Beberapa hari ini Arka disibukkan dengan berbagai kegiatan pengenalan sekolah atau lebih tepatnya masa penyiksaan untuk calon siswa baru. Berbaris di lapangan berjam-jam dengan panasnya kulit terbakar matahari dan rasa dongkol setengah mati mendengar beberapa suara pembicara yang masih saja tak berperasaan dengan lagi-lagi membawa kertas contekan berlembar-lembar.
Memakai helm dari bola plastik yang dibelah dan tali elastis sebagai pengikatnya untuk laki-laki. Dikuncir dua dengan tiga puluh karet di masing-masing ikatan rambut untuk yang perempuan.
Di kedua lengan mereka itu pun diikat pita merah. Tulisan perkenalan diri di papan karton tebal dan dilapisi kertas putih bersih dengan ukuran 30×20 cm tersampir di depan dada. Beruntung Arka mempunyai adik seperti Mika, adik kecilnya itu yang bantu menulis data dirinya dengan rapi. Bukannya Arka malas untuk menyiapkan kebutuhannya sendiri, hanya saja tulisan tangan Arka terlalu ajaib untuk bisa dibaca orang lain.
"Kegiatan pengenalan sekolah seperti ini penting dilakukan. Pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, dan Taruna Bangsa berusaha memperkenalkan diri dengan sedetailnya...."
Pria yang berbicara di depan itu sudah tak asing lagi bagi Arka. Sosok yang tak ingin diingat namanya oleh otak pas-pasan milik Arka. Daniel, Danies, Romeo, Anton, Toni? Entahlah, nama pria yang berkali-kali memperkenalkan diri itu tak bisa tertanam diingatan.
"Untung aja kita milih tempat teduh, kalo nggak udah gosong nih kulit!" ucap Brian yang berdiri tepat disampingnya. Menyampirkan lengan kiri di bahu Arka dan menumpu tubuh besarnya.
"Lepas nggak!"
Arka yang berdiri lemas dengan kedua lengan bersendekap di depan dada itu pun berdecih lidah saat Brian menempel ke tubuh gerahnya.
"Kita beneran mau ngikutin acara konyol ini sampe beberapa hari kedepan, Ar?" ucap Yuda ikut nimbrung. Yuda dan Zaki yang berdiri di depan Brian dan Arka itupun menolehkan kepala.
Brian pun melepaskan lengannya dari Arka setelah mendapat isyarat tatapan maut.
"Emang kita harus ngikutin aturan dengan berdandan kayak orang gila gini, Ar?" sahut Zaki.
Ketiga kawannya itu pun menuntut penjelasan kepadanya. Membutakan dan menulikan pendengaran dari pembicara lain, bahkan mereka tak kenal takut dengan beberapa suitan dan teguran langsung dari anggota osis yang berjaga di belakang.
"Hufh, tau deh! kita ikutin aturan aja dulu, toh kita masih belum pasti keterima atau nggak disini," jawab Arka dan mendapat helaan nafas dari ketiga kawannya itu.
Kegiatan masih saja berjalan seperti biasa meski banyak dari barisan putih biru itu tumbang satu per satu. Hari semakin siang, matahari sudah semakin mentereng diatas seolah mampu meretakkan ubun-ubun.
"Perhatian untuk semuanya! Acara pembukaan baru saja kita lewati, sekarang saatnya kita saling berbaur dengan beberapa permainan kecil. Pertama-tama kalian harus mencari tempat duduk yang nyaman setelah saja bubarkan, kalian paham!"
"Pa-ham..." sahut pasukan putih biru dengan serentak. Wajah lesu yang sudah tersengat ganasnya sinar matahari itu seketika ceria saat mendengar perintah membubarkan diri.
Barisan yang awalnya tertata rapi itu pun menjadi berserakan saat semuanya saling berebut tempat di bawah pohon rindang. Arka, Yuda, Zaki, dan Brian tak pusing memikirkan hal itu, cukup dengan beberapa langkah mundur mereka sudah dapat tempat duduk lesehan yang nyaman.
"Oke semua, saya minta perhatiannya! Sebagai ketua osis yang pasti sudah kalian ingat namanya, saya mengundang kakak-kakak yang lain untuk berbaris di depan para calon siswa baru ini dan memperkenalkan diri."
"Kya! Ganteng banget tuh cowok!"
"Asik juga kalo pemandangan cewek-cewek cantik yang kayak gini terus, disuruh panas-panas an seharian gue jabanin, deh!"
