Chereads / Selina Adinantya / Chapter 4 - 03 ㅡ SET

Chapter 4 - 03 ㅡ SET

"L-langit".

Langit langsung mengalihkan pandangannya ke arah Kanin. Gadis itu perlahan membuka matanya, lalu melepas oksigen yang Ia gunakan selama tiga jam ini.

"Kamu, gapapa?".

Kanin mengangguk, kemudian arah matanya jatuh ke Selina yang tengah asyik memakan nasi goreng dan meneguk air mineral di botol.

"Kamu mau langsung pulang?".

Kanin menggangguk, rasanya kepalanya hampir pecah. Ingatannya jatuh ke peristiwa tadi, namun Ia sulit untuk mengingat apa yang terjadi beberapa jam yang lalu itu.

"Aww". Erang Kanin, tetesan darah segar tiba-tiba keluar begitu saja dari hidungnya. Membuat Langit langsung diserang kepanikan setengah mati, sedangkan Selina langsung berlari keluar UKS untuk memanggil dokter.

"Kalian bisa keluar terlebih dahulu, saya akan memeriksanya". Ujar dokter itu, membuat Langit dan Selina langsung melangkahkan kakinya keluar dari UKS, meninggalkan Kanin dengan segala rasa sakit di tubuhnya.

'Bantu Kanin, Tuhan'

"Lang, mending kamu telfon keluarga Kanin dulu. Takut dia kenapa-napa, kan bahaya". Saran Selina, membuat Langit melupakan ponsel yang Ia taruh diatas nakas di dalam UKS tadi.

"Pinjam, hp".

Selina tanpa berbicara panjang langsung memberikan ponselnya kepada Langit, membiarkan cowok itu dengan leluasa mengobrol dengan salah satu keluarga sebagai wali dari Kanin.

"Gimana, Lang?".

"Om Reno bakal ke sini".

Selina mengangguk, sedikit mengenal tentang keluarga Kanin. Namun yang Ia tahu hanyalah tentang ayahnya yang merupakan pengusaha kaya dan sukses, serta tentang Kanin yang terkenal karena pintar dan parasnya yang cantik.

Ceklek...

Pintu UKS terbuka, menampilkan sosok dokter yang sedari tadi menangani kondisi Kanin, "ada keluarga Nona Kanin?". Tanya dokter itu, membuat Langit ragu untuk menunjuk dirinya sebagai keluarga Kanin atau bukan.

"Saya, teman dekatnya, dok".

"Oke, baiklah. Jika nanti wali Nona Kanin sudah datang, tolong katakan padanya untuk masuk ke dalam. Untuk saat ini, Nona Kanin tidak boleh di jenguk, kondisi nya sangat lemah".

Lagi dan lagi, Langit mendengar kondisi Kanin lemah. Sebenarnya, ada apa dengan tubuh Kanin?mengapa Ia sebagai sahabat sejak smp-nya tak pernah mengetahui apapun tentang Kanin?

"Baik, terimakasih dok".

Dokter tersebut mengangguk, kembali masuk ke dalam UKS. Kemudian tak lama setelah itu, datanglah Reno dengan segela rasa khawatir dan takutnya.

"Masuk aja, om". Ujar Langit kemudian menepuk dua kali pundak Reno, seolah memberikan kata 'semangat' dalam tindakan.

"Terimakasih, Langit". Gumam Reno pelan, kemudian menyiapkan mental untuk mendengar bagaimana kondisi putrinya untuk saat ini.

Keheningan terjadi saat Reno sudah masuk ke dalam, Langit yang begitu khawatir dengan kondisi Kanin, sedangkan Selina yang berusaha untuk tidak bertanya tentang 'pulang bersama'.

"Lang?".

"Hm".

Selina dengan ragu langsung menggeleng, keadaan saat ini, Ia tidak boleh egois, hanya kali ini, turunkan egomu sendiri Selina!

"Eh, aku mau pamit pulang dulu".

Sontak Langit menatap Selina, Ia ingat kalau dirinya dan Selina akan pulang bersama. Tapi, bagaimana dengan keadaan Kanin?

"Bareng?".

Otomatis Selina menggeleng, kemudian baru sadar kalau sifat egoisnya sudah keluar dari tubuhnya. Seketika merasa menjadi manusia paling baik karena telah mengorbankan sikap egoisnya hanya untuk orang lain.

"Be careful". Singkat Langit, membuat Selina langsung tersenyum lalu berlalu dari hadapan Langit. Segera memesan ojek atau taksi online, yang terpenting, rasa egoisnya sudah Ia turunkan demi orang lain.

1 jam kemudian...

Setelah menantikan kabar dari Kanin, akhirnya Reno keluar dari UKS bersama dokter itu. Membuat Langit langsung berdiri dari tempat duduknya.

"Tolong ya pak Reno dipikirkan kembali, karena saat ini, kondisi Kanin perlu di tindak lanjuti lagi. Saya permisi, dulu".

Mendengar hal itu, Langit hanya bisa diam menyimak. Ia tidak tahu menahu tentang Kanin, jadi hanya menunggu agar waktu saja yang menjawab.

