"Bri, kemarin gue nggak mimpi kan?"
"Trus yang gendong gue kemarin abang lo, kan?" Imbuh Arka yang sampai menggoyang-goyangkan lengan Brian di sampingnya.
Wajah memerah milik Arka bahkan terlalu lebar menarik dua sudut bibirnya. Ia yang nampak begitu bersemangat, berjingkrak girang di atas tempat duduk layaknya bagian pantat yang di tumpu pegas. Nampak terlalu bahagia, sampai-sampai gemas menggigit bahu milik sang kawan yang sudah tak berdaya dengan tutup kuping.
"Berarti gue harus bilang makasih sama dia dong, ya!"
Namun nyatanya masih bisa menembus sampai gendang telinga milik Brian. Otomatis membuat pria yang mengenakan kupluk itu menggeram kesal. Menyentak jauh Arka supaya memberinya jarak.
Sampai pada tahap yang menunjukkan kerisihan Brian sekali pun, Arka masih saja menyuarakan suara toa nya tanpa sedikit pun pertimbangan situasi yang tengah ramai. Terlebih saat remaja polos itu menarik ujung kaos milik Brian dengan sisi lain menunjuk sosok pria yang di incar. "Ayo dong, Bri... anterin ke abang lo sekarang!" Seperti bocah yang meminta mainan pada ibunya, semudah itu merengek.
"Woi! Bisa diem nggak nih, mulut!" Geram Brian yang akhirnya menguncir bibir manyun milik Arka. Mengalihkan sang kawan yang menepuk-nepuk kaca bus menarik perhatian Nino- kakak Brian yang tengah sibuk berdiskusi di luar dengan beberapa kawannya. "Lo nggak nyadar kalo kita sekarang ada di tempat umum? Jangan jadi uke binal dong, Ar!" Peringat Brian tanpa memfilter pemilihan katanya.
Arka yang mulanya ceria, berganti mengundang awan hitam untuk menyelimutinya. Manik matanya menyipit tajam, napasnya berganti mendengus sekaligus dengan tanduk ilusi yang muncul di kedua sisi pelipisnya.
Remaja itu tak bisa mentolerir segala macam kritikan, terlebih dengan rangkaian kata buruk yang mencela. Secepat kilat, Arka yang murka pun menerjang Bria, membuat sang kawan beringsut meminta ampun, karena pukulan bertubi yang di dapatkannya.
Mengikuti gaya Brian, Arka pun menjapit bibir milik kawannya hingga memipih seperti moncong bebek. "Heh! Jangan asal ngatain gue binal, ya! Emang minta di kuncir nih, mulut!"
Brian yang lantas menyentak lengan Arka menjauh. "Kenyataannya gitu, kali! Nih ya, lo ketara banget ngejar-ngejar dia. Sumpah, gue aja sampe ikutan malu waktu lo halusinasi manggil nama abang gue. Mana tuh tangan gatel banget pegang-pegang!" Kesal Brian mengingat kejadian di uks kemarin.
"Ishh... Lo ya, Bri! Kayak nggak ngerti aja orang lagi kasmaran."
"Sumpah, jijik gue pas lo ngomong kayak gitu."
"Nyebelin banget sih, lo!"
Arka yang menjadi tak habis pikir dengan Brian yang berani adu mulut dengannya. Seakan pria itu sudah melupakan kemarahannya tempo hari karena berani membohonginya. Rahangnya kali ini lebih mengetat, lengannya yang terkepal erat di atas pangkuan, lantas beralih cepat membuang kupluk milik Brian dan tanpa babi mu begitu terobsesi mencabuti surai berantakan milik kawannya itu. "Enggrhh!" Geram Arka menutup ringisan kesakitan Brian.
Seakan perhatian dari penghuni yang menempati deret kursi bus itu tak menjadi masalah. Arka masih saja sibuk menghabisi Brian dan membuat kerusuhan.
Sementara Yuda dan Zaki yang telat memasuki bus, kompak menepuk dahi dengan hela napas panjang mendapati dua kawannya yang kembali kumat kegilaannya.
"Hei-hei! Lo pada ngapain, sih! Kayak bocah rebutan mainan aja!" Sela Zaki yang kontan memisahkan dua orang beradu itu.
Sama persis berantakannya. Wajah memerah padam, rambut mereka yang jelas mencuat berantakan, sampai beberapa helai di antaranya berterbangan jatuh. Namun meski pun sadar banyak mata menertawakan, baik Arka atau Brian masih saja sibuk adu sikut dengan delik mata tajam penuh permusuhan.
"Ini nih, Brian! Jadi orang nyebelin banget!"
"Yee! Lo juga tuh, nggak sadar diri banget! Malu-maluin tahu gak!" sahut Brian yang turut menyalahkan aksi anarkis Arka. Yang di lakukannya jelas hanya sebagai perlindungan diri.
Sementara Yuda dan Zaki yang berdiri, masih waspada kalau-kalau saja kedua kawan mereka kembali terpatik emosi. Menarik Brian untuk lebih menepi, sementara Arka yang masih saja gemas berniat kembali menyerang.
Di cegah oleh Zaki yang memperingati dengan delikan tajam. Mendapatinya, Arka pun menciut. "Udah-udah! Gue yang malu punya temen kayak kalian. Kerjaannya berantem gak jelas."
"Hem... Heran aja, masih aja lengket kalian," timpal Yuda yang setelahnya terkikik geli.
