"Terima kasih makanannya, Crocodile. Aku pulang dulu," ucap Tania ketika dia mau meninggalkan kelas. Tas ransel pink-nya sudah berada di punggung. Tidak lupa kunci yang sudah dia pegang di tangan kanan. Hari ini dia naik motor sendiri. Dia tidak ingin bergantung pada siapapun hari ini.
"Sama-sama, pawangnya crocodile." Niko menaik turunkan alisnya. Dia juga sudah mencangklong tas ransel hitamnya di punggung. Tangan kanannya sibuk menyisir rambut dengan jari-jarinya. Rambutnya hitam, lurus, dan begitu lembut. Sehingga ketika disisir dengan jari-jari kokohnya, rambut itu langsung kembali ke bentuk semula.
Tania tertawa. Bisa-bisanya niko menyebutnya sebagai pawang crocodile. Niko, emang bisa membuat Tania kembali tertawa dengan celoteh celoteh kecilnya. Tetapi, untuk tersenyum tulus masih sulit. Bagi Tania, tertawa itu lebih mudah daripada tersenyum. Karena tersenyum itu, harus benar-benar keluar dari hati, kecuali senyum palsu yang sering dia sunggingkan juga.