"Pait," ujarku dengan kepala yang masih menunduk. Rian yang mendengar ucapanku hanya tertawa kecil dan membuat Aku sedikit kesal.
"Kenapa ketawa?!" tanyaku ketus sambil menatap wajah Rian.
"Lo lucu," ucap Rian yang seketika membuat Aku mematung. Baru pertama kali ini Aku merasa ada sesuatu hal yang aneh di hatiku. Dulu Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini dalam hidupku.
"Woy! Kenapa lo jadi bengong kaya gini?" tanya Rian padaku.
"Enggak, gak apa-apa kok." Aku yang sedikit gugup. Aku harap Rian tidak menyadari kegugupanku ini.
"Yaudah sekarang lo harus minum obat! Okey." Rian yang masih menyuruhku untuk meminum obat.
"Gue gak suka minum obat Rian! Obat itu pait! Gak enak tau." rengek ku yang menolak untuk minum obat. Sebenarnya aku memang tidak suka obat. Selain rasanya yang pahit aku juga tidak bisa minum obat langsung seperti orang-orang pada umumnya. Seperti anak kecil bukan? Padahal umurku sudah 15 tahun tapi tidak bisa minum obat.
"Lo harus minum obat Daisy Chain," geram Rian karena aku terus-menerus menolak untuk minum obat.
"Gue gak nerima penolakan," ucap Rian saat mengetahui bahwa aku akan menolak untuk minum obat lagi.
Dengan terpaksa aku menuruti kemauan Rian sih ketos nyebelin itu. Saat aku mulai menelan obat aku langsung memejamkan mataku untuk menahan rasa pahit yang menjalar di lidahku. Rasanya aku ingin memuntahkan obat yang ada di dalam mulutku tapi aku malu jadi ya terpaksa aku harus menelan nya dengan susah payah.
"Gimana pahit banget?" tanya Rian saat aku selesai meminum obat.
"Banget," ucapku yang menahan rasa pahit di mulutku.
Kring kring kring
Bel berbunyi yang menandakan waktu istirahat tiba.
"Lo udah mendingan kan?" tanya Rian yang aku jawab dengan anggukan.
"Yaudah kalo gitu lo ikut gue," ajak Rian sambil menggenggam tanganku.
"Kemana?" tanyaku.
"Gue mau traktir lo," ujar Rian yang membuatku senang.
"SERIUS?!" tanyaku dengan semangat. Rian hanya membalas pertanyaan ku dengan anggukan.
"Lagi kerasukan apaan lo?" tanyaku karena aku merasa heran dengan sifat Rian tapi Rian tidak menjawab pertanyaan ku.
"Udah ayok turun." Rian yang membantuku turun dari atas brankar.
Saat aku menyusuri koridor banyak sekali pasang mata yang menatapku dengan Rian. Ada yang menatapku dengan tatapan tak suka dan itu membuatku jadi risih. "Rian udah gue bisa sendiri kok." Aku yang berusaha melepaskan tangan Rian yang berada di pundak ku tapi Rian tidak mau melepaskan tangannya di pundak ku. Namun aku tetap kekeh untuk melepaskan tangan Rian di pundak ku.
"Rian! Gue bisa sendiri." tangan Rian berhasil lepas dari pundak ku tapi saat Rian ingin menggapai pundak ku aku menjauh.
"Lo gak liat apa semua murid yang ada di koridor ngeliatin kita? apa lagi tatapan mereka kaya gak suka gitu kalo gue deket sama lo." Aku yang menjelaskan alasan kenapa aku tidak ingin di tuntun oleh Rian.
"Emang kenapa? Nantinya juga toh lo akan jadi milik gue." perkataan yang di ucapkan oleh Rian benar-benar membuat aku mematung dan rasanya jantungku sudah tidak lagi berdegup.
* * * *
Saat sesampainya aku di kantin. Semua orang menatap diriku dan Rian. Karena aku tidak suka menjadi perhatian orang lain karena itu benar-benar membuatku menjadi risih tapi Rian memaksaku agar aku berjalan bersamanya.