"Ishh... Terpaksa banget, gue!" sahut Arka yang sampai mengibas lengannya yang bersentuhan dengan Brian, rautnya berkerut jijik.
"Yee.... Emangnya gue nggak?"
"Ya udah, buru minggat dari samping gue nggak!"
"Ngapain harus gue? Lo aja, noh!"
"Pusing gue dengernya," keluh Zaki yang rupanya masih tak bisa mengatasi. Arka dan Brian mulai kembali berdebat, kali ini berebut tempat kekuasaan.
Sementara Yuda pun angkat tangan. "Bukannya apa juga, citra kita di pandangan mereka pasti ancur saat ini. Zak, kita mau jadi berandal sekolah, loh!"
"Tau, deh! Palingan berdua juga bakal baikan lagi, lihat aja."
Zaki dan Yuda pun beranjak meninggalkan dua kawan mereka yang masih berisik. Mengambil ponsel, lantas berbagi earphone, lebih baik mendengarkan lagu dan menyamankan posisi tubuh.
Perjalanan pun akhirnya di mulai. Masa orientasi sekolah, rasanya memang tak lengkap tanpa siksaan beruntun yang mengumpulkan waktu dua puluh empat jam selama dua malam. Menggunakan tiga bus sekolah, menuju bumi perkemahan yang telah di tentukan sebelumnya.
Semua orang berganti ceria, bernyanyi lagu-lagu populer dengan gitar yang mengiringi dari salah satu siswa baru. Beberapa anggota Osis yang mengawal, turut mendukung supaya perjalanan mereka tak membosankan.
Menjadi bagian berlawanan dari Arka dan Brian yang menjadi diam seribu bahasa karena sudah lelah buka mulut. Lebih tak mengenakkan bagi remaja yang menumpu sisi kepalanya di permukaan kaca dengan lagak memelasnya yang seperti pasrah terhantam permukaan yang sebercah membiasnya. Sang pria incarannya tak bergabung dengan bus kedua, membuatnya lebih tak betah tanpa adanya sosok tampan yang setidaknya dapat membuatnya cuci mata.
"Huekk!" Dan juga pengalihan reaksi tubuhnya.
Arka yang mual, dengan kedua telapak tangannya yang membekap terlalu terlambat. Sementara Brian yang sontak langsung menarik kupluk yang sekaligus menutupi matanya yang terpejam sampai detik lalu. Dalam posisi yang saling memunggungi, remaja yang masih jaga sikap akibat pertengkaran mereka pun malah mencela.
"Katrok banget. Kita baru jalan belum sampe setengah jam, loh!"
"Bangsat! Lo pikir gue mabuk kendaraan? E-nggak tau! Bau badan lo yang bikin gue enek, tau!" Elak Arka.
"Masa sih?!" Langsung saja Brian mencium bau ketiaknya satu per satu. "Heh, enak aja! Masih wangi parfum, nih! Masih seger," imbuhnya yang kemudian memiting kepala Arka.
"Huekk!" Sementara Arka yang kembali merasakan asupan sarapannya semakin naik dari posisi tampungan seharusnya.
"Ya elah, udah lemah aja masih sok-sokan." Sudah di terka Brian sejak awal. Mereka bukan dua orang yang baru kenal satu dua hari. Bertahun-tahun membuatnya mengenal luar dalam.
"Minum dulu, biar reda." Brian yang kemudian menyodorkan botol air mineral miliknya.
"Bego banget! Yang ada belum sampe lambung, gue udah muntahin tuh minuman."
Jika memungkinkan tempat dan kondisi, bisa saja Brian mencekoki Arka. Namun ia tahu jika nantinya akan kembali menyita intens akibat Arka yang jelas akan bereaksi berlebihan seolah perawan yang hendak di perkosa.
Meletakkan kembali botol miliknya begitu saja di bawah kaki, lantas secepat kilat menyabet bahu kecil milik Arka, menjatuhkan sosok terkulai lemas itu di dadanya.
"Akhh! Ngapain, lo!" Ya, meski pun suara toa Arka masih mewakili penolakannya.
"Diem, nggak!" sentak Brian yang memang waktunya menegasi Arka yang keras kepala.
Mengabaikan pandangan menyipit beberapa siswa yang begitu ingin tahu, Brian lantas menyusupkan telapak hangatnya ke dalam seragam milik Arka.
Arka yang semula ingin memprotes pun tertahan, terburu reaksi perutnya yang lebih baik saat Brian menggosok-gosok permukaannya.
"Bri, nanti kita di sangkanya gay mesum, lagi..." ucap Arka yang makin menyusup masuk ke dalam dekapan Brian.
"Loh, lo kan emang gay." Santai Brian yang menanggapi, di balaskan Arka pukulan yang mengenai dada yang disandarinya.
"Sialan! Berarti lo yang posisinya mesumin gay, ya?"
"Hemm..." Sahut Brian yang mulai malas menanggapi. Bukan karena apa, hanya saja ia sangat mengantuk karena begadangnya semalam. Namun meski pun begitu, tak menghentikan perhatiannya pada Arka yang mulai pulas.
Sementara Zaki dan Yuda yang mengamati keduanya dari bangku belakang persis, lagi-lagi kompak menggelengkan kepala karena kesimpulan dari pertengkaran Arka dan Brian tak berguna.
"Apa gue bilang, tuh berdua emang nggak bisa jauh-jauh."