Linda menatap langit dari jendela perpustakaan yang kala itu sepi, tanpa sadar ia meneteskan air matanya perlahan, mengingat masa masa kecilnya bersama seseorang yang sudah seperti adiknya sendiri. Namun perasaan di hatinya bukan sebagai seorang adik, melainkan sesuatu yang lebih nyata.
"Sepertinya aku terl
alu kasar padanya." bisiknya pelan membayangkan wajah laki laki muda itu.
Kesunyian Linda di perpustakaan itu terganggu ketika Fitri tiba tiba masuk dan mendobrak pintu perpustakaan. Ia terlihat lelah ngos ngosan setelah berlari dari kelasnya.
"Huh, sampe juga. " Dengan lelah ia menghampiri Linda yang sedang duduk di dekat jendela.
"Ngapain ke sini? " Linda bertanya tanpa memalingkan pandanganya, ia masih melihat langit yang biru itu.
"Sudah aku duga, kamu pasti di sini, tadi aku coba ajak Dennil ke sini, tapi dia menolak, meskipun terlihat pendiam, dia orang yang mudah akrab dengan orang baru, tidak sama denganmu ". Fitri tersenyum senang
Tidak banyak yang tahu tentang sifat asli Linda, kebanyakan siswi disana benci dengan sifatnya yang sok cantik dan paling pintar. Jelas, Linda sengaja bersifat seperti itu, namun entah apa yang ada di pikirannya.
"Fit !?... " Sorot mata Linda yang sedari tadi melihat langit, kemudian beralih melihat Fitri.
"Hah? apa ? , Eh? Kamu nangis Lin?? Kemu kenapa ?" Fitri yang baru sadar melihat Linda menangis mencoba memegang tanganya dan menenangkanya.
"Gpp Fit .. Btw kamu tinggalin Dennil di kelas?" Cakapnya sambil mengusap air mata yang sudah berhenti mengalir itu.
"Iya, Tenang saja, teman teman di kelasku ramah ramah, lagian nih Lin, kenapa sikapmu ke Dennil seperti itu?, kesian dia!" Fitri mengalihkan pembicaraan.
"Dulu dia sudah aku anggap seperti saudara sendiri, sekarang berbeda, aku yang sekarang tidak mungkin mendekatinya lagi, terlebih lagi mendiang ibuku melarangku untuk bergaul denganya."
"Tapi Lin, sepertinya Dennil menyukaimu, . .. "
"Hm, aku tau. dari dlu. dari sejak dia belum kenal cinta, dia sudah menyukaiku. Alasan kenapa aku menjauhinya adalah karena ibuku, Dia menyuruh untuk tidak bergaul denganya lagi. Semenjak salah satu teman kami meninggal akibat kecelakaan." Linda menunduk sedih
"Lah ?! emang apa hubunganya?"
"Ibuku dan orang tua temanku yang lain menganggap kecelakaan itu ulahnya Dennil. Aku juga melihat dengan kepalaku sendiri, ketika Dennil dan mendiang temanku bermain di pinggir jalan. Dennil mendorongnya hingga temanku itu tersered ke tengah jalan yang waktu itu kebetulan ada truk yang melaju kencang, saat itu juga aku menangis melihat darah yang keluar dari kepala temanku bercucuran. Kamu tahu? saat itu Dennil malah lari pulang, dan sejak saat itu aku tidak pernah bertemu denganya lagi " Saat itu juga Linda kembali menangis, air matanya sudah tidak bisa di tahan lagi.
"Meskipun aku tidak terlibat, aku tetap merasa sedih Fit, karena aku teman mereka." Katanya lagi.
Kesedihan itu melanda lagi, bukan hanya tentang kecelakaan temanya, setelah temanya meninggal, ia kehilangan ibunya yang meninggal akibat kanker. Linda tidak pernah memberitahu siapapun tentang ibunya itu, hanya Linda dan ayahnya saja yang mengetahuinya. Bahkan ibunya Dennilpun tidak tahu.
"Yang sabar Lin .. " Fitri mengusap ngusap tanganya Linda dengan berlahan dan penuh rasa persahabatan.
Linda dan Fitri berteman sejak awal masuk smp. Mereka berdua sudah menjadi sahabat, meskipun Linda adalah perempuan yang nakal di sekolahnya. Fitri selalu bersikap baik dan peduli. Begitupun Linda, hanya Fitri yang dia anggap temanya.
"Kalau begitu aku pergi dulu ya, " Fitri berdiri sambil merapihkan pakaian dan rambutnya yang agak sedikit kusut.
"iya, aku titip Dennil ya " tersenyum ringan.
"oke, dah ... " Ia melambaikan tangan dan meninggalkan ruangan itu
Perpustakaan kembali sunyi, hanya ada Linda yang berlahan mengeluarkan air matanya, pandanganya kembali melihat langit yang cerah, rambut pirangnya bersinar terkena cahaya matahari. Ia terus dan terus menangis sambil memperhatikan lingkungan sekolah dari jendela. Meskipun dia tidak peduli
Selanjutnya : Linda, Si Rambut Pirang Yang Nakal