Shareen duduk di dalam pesawat dengan tenang. Sesuai anjuran, ponselnya ia matikan. Gadis itu berusaha sebisa mungkin untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Setiap kali perjalanan menggunakan jalur udara, Shareen selalu membawa novel bergenre romansa, ke manapun perginya ya sebisa mungkin ia membawa novel yang membuatnya penasaran.
Perjalanan dari Jakarta menuju Singapura memakan waktu satu jam lebih lima belas menit saat ini. Shareen berusaha menikmati perjalanan dengan baik. Pemandangan yang hanya memperlihatkan awan saja membuatnya sedikit lebih tenang. Cuaca pagi ini sangat bagus untuk terbang, tidak ada kesalahan apapun. Semoga saja sampai landing nanti pun demikian, aman.
Bosan membaca novel dan matanya pun sudah mengantuk, Shareen mencoba memejamkan matanya. Ia menyandarkan kepalanya di sandaran kursi pesawat lalu terlelap. Rasanya tertidur dalam perjalanan itu sangat menyenangkan, kita bisa merasakan bagaimana euforia tidur di udara, kita bisa memotong kejenuhan yang terjadi.
***
Suasana Singapura yang sudah lama Shareen tinggalkan masih tetap sama. Satu jam lebih awal daripada waktu Indonesia bagian barat membuat suasana di Singapura sudah beranjak siang. Hari ini Shareen dijemput oleh salah satu sahabatnya yang ada di Singapura, namanya Rara. Rara adalah orang pertama yang berkenalan dengan Shareen di negara ini. Oleh karena itu, Shareen senang bisa bersahabat dengan gadis yang usianya satu tahun lebih dewasa daripada Shareen.
Rara juga sebenarnya berasal dari Indonesia, ia pergi ke Singapura untuk membuka cabang usaha yang baru. Satu server dengan Shareen, bukan? Sangat cocok jika mereka bersama pokoknya. Setiap kali mengobrol, mereka akan selalu membahas hal yang lebih nyambung.
"Lo lama banget di Jakarta, gila! Gue kangen banget sama lo, Reen. Tiap kali ke rumah lo, Tante Audrey selalu bilang kalau lo masih di Jakarta, belum pulang ke Singapura. Tiap kali di telepon selalu aja sibuk, dichat balesnya lama banget," keluh Rara dengan mencebikan bibirnya. Saat ini mereka akan pergi ke salah satu restoran ternama dekat dengan bandara dikarenakan sudah lama sekali tidak berkumpul bersama. Mereka ingin menikmati waktu mereka bersama kembali.
"So sorry, lo tau sendiri lah Ra, yang namanya balik kampung itu gimana, pasti gak cuma satu atau dua orang aja yang nyambut kita, ada banyak yang bikin janji sama kita. Ada banyak juga acara yang akhirnya kita jadwal. Gue juga gak bisa main handphone terus soalnya menghormati waktu bersama sama orang lain. Selagi gue ada di Jakarta ya pasti gue bakalan hormati orang lain yang mau ketemu gue. Gue bakalan maksimalkan apa yang memang seharusnya kita lontarkan saat bertemu."
Satu hal yang sangat Rara banggakan dari diri Shareen ya ini, gadis itu selalu berusaha menghormati. Menghormati waktu, menghormati orang, menghormati keadaan. Ia tidak mau apa yang sudah ia keluarkan tidak dikeluarkan dengan maksimal. Sudah dua jam duduk di kafe dengan orang lain, tetapi malah mainan ponsel saja tanpa melakukan apapun. Tidak maksimal, kan? Bukannya mengobrol dan menceritakan keadaan satu sama lain.
"Gue paham, sih. Lo kan emang Nona Perfeksionis yang emang gak pernah diragukan lagi kesempurnaannya," sindir Rara dengan tawa yang menjadi penutup.
Shareen memutar bola matanya dengan jengah, Rara selalu saja menyebutnya dengan panggilan Nona Perfeksionis, padahal kan Shareen hanya berusaha memaksimalkan apa yang memang harus ia maksimalkan, Shareen bukan tipikal orang yang suka hal nanggung. Shareen akan merasa gelisah jika melakukan hal demikian.
