Perhatian serta kasih sayang sudah ditunjukkan calon ibu mertua. Tarikan napas dari Rina membangun hati yang canggung.
Raut wajah Rina semakin memuncat. Bu Susi memakaikan selimut. "Terima kasih Bu," kata Rina sangat pelan lalu memejamkan mata.
Hujan semakin deras di luaran sana.
Eza mengeluarkan napas berat kemudian menghampiri Rina. Dengan kasar Eza menarik lengan Rina kemudian mengecek tekanan darah.
'Padahal kamu sangat kasar. Tidak bisakah kamu pura-pura baik? Jantungku, seakan lepas dari tempatnya. Kembang api terus menyala dan heboh. Tar! Tar! Ta! Memenuhi dadaku,' ujar Rina dari dalam hati.
"Ini hanya deman biasa Bu. Ibu tidak perlu cemas," kata Eza kemudian keluar dari kamar Rina.
Rina berusaha membuka mata ketika Eza keluar dari kamarnya. Eza terlihat menghentikan langkahnya.
"Kita salat dulu Bu, nanti aku buatkan kompres untuknya," ujar Eza berlalu dengan langkah panjang.
"Ibu salat dulu. Di mana mukenanya?" tanya Bu Susi lalu membelai kepala Rina.
"Sudah ada di sana Bu," jawab Rina sangat pelan. Rina berusaha memejamkan mata setelah Bu Susi keluar dari kamarnya.
Suara bacaan surah Al Fatihah. Membuat dia membuka mata, tidak menduga sekali jika Eza bersuara merdu.
'Kenapa setiap apapun darimu membuat cintaku naik berlevel-level. Hentikan perasaanmu sekarang Rina, jangan lagi. Tolong! Kamu jangan menyimpan rasa lagi, Ri, jangan terlalu bermimpi karena saat bangun nanti rasanya menyakitkan. Sadar Ri, sadar! Stop,' pinta Rina menyuruh diri-sendiri.
Rina merasa gelisah dan terus berusaha memejamkan mata.
'Sesungguhnya ini cinta atau nafsu? Islam tidak melarang cinta karena cinta adalah pemberian Allah, dalam pengertian saling menyayangi dan saling mengasihi.' Rina mencoba menilai perasaannya, kata-kata Intan dan Dirga tiba-tiba muncul dan terus meramaikan otaknya.
"Ah ... Ah!" Rina menutup telinga. Bu Susi segera menghampirinya.
"Kenapa Rina?" tanya bu Susi khuwatir akan keadaan Rina.
"Eh, sakit kepala. Egh ...." Rina terlihat sangat kesakitan. Eza sama sekali tidak peduli.
"Eza ... cepat dong! Mana obat atau kompresnya?!" desak bu Susi sambil memijat pelan kepala Rina. "Eza cepat!" serunya.
Rina terus meremat kepalanya. "Sayang, sabar ya, pasti sembuh," ujar Bu Susi sambil mengelus kepala Rina.
Suara merintih itu sangat menyakitkan bagi calon mertuanya. Rina mendengar calon mertuanya menangis.
'Ya Allah, aku harus bagaimana? Ibu ini sangat spesial,' puji Rina akan bu Susi.
"Sayang ... sayang, hik hik hiks, Rina harus sehat ya ...." Bu Susi tersedu-sedu.
"Bu ... Ibu, lebay. Dia itu hanya pusing, wajar kok. Saat Intan kecelakaan Ibu biasa saja. Kenapa hanya demam Ibu heboh," kata Eza sambil memeras handuk kecil dan segera meletakkan di wajah Rina.
"Kamu itu ya!" Bu Susi melotot saat Eza kasar dengan Rina, Bu Susi segera membenarkan handuk lalu meletakkan di atas dahi Rina. "Ahlaknya saja beda jauh," kata Bu Susi yang memperlihatkan ketidak sukaanya dengan gadis pilihan putranya.
"Bu, akhlak bisa ditata saat aku sudah menjadi suaminya," kilah Eza yang teeus mengunggulkan kekasihnya.
"Bela dan bantah Ibumu ini!" seru Bu Susi terlihat sangat kesal.
Broak! Eza memukul meja. Bahu Bu Susi terangkat dan mata membulat karena terkejut.
Sakit di dalam hati semakin merasuk Rina hanya dapat membendam rasa kecewanya. 'Kenapa aku masih setia menanti orang yang tidak punya hati? Bodohnya aku. Hik hik hik, est ....' keluh Rina dalam hati.