"Daisy! Lo kenapa?" Ella yang menghampiriku saat aku mendekat ke meja Ella.
"Gue gak kenapa-napa kok. Cuman pusing dikit aja tadi pas gue mau ke toilet," ucap Daisy.
"Gue khawatir banget ngeliat lo di papa sama Rian tapi lo beneran gak kenapa-napa kan?" tanya Ella sekali lagi. Aku hanya mengangguk kan kepalaku.
Rian mendudukkan ku di bangku tepat di sebelah Ella. Setelah itu Rian duduk di depanku. "Lo mau makan apa?"
"Seperti biasa bakso." ucapku. Setelah itu Rian memesankan bakso untuk ku.
* * * *
Aku baru saja mendapatkan telpon dari pak Bondan supir pribadi di rumahku. Katanya mobil yang di pakai oleh pak Bondan untuk menjemput ku ban nya bocor. Alhasil aku harus memesan taksi online agar aku bisa sampai rumah. Sebenarnya aku bawa mobil tapi tadi di jalan menuju sekolahan mobilku mogok dan aku tidak mengerti cara memperbaiki mobilku yang mogok. Karena aku tidak mau terlambat ke sekolah dan kebetulan ada taksi lewat jadi aku naik taksi saja berangkat ke sekolahnya dan mobilku sudah di bawa oleh montir ke bengkel.
Saat aku ingin memesan taksi online ada sebuah motor yang keluar dari parkiran sekolahan dan berhenti tepat di sampingku. Awalnya aku tidak tahu siapa orang yang menaiki motor itu tapi setelah orang tersebut melepaskan helmnya aku kembali memikirkan kejadian yang terjadi beberapa jam yang lalu dan itu membuat aku gerogi.
"Lo ngapain di sini?" tanyaku pada Rian yang masih duduk di jok motor. Bisa di bilang aku adalah Adik kelas yang songong kepada kakak kelasnya. Karena aku adalah satu-satunya adik kelas yang memanggil kakak kelasnya dengan namanya tanpa embel-embelan kaka. Seperti aku dengan Rian. Harusnya aku memanggil Rian dengan sebutan Kak Rian tapi aku malah memanggilnya Rian dan berbicara "Lo" "Gue". Entah apa alasan nya tapi jika aku berbicara dengan kakak kelas yang lain nya aku akan memanggil nya kakak. Lagi toh Rian tidak marah dengan sikapku seperti ini jadi tidak masalah.
"Harusnya gue yang nanya sama lo. lo ngapain masih di sini? bukan nya pulang."
"Gue lagi nungguin supir gue tapi tadi dia bilang katanya mobil ban nya bocor jadi gue terpaksa naik taksi online." Aku yang menjelaskan kenapa aku belum juga pulang padahal sekarang sudah mau maghrib.
"Yaudah naik." Rian yang memakai helem nya kembali.
"Gak usah ini gue mau pesan taksi online." ucapku gugup yang langsung mengeluarkan ponselku dari dalam saku seragam tapi ponselku langsung di rebut oleh Rian dan ponselku di taruh di dalam tasnya.
"Handphone lo bakal gue balikin tapi lo harus pulang bareng gue." ucap Rian yang akhirnya aku turuti walaupun sekarang kondisi jantungku yang berdegup tidak normal.
Dalam perjalanan aku dan Rian tidak saling berbicara. Rian fokus mengendarai motornya dan aku fokus melihat jalan raya yang dilalui banyak motor dan mobil tapi saat di perjalanan mataku tak sengaja melihat ada pasar malam. "Pasar malam." ucapku dengan suara pelan.
Rian memberhentikan motornya lalu putar balik dan berhenti tepat di depan pintu masuk pasar malam. "Loh kok berenti sih?" tanyaku pada Rian.
"Turun." perintah Rian.
"Kenapa?" tanyaku.