Hana merapatkan mantel yang dikenakannya. Kedua siku Hana bertumpu pada pagar beton setinggi satu setengah di atap apartemen. Berdiri di sana membuat rambutnya berkibar-kibar liar diterpa angin malam. Kedua mata itu terpejam ketika embusan udara dingin menerpa seluruh tubuh dan menambah sensasi sakit yang menderanya sejak pertemuan terakhir dengan Loey.
Air mata yang sejak tadi belum berhenti mengalir membasahi pipinya yang mulus dan membuat matanya terlihat sembab. Hana mengepalkan tangan di dada seraya memberi pukul kecil dengan harapan bisa meluapkan rasa sesak yang ia raskan. Namun, semuanya sia-sia. Rasanya masih sama. Seluruh tubuhnya seakan lemas, pikirannya porak-poranda, begitu pula perasaannya yang semakin kalut.