Isak tangis Rina menjadi. "Rina, maaf ya Nak, Rina ...." Bu Susi terlihat bingung. "Ini gara-gara kamu ya Za! Tega banget dengan adik ipar!" tegur Bu Susi lalu mengkompres Rina dengan penuh perhatian.
Eza sama sekali tidak memperdulikan keluhan ibunya, dan terdengar jika dia sedang berbicara dari dalam telepon.
'Aku menangis karena aku benci kepada diriku. Kenapa aku masih mengharapkannya. Rina stop! Jangan menangis juga,' bicaranya dalam hati.
"Sayang istirahat dulu ya," ujar Bu Susi. Rina mengangguk dan menahan sakit kepalanya.
'Calon Ibu mertuaku sangat baik dan peduli kepadaku. Hanya saja nanti suami macam apa, yang akan aku nikahi. Dirga yang sama sekali tidak menghargai seorang wanita. Dia memakai wanita seperti kain. Habis di pakai, jenuh lalu buang. Ya Allah ... ya Allah ... nasib mereka bagaimana? Anak-anak tanpa dosa di kemanakan olehnya. Ya Allah akankah aku menikah dengan pria jahannam. Ya Allah apa Engkau masih mengampuninya, jika dia taubat, apakah aku bisa menerima? Jika aku menjadi istrinya, apa aku bisa membiarkan dia melakukan dosa lagi? Karena aku yakin dia pun akan mudah bosan. Ya Allah ....' batin Rina saat terpejam ingat jika teman yang sekaligus tetangganya harus berjuang nyawa yang menggugurkan kandungannya karena hubungan bebas dengan Dirga.
"Rina kenapa air matamu terus berlinang? Apa karena Dirga? Apa Dirga jahat? Dia anak yang baik Rina. Tuduhan dari tetangga itu tidak benar, yakinlah sayang ...." jelas Bu Susi yang masih belum tahu kejahatan putranya.
'Tahan Rina, jangan menangis. Wajar saja Ibu tidak tahu. Tidak ada yang berani meminta pertanggung jawaban Dirga. Karena Dirga sudah mengancam siapapun gadis yang pernah menghabiskan waktu dengannya. Aku juga tidak mengerti kenapa mereka bisa melepas kesuciannya untuk Dirga. Huh ... tambah sakit kepalaku,' tutur Rina dalam hati lalu kembali memijat kepalanya.
"Apa masih sakit?" tanya Bu Susi dengan suara sesak.
"Sedikit Bu," jawab Rina sangat pelan. Hujan di luar semakin deras. "Bu, di luar banyak nyamuk, ada obat nyamuk listrik dan est ... eh. Selimut, di lemari," tutur Rina karena memikirkan Eza.
"Demi Allah harapan Ibu kamu dan Eza berjodoh. Apa itu mungkin Rina? Pasti mungkin apa yang tidak mungkin jika Yang Maha Kuasa mengabulkan." Bu Susi berdiri. Permintaan Bu Susi itu sangat mengejutkan bagi Rina.
'Ya Allah apa aku harus mengamini? Harapan dari calon mertuaku. Aku sangat bingung dengan keadaan ini. Walaupun aku menikah dengan Kak Eza bahagiaku juga tidak terjamin. Wallahu a'lam,' ucap Rina dalam hati.
Diam-diam dia memikirkan harapan Bu Susi. 'Ya Allah ... hamba juga tidak ingin menikah dengan pria yang mengumbar kucing garongnya ke kucing betina yang tidak halal. Semoga ada keajaiban. Semoga Engkau menikahkanku dengan Kak Eza. Aamiin. Rina! Konyol banget sih. Kalau tidak terkabul bagaimana? Kamu kecewa lagi. Nangis lagi. Tapi kalau iya aku dan dia menikah apa ... dia bisa mencintaiku nanti?' batin Rina bertanya-tanya.
Rina segera menutup wajah dengan bantalnya.
"Heh! Jangan seperti itu! Kepalamu lebih rendah dari leher dan punggung. Itu akan sulit membuatmu bernapas! Nih, minum." Eza terus berbicara.
"Aku yakin ini hanya halusinasiku saja!" gumam Rina yang pelan dan tidak jelas karena ada bantal.
Sret!
Rina sangat terkejut ketika Eza menyingkirkan bantalnya.
"Ceh. Males aku lihat wajahmu. Nih, minum!" titah Eza ketus sambil meletakkan botol obat di atas laci lalu keluar dari kamar Rina.
"Au ...!" teriak Rina karena mencubit lengannya.
Bersambung.
Hai Readers kalau ada typo dan kalimat yang salah mohon komen di paragraf ya. Terima kasih banyak.