"Kenapa kamu bolos lagi!!. Sudah Ibu bilang! Jika kamu bolos sekali lagi, Ibu akan memanggil orang tuamu kesini! " Dalam dalam kelas, Teriakan guru yang marah itu sampai terdengar ke sisi kantin di sebelahnya.
Guru itu memarahi siswi wanita yang sedang berdiri di depanya, ekspresi wanita itu datar dan tidak peduli. Itu Linda.
"Berisik kau tua!!. Panggil saja orang tuaku jika bisa!!!" balasnya, ia berteriak melawan guru itu sambil bercucuran air mata,
"Dasar duharka!, Siswi tidak tahu diri!. sekarang beri tahu Ibu alamat orang tuamu!, Cepat!" Kemarahan guru itu tidak terkendali,
"KUBURAAN!!" Linda berteriak lagi sambil mendorong gurunya dan pergi keluar dari kelas, murid murid yang ada di kelas itu sontak kaget.
Guru itu hanya diam tercengan.
Linda berlari di lorong lorong kelas. Tidak sanggup menahan air matanya, ia mencoba mengelapnya dengan tangan, kakinya tidak bisa berhenti berlari, Ia tidak memperdulikan apapun saat itu.
Linda sedikit menahan laju larinya, mulai berfikir sejenak dan mulai mengerti situasi, Ia berhenti tepat di taman sekolah, kemudian ia duduk di kursi dekat pohon besar.
"Aku tidak akan sekolah lagi!, lebih baik aku harus kerja!" Bisiknya.
Linda menghembuskan nafasnya, mengelap air mata yang masih tersisa di pipinya,
"Aku harus kuat! ...., aku harus kuat hidup sendiri, aku tidak akan merepotkan keluarga ayahku lagi!!." Ucapnya sedih.
Tidak ada seorangpun di taman itu, hanya Linda dan seorang laki laki yang memperhatikanya dari jendela kelas kejauhan. Dennil ..
"Eh? itu Linda?" Dennil memperhatikanya dari kelas, jaraknya sekitar 50 meteran. Sambil membuka jendela, ia memanggil fitri yang kala itu sedang fokus mengerjakan tugas.
"Fit! Fit!" teriaknya, berdiri dan memcoba membuka jendela.
"Hah? apa nill? Kamu tidak lihat ya? tugas kita numpuk ini!" Duduk di kursi, ia tidak memperdulikan apapun.
"Kau ini!, Lihat! itu Linda !!"
"Hah? Biarkan saja!, ini lebih penting " ucapnya.
Untuk memastikan itu Linda atau bukan, Dennil mencoba keluar kelas dengan alasan izin ke toilet. Terik matahari saat itu menyorot ke arah Linda yang baru saja berhenti menangis.
Dari kejauhan, Linda melirik ke belakang, ke arah Dennil yang sedang berlari menghampirinya. Dan akhirnya mereka bertemu. Kalau saja Linda tidak bersikap buruk terhadapnya, mungkin mereka akan sering bertemu.
Tapi sialnya, Linda yang mempunyai pemikiran buruk tentang kedekatan mereka, enggan menghampirinya, bahkan tidak untuk bertanya sepatah katapun. Dennil lebih memilih diam, dia sepertinya mengerti tentang perasaan Linda.
"Linda? " Panggilnya lembut. Mereka saling bertatapan, yang satu pucat sehabis menangis, dan yang lain bingung dengan keadaan. Mengingat Dennil sangat menyukai wanita itu sejak SD, Ia sangat khawatir.
"Dennil? Ngapain kesini?" Suara lemas sehabis menangis itu langsung menerpa telinga Dennil.
Dennil langsung menanggapinya dengan senyuman, dan berkata
"Kamu kenapa? ada masalah? akhir akhir ini kamu seperti mencoba menjauhiku, tapi tak apa, aku mengerti perasaanmu." Begitu adanya, Dennil terus mengira bahwa Linda masih membencinya sejak tragedi kecelakaan teman mereka.
Dengan sifat baiknya, Ia mencoba mengajak Linda untuk duduk di kursi dekat pohon besar. Pohon itu sudah ada sejak taman sekolah belum di buat.
"Usap air matamu, Sini!, Duduk!"
"Hah? Kenapa aku harus duduk denganmu?. Dengar ya!, Aku hanya bersikap baik dengan ibumu saja!. Aku tidak peduli denganmu!"