Loey tidak bisa berpikir jernih saat ini. Ia telah menghabiskan gelas ke sepuluh dari minuman beralkohol yang dibelinya saat perjalanan pulang. Ia menatap keluar jendela, menatap kerlap-kerlip kota Seoul yang masih menyala. Musim semi hampir berakhir, tapi udara dingin tetap menyiksa saat malam hari. Penghangat ruangan sengaja ia matikan, berniat untuk menikmati rasa sakit ini sendirian.
Ini sudah delapan jam sejak ia melihat Hana dan Tae-Yeong pulang bersama. Padahal, ia telah memberanikan diri untuk menentang karir dan banyak orang untuk membuat Hana menjadi miliknya. Namun, perempuan itu tidak berniat untuk kembali. Untuk itu, ia sengaja kembali ke apartemen dan mengurung diri.
Pikirannya terasa begitu berat, seperti ada