"Lagian lo juga ya, Reen, selalu berusaha perfeksionis tapi masalah jodoh dan menikah urusan belakangan mikirnya. Lo kan udah tambah dewasa, Sayang. Masa lo belum mikirin masalah jodoh, sih?" lanjut Rara dengan sindiran keras. Rara itu sebal saat mendengar jawaban Shareen tentang perjodohan atau pernikahan, jawabannya pasti akan selalu ada.
"Lo tuh ya, gak jauh-jauh sama nyokap gue aja. Udah gue bilang kan kalau gue tuh males banget sama yang namanya ditanyain nikah segala macem itu. Gue gak suka aja. Nanti gue bakalan nikah kok, tapi nanti. Untuk sekarang gue masih cari referensi yang pas, nikah itu seneng apa enggak. Gue gak mau sengsara soalnya," jawab Shareen sekenanya. Tanpa memedulikan usia, tanpa memedulikan sahabatnya yang sudah punya kekasih atau apapun juga, Shareen nyaman dengan pilihannya. Shareen nyaman dengan segala yang ia miliki. Shareen tidak merasa harus dikejar dengan segala hal.
Bukankah hidup itu harus kita nikmati? Lantas untuk apa membandingkan diri dengan orang lain? Seperti kurang kerjaan saja. Semua manusia sudah memiliki garisa takdir sendiri-sendiri. Ada yang cepat, ada juga yang memakan waktu lumayan panjang. Nikmati saja semua prosesnya, tidak akan sia-sia kok. Tidak perlu memaksakan diri sendiri untuk mengejar orang lain juga, karena tujuan hidup orang dan diri sendiri itu berbeda.
Ada beberapa orang yang memiliki tujuan hidup untuk mengabadikan dirinya pada negara, ada beberapa orang yang memilih untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis sangat lama tanpa memedulikan kata menikah, ada beberapa orang yang tujuannya menikah supaya terhindar dari dosa, ada juga yang tujuannya menikah untuk memiliki keturunan. Ada pula yang sama seperti Shareen, tujuan hidupnya adalah memuaskan diri sendiri, bekerja sekeras mungkin untuk membuat dirinya bangga, tanpa memedulikan proses orang lain.
Jadi, jangan dipukul rata tujuan hidup diri sendiri dengan orang lain, berbeda orang tentu saja berbeda kepala. Berbeda kepala tentu saja berbeda pola pikir. Berbeda pola pikir tentu saja berbeda keinginan. Cukup hormati dan hargai saja setiap langkah yang orang lain ambil, doakan semoga tidak terjadi hal apapun, doakan semoga langkahnya selalu benar dan membuat bahagia, itu yang utama.
"Iya sih, tapi kan lazimnya tuh orang Indonesia nikah di umur dua puluh lima taun, Reen. Bentar lagi kan lo udah umur dua puluh lima taun, masa lo gak mau mempersiapkan masa depan yang cerah, sih?" Rara kembali menimpali, ia tidak mau kalah kali ini. Meskipun nantinya Shareen akan terus menjawab dengan lantang, Rara akan berusaha membalas sebenar mungkin supaya Shareen tersadar.
"Tujuan hidup gue itu menikah bukan karena lazimnya, umumnya, atau apalah itu. Nikah itu karena siap bukan karena dikejar umur dan waktu. Masa depan cerah yang gue usahakan bukan menikah, tapi memuaskan diri sendiri."
Sudah, mau balas apalagi? Rara saja sampai bingung harus merespon bagaimana. Rara saja terus memutar otak supaya tidak kehabisan kata-kata, tapi nyatanya Shareen sangat pandai berkilah. Shareen tidak mau dipaksa, otaknya akan selalu membalas apa yang orang lain katakan kepadanya.
"Tapi kan suatu saat nanti lo harus nikah, Reen." Satu kalimat muncul di benak, langsung saja Rara ucapkan demi membalas ucapan Shareen.
"Kan suatu saat nanti. Bukan sekarang atau bukan beberapa hari lagi. Gue bakalan nikah kalau gue udah siap, dan gue akan mempersiapkan itu semua nanti. Lagian lo rempong banget sih, kayak lo mau nikah besok aja sampai ceramah ke gue."