali bertanya kepada Selina dan dijawab dengan jawaban tidak jelas.
"Mampir ke sana, yuk!".
Selina menoleh, mengikuti arah pandang Kiara yang menunjuk ke keramaian jalanan. Selina pikir, itu semacam bazar di siang hari?
"Boleh, yuk. Gue dah lama nggak main-main bareng lo, nih".
Tak ada salahnya menerima ajakan Kiara, lagi pula kalau bermain di pinggir jalan sembari memakan beberapa permen kapas tidak ada salahnya, kan? Selina masih ingat jelas kalau dulu sewaktu SMP, mereka sering mampir ke sini.
"Kangen main berduaaa".
Melepas penat, mereka berdua bermain kesana-kemari sesuai mood. Selina tersenyum siang ini, melupakan kekesalannya pada orang tuanya untuk sesaat. Memang benar, kalau sudah bermain dengan sahabat jadi lupa dunia.
"Sahabatan terus ya, Ki".