Nino hanya bungkam, sedangkan emosinya terlihat makin menumpuk. Matanya makin menatap nyalang, bunyi gemelutup gigi sejalan dengan rahangnya yang berkedut mengerikan.
Dengan mendengus kasar, Nino melepaskan Arka setelahnya. Remaja mungil yang masih menebalkan muka dengan belagak menantang itu bahkan tak bisa memungkiri tubuhnya yang seketika saja lemas. Bahunya terjatuh, bersamaan dengan hembusan napas panjangnya yang menumpuk di dada. Baru pertama kali, ia menjadi sasaran pria sebaik Nino yang marah besar.
Namun rupanya hal itu masih tak bisa membuatnya berpuas diri, rupanya Arka ingin menancapkan dirinya di pikiran pujaannya itu dengan cara tak biasa.
Berjalan memindik-mindik, mendongakkan kepala dengan kedua telapak tangan bergelayut di besi pegangan tangga, menghentikan langkah Nino setelah dengan tegas Arka berkata,