Kemudian Iren keluar tanpa pamit, rautnya pun penuh amarah. Yang aneh, Iren merasakan sedih dan nyesek saat membentak Ara. Anak itu sudah ia anggap seperti anak sendiri, rasa sayangnya tak ada beda sama seperti menyayangi Aksa. Tapi jika mengingat saat Ara pergi meninggalkan Aksa dirinya juga kecewa.
Ara kembali menangis, hatinya begitu nyeri, perih inilah apa yang dikatakan oleh kakaknya. Ia sekarang tahu alasan orang tua nya mengurung nya di sana, takut jika Ara merasakan sakit hati, kecewa kenyataan yang membuatnya hancur. Ara harus bagaimana? Tak bisa jika harus meninggalkan Aksa lagi, apalagi Aksa berusaha mengingat masa lalunya.
Dan Manu, anak itu butuh sosok ayah. Ayah yang menuntun Manu, menjaga Manu, mendidik Manu. Ara tak mungkin tega, jika ia tak mempertemukan Anak dan Ayahnya. Aksa berhak tahu, bayi yang ia kandung selamat dan lahir dengan selamat. Bahkan sudah menjadi anak yang aktif pintar sepeti yang Aksa bayangkan dan inginkan.
***