Namun bukan Arka jika menyerah begitu saja tanpa balas. Kesehariannya bahkan lebih sering menjadi penguntit seorang pria yang terakhir kali berhasil dilukainya dengan balasan fisik.
Ke sebuah butik, rumah mewah yang di yakini Arka sebagai milik Dafa, atau yang lebih sering ke kantor Ruben.
Demi apa pun, Arka merasa sangat kesal saat tak menjumpai sedikit pun cela buruk seorang Dafa. Pria itu bahkan terlihat terlalu sempurna dengan perlakuan baik dengan tutur kata lembut sembari senyum tipisnya yang tak sekali pun hilang pada siapa pun lawan bicaranya.
Sungguh, Arka perlu alasan untuk membenci Dafa selain dari pada kenyataan kemenangan pria itu yang berhasil merenggut Ruben darinya. Pria itu bahkan tak sekali pun dijumpainya tengah berkhianat sesuai tuduhan kejamnya. Arka perlu pancingan yang membuatnya yakin untuk menghancurkan Dafa.
"Ar, kok belum di makan? Mie nya kurang lembek, ya?"