"Baik dok, terimakasih kalau begitu".

Dokter itu berlalu, meninggalkan Reno yang terdiam dengan pikiran bercabang dan Langit yang paham dengan keadaan ayah dari sahabatnya itu.

"Om, sebenarnya, Kanin kenapa?". Tanya Langit pelan, yang masih bisa di dengar oleh Reno walau patah-patah.

"Kanin, harus dibawa ke rumah sakit".

"Tapi, tadi dokter cuma bilang kalau kondisi Kanin lemah. Dia cuma butuh istirahat, kan?".

"Kadang, yang kamu lihat dan simpulkan tentang orang lain, nggak sama seperti apa yang orang itu rasakan di kenyataan. Oh iya,-

-om harus bawa Kanin ke rumah sakit segera, kalau kamu mau ikut, pulang dulu, ganti baju kamu".

Langit tahu, bahwa setiap kalimat yang dikeluarkan oleh Reno barusan, memiliki arti yang mendalam. Namun untuk itu, Langit masih belum memahami tentang itu.

"Lang, kasih tahu papa dan mama kamu juga, ya". Langit mengangguk, segera berlalu dari sana dan meninggalkan Reno yang langsung menelfon ambulance agar Kanin dibawa ke rumah sakit.

'Reyna, tolong jangan bawa pergi Kanin'.

•••

Malam ini, Selina masih belum bisa move on dari rangkaian kejadian-kejadian yang Ia alami bersama Langit. Ia terus saja membayangkan bagaimana manisnya sikap Langit tadi, saat membantunya terhindar dari cahaya matahari, memesankan makanan untuknya, ya walaupun melupakan pulang bersama.

"SELINA!".

Baru saja hal menyenangkan terjadi, sekarang Ia sudah akan di hadapkan dengan peperangan dunia- maksudnya adu mulut antara dirinya dan kedua orang tuanya.

'Kenapa tuhan selalu mencipatkan bahagia yang sesaat buat gue?'

"Kamu berulah apa, lagi?!bolos terus, kapan mau membanggakan kami?". Tanya Papanya- Yudhistira sembari menatap marah pada putri bungsunya itu.

Selina terkekeh sinis, "kayaknya, kalian perlu beli kacamata deh, piala bejibun banyaknya kayak gitu, kalian nggak lihat".

"Iya, paham sih, nggak heran karena cuma Kak Rinda yang selalu di anggap sempurna sama kalian. Selina mah cuma sampah". Sambung gadis itu, membuat Yudhistira dan mamanya- Azallia menatapnya marah.

"SELINA!". Tegur Lia agar gadis itu tidak bersikap durhaka kepada kedua orang tuanya.

"Kamu jangan seperti itu, jangan bersikap seolah kami nggak pernah mendidik kamu dengan benar!".

Apa tadi?memangnya kapan Ia pernah dididik oleh kedua orang tuanya dengan benar?Selina bahkan tidak pernah tahu rasanya dipeluk oleh kedua orang tuanya sejak kecil. Tidak pernah merasakan bagaimana rasanya ucapan selamat karena telah memenangkan banyak lomba, lalu?sekarang kedua orang tuanya mengatakan hal itu?bodoh sekali, pikir Selina.

"papa sama mama emang orang tua aku, tapi kenapa cuma aku yang ngerasa kayak gitu?kenapa kalian cuma nganggap Kak Rinda yang ada?kenapa aku nggak pernah dianggap kayak gitu, kenapa mah?kenapa pah?".

"Selin-".

"Selina diam ketika mama selalu bangga-banggain Kak Rinda karena berhasil jadi model seperti yang mama pengen, Selina diam ketika papa muji Kak Rinda karena selalu berhasil masuk peringkat paralel 3 besar. Tapi kalian bahkan nggak pernah tahu tentang Selina-

-Tentang aku yang berhasil masuk peringkat paralel 3 besar kayak Kak Rinda, aku yang berhasil lolos ujian kedokteran seperti kehendak papa, tapi, bahkan kalian nggak pernah ngelihat Selina ada!".

Yuhdistira dan Azallia tersentak, merasa begitu bodoh karena begitu membeda-bedakan kedua putrinya. Arinda dan Selina, Arinda dengan segala sikap yang menyita perhatian kedua orang tuanya, sedangkan Selina yang menurut mereka hanya bisa membuat Yudhistira dan Azallia malu. Selina benci itu, Selina benci kakaknya sendiri!

"Selina, maksud kami, bukan seperti itu, nak".

"Apa lagi sih, ma, pa?Selina capek, Selina bukan boneka. Wajar kan, kalau Selina nakal?Selina pengin jadi Kak Rinda yang selalu diperhatikan, yang selalu di anggap sama kalian!bukan Selina yang kayak gini, sampah!".

Setelah mengeluarkan unek-uneknya, Selina berlalu. Meninggalkan Yudhistira dan Azallia yang diam tak berkutik mendengar keluhan putri bungsunya dan juga kakaknya- Arinda tengah berada di ujung tangga rumahnya yang sedari tadi mendengarkan unek-unek adik kecilnya.