Dan masih banyak lagi respon dari calon siswa baru yang di dengar oleh Arka. Alih-alih ikut berkomentar mengutarakan pendapat, Arka malah terdiam dengan pandangan fokus ke satu titik. Pria yang tersenyum tipis dengan kawannya yang meminta bergeser tempat. Pria yang hanya bisa hadir di angan-angan Arka.
"Halo semuanya! Nama saya Melisa Ardina Putri kelas XI Ipa 2, salam kenal!"
Mendengar suara yang mengusik Arka itu pun membuatnya mengalihkan pandangan ke sosok wanita yang saat ini memegang mikrofon dengan senyum sinis menatap ke arahnya. Sial! Kakaknya ternyata anggota osis?
Benar saja, firasat Arka memang tak pernah meleset dengan pikiran buruk yang akan dilakukan Melisa terhadapnya. Kakaknya itu dengan kejam menyuruhnya maju ke depan untuk mempermalukannya di depan publik.
"Perkenalkan nama kamu. Dan sebagai hiburan dari perwakilan calon siswa baru, satu lagu bisa kamu persembahkan?"
"Gila! Arka mana bisa nyanyi." pekik Yuda.
"Alamat Arka bakalan bad mood dan marah-marah ke gue nih!" ucap Brian yang mendapat dukungan berupa elusan di punggung dari Zaki.
Sedangkan Arka yang secara paksa maju ke depan itu pun, menatap dengan tajam kakaknya yang tersenyum girang mengejeknya.
"Nama saya Arkana Ardian Putra dari SMPN Tiga Lima, dan saya tidak bisa bernyanyi!" ucap Arka dengan keras. Menyodorkan mikrofon ke pria ketua osis itu tepat di dadanya. Wajahnya sudah memerah dengan berkerut marah. Ia tak suka dipermalukan seperti ini.
"Mustahil anak muda jaman sekarang tak mendengarkan lagu sama sekali. Ayolah, pasti kau ingat beberapa penggal lirik!" bujuk pria itu dengan memegang balik tangannya Arka.
"Saya memang tidak pernah mendengarkan lagu sama sekali, dan jika pun ada lirik yang saya ingat... itu adalah bintang kecil!"
Arka yang berucap keras di mikrofon yang digenggamnya lagi itu pun membuat semua orang sontak terdiam. Nada menantang jelas terdengar dari pria berkostum putih biru itu.
"Ya sudah, nyanyikan lagu itu dan kita akan bersama-sama bernostalgia ke masa kecil."
Usulan itu pun terdengar tepat di belakang Arka disertai tepukan bahu. Getaran tubuh serta moodnya yang seketika berbalik positif saat mendapati wajah menyejukkan terpampang nyata di hadapannya.
"Menurut saya, bagus juga untuk menyanyikan lagu anak-anak. Itu akan sedikit mengingat momen kecil kita di masa taman kanak-kanak sebelum melangkahkan kaki ke jenjang remaja SMA ini. Setuju nggak?"
"Setuju...." sahutan serentak itu pun tak dipedulikan. Arka yang masih memegang ganggang mikrofon dengan satu tangan lain yang melengkapinya. Mereka sangat dekat hingga setiap pria itu menolehkan pandangan ke arahnya, hembusan nafas begitu terasa menerpa Arka.
"Oke! Minta suaranya untuk bernyanyi bersama-sama. Boleh tepuk tangan dengan menyesuaikan irama, kita akan membuat kemeriahan."
Bintang kecil di langit yang biru
Amat banyak menghias angkasa
Aku ingin terbang dan menari
Jauh tinggi ketempat kau berada
"Oke selanjutnya akan di pilih siswa secara acak untuk menyanyikan lagu anak-anak dengan huruf vokal yang diganti, setuju?"
Sedangkan Arka sudah hilang fokus. Tepuk tangan yang gemuruh itu tak sebanding dengan letupan kembang api di hatinya. Bagaimana tidak, kakak Brian itu bernyanyi dengannya menggunakan satu mikrofon, mereka menjadi sangat dekat. Kya!! Arka ingin berjingkrak girang.
"Nino Antares."
"Heh?"
"Bukannya tadi lo ngajak kenalan ya, Arkana?"
Dan Arka pun menahan diri untuk tidak pinsan di depan umum. Perjuangannya mendapatkan perhatian kakak Brian itu sepertinya menemui awal yang baik. Arka pun sampai berikrar dalam hati, ia akan jadi siswa aktif yang akan menarik Nino Antares.