"Ar... Arka..."
"Hem."
"Ar, yok temenin gue balikin buku paketnya."
Nampaknya Fahmi menganggap lebih sebungkus permen yang di berikan Arka sebagai tambahan permintaan maaf karena sudah bicara terlalu kasar. Karena setelahnya pria itu kembali mendatanginya, dengan permasalahan yang kembali menariknya pada kerepotan.
Arka menegakkan tubuhnya malas, sembari bola matanya yang memutar saat mendapati Fahmi yang kepayahan dan akhirnya menggebrak tumpukan buku tebal itu di atas mejanya.
"Lah, napa gue? Minta tolong sama yang lain aja, sana!" Sahut Arka dengan sewot.
"Kan lo ketuanya."
"Lah itu, kan gue bukan babunya kelas. Suruh balikin sendiri-sendiri, deh!"
"Dah lah, mendingan lo cari bantuan ke yang lain, gue mau minta anter Arka ke kamar mandi soalnya." Brian menyela pembicaraan, tanpa persetujuan langsung menarik Arka untuk untuk mengikuti langkahnya keluar kelas.
Sementara Fahmi menjadi orang yang sangat intens mengikuti pergerakan kedua orang itu. Lehernya sampai memutar meski tubuhnya masih memaku di tempat, wajahnya berubah pucat pasi dengan ketidakmampuan hidungnya menjadi jalan masuk udara yang sampai di bantu dengan mulutnya yang menganga lebar.
"Astaga. Udah pasangan gay, meresahkan lagi!"
Kira-kira mereka ngapain ya di kamar mandi? Bodohnya Fahmi yang berpikiran terlalu jauh sampai membuatnya seperti melupakan daratan. Seakan tubuhnya di bawa terbang dan mengintip perbuatan dua sejoli itu di ruangan lembab yang begitu rawan untuk berbuat dewasa.
Wajah saling tatap, saling balas pujian romantis, bersentuhan. Tanpa sehelai kain kah mereka? Siapa yang menguasahi, Arka dengan sikap dominannya, atau justru Brian yang jelas menang jantan?
"Hua..."
Dan suara jeritan dari gabungan beberapa gadis akhirnya membuat Fahmi tersadar.
Adakah yang mencurigai kedekatan yang terlalu intim antara Arka dan Brian selain dari pada dirinya dan kawan-kawan satu regu outbound lalu?
Kumpulan gadis yang tanpa takut berlarian tunggang langgung keluar kelas dan memekik girang, apakah mereka berpikiran serupa?
Dari pada Fahmi yang terlampau terkejut dengan perbedaan orientasi seksual, apakah malah menjadi semacam asupan kebahagiaan pandang untuk mereka?
Gila!
.
.
.
"Sstt! Geser dong, gue juga pengen nguping!"
"Tempatnya sempit, lagian gue juga nggak denger apa pun."
"Gila, kepo banget gue, mereka ngapain ya di dalem?"
"Ahh... Mana pintunya rapet banget lagi, nggak bisa nyempilin hp buat ngerekam, kan?"
Brakk
"Ahhh...!"
Arka berjengkit, suara sayup obrolan yang kurang begitu jelas dengan akhiran suara pekikan membuatnya terserang rasa penasaran.
Dahinya makin berkerut dalam, bibirnya yang mengerucut, sementara tubuhnya balik badan sembari menaikkan resleting celana. Melangkah keluar, mendekat pada Brian yang tengah duduk di atas wastafel.
"Lo denger sesuatu nggak?"
"Bunyi cipratan kencing lo? Cukup nyaring, sih!"
Arka menggeram, mematikan keran air yang membasuh tangannya dan memberikan delikan tajam pada kawannya itu. "Ogeb! Maksud gue bunyi bisik-bisik orang."
"Heh? Menurut lo, ada yang mata-matain kita, gitu? Buat apa? Lagi pula ada yang berani, ya? Ah, atau jangan-jangan yang lo denger itu dari suara makhluk halus?"
Arka lantas melambaikan tangan, menghentikan topik pembicaraan sebelum Brian semakin melantur dengan identik penyelesaiannya yang sering kali membawa-bawa hal mistis. Berdecak jengkel, lantas bergerak mengambil tempat di sisi lain Brian, keduanya berhadapan dengan saling bersandar di tembok. "Dah lah, lo mulai ngaco."
Yang setelahnya mereka sibuk dengan ponsel mereka masing-masing, malas kembali ke dalam kelas yang membuat gerah.
Tapi lama kelamaan juga bosan, Arka mulai mengantuk, tak mungkin juga meringkuk nyaman di posisinya sekarang.
"Coba aja formasi lengkap, pasti bakalan seru!"
"Mangnya lo pikir gue segaring itu?" protes Brian sembari meloncat turun dari tempatnya.
"Hemm... Nggak lucu lagi."
"Kan lucunya ada di kamu," balas Brian dengan nada menggombal. Memutar tubuh Arka, sampai keduanya saling berhadapan, sementara kedua kaki Arka yang terjatuh menjadi pembatas. Kenapa juga harus dengan menoel dagu Arka?
"Huekk!" Arka belagak mau muntah, lantas menoyor kepala Brian, kawannya yang sering kali membuatnya bergidik geli.
"Trus lo suruh gue ngebadut, gitu?"
"Nggak usah, deh! Soalnya gue males banget kalo harus ketawa karena lo."
"Issh... Parah banget sih nih mulut kalo ngomong?"
"Eitts!" Arka mendelik tajam, menuding lengan Brian yang sudah siap sedia untuk mencomot bibirnya.
"Dasar sok jual mahal, biasanya pas tidur lo santai aja gue mainin tuh bibir."
"Kalo mau ngerokok, jangan nempel gue dah!" Arka mendorong Brian untuk menjauh dari posisinya. Kawan badungnya itu sudah mulai mengeluarkan bungkusan rokok dan mematik korek api.
"Masih lenjeh aja lo jadi cowok, yang jantan dong!"
"Jantan nggak ada hubungannya sama asap rokok, ogeb!"
"Tapi rokok identiknya sama cowok keren."
"Alah, jaman sekarang cewek juga banyak yang ngerokok. Tapi gue bukan salah satu dari kalian."
"Cobain deh, seenggaknya kalo nggak sampe suka, bisa respon normal udah ok banget, loh!"
Hufhh
Brian yang di peringati malah makin menjadi. Menyelipkan rokoknya di belah bibir, menghisapnya dalam, lantas menghembuskan asap tipis itu persis di wajah Arka.
"Uhuk-uhuk... Bri, lama-lama gue tonjok lo!"
Dan Brian yang sudah terlanjur usil malah tak gentar, memblokade jalan keluar Arka dengan menghimpit kedua kakinya. Brian yang kembali menghisap rokoknya, bermaksud meninggalkan bau tubuh Arka dengan aroma khas seperti miliknya.
"Bri...! Lepasin, uhuk-uhuk!"
Bagaimana Brian tak makin terkikik geli, Arka yang memintanya melepaskan, tapi pada kenyataannya kawan kekanakannya itu malah makin beringsut di dadanya, memeluk dengan begitu erat.
"Bri, jangan cari gara-gara, ya! Mau gulat lo sama gue? Yok, gue ladenin, tapi di kasur aja biar empuk, bego!"
Ceklek
"Huaa! Mereka berdua ciuman..!!!"
Seketika saja Arka dan Brian melepaskan diri, kompak menoleh ke arah pintu terjerembab, dengan empat orang siswa yang kompak menganga lebar dengan raut histeris.
Tebakan Arka tak salah, keributan itu berasal dari mereka yang begitu tak sopan. Lagipula apa maksud mereka berteriak girang karena mendapati posisi Arka dan Brian yang sudah bersiap baku hantam?
Duar
Sementara seorang pria hadir dan membelah barisan itu dengan begitu santai. Tak sedikit pun mempedulikan para gadis yang salah satunya hampir terjungkal, yang kemudian menutup pintu rapat dari dalam.
Saat ini Arka dan Brian yang di buat terkejut, pria yang satu tingkat di atas mereka itu datang menjadi sosok ketiga.
"Bang Nino?" lirih Arka dan Brian. Bukankah kelas Nino ada di lantai dua? Kenapa pria itu harus jauh-jauh ke bawah hanya untuk ke toilet?
Huh!
Tak bisa berhenti sampai itu saja, mereka kembali di buat tahan napas karena ulah Nino dengan segala pesonanya.
Kedua lengan yang terayun, menarik gurat-gurat otot tergaris sempurna, yang kemudian bergerak dengan begitu sensual menurunkan resleting celana.
Bangsat! Arka yang membelalakkan matanya hampir saja mengetahui benda tersembunyi yang di bayangkan otak mesumnya selama ini. Tapi sebuah telapak tangan yang tiba-tiba saja menghantam permukaan wajahnya menghitamkan pandangan.
Akhh! Apa Arka harus merontokkan beberapa gigi Brian untuk bisa membuat pria itu kapok?!
"Jangan di liat, nanti lo sawan, lagi." Dan masih dengan santainya Brian membenarkan sikap lancangnya itu.
Tatapan tajam pun di arahkan saat Brian menarik penutupnya. Hanya berlangsung begitu singkat, karena bahkan Arka pun buru-buru meloncat turun dari duduknya dan berdiri kaku saat Nino menyalakan keran di wastafel.
"Biasanya ada keamanan dari guru yang bakalan ngecek siswa yang suka bolos," ucap Nino mengisi kesunyian.
Sementara gerakan tangannya nampak begitu rapi menarik tisu dan mengeringkan tangannya. "Ati-ati aja kegep langsung sama bk."
Arka dan Brian yang mendapat peringatan dari pemilik suara husky itu hanya bisa mengangguk-angguk.
"Oh ya, Bri. Di suruh pulang sama mama. Masalah motor baru katanya akan di pertimbangkan."
Kalimat terakhir sebelum Nino beranjak dari tempatnya, meninggalkan Arka yang menatap Brian penuh dengan tanda tanya.
"Motor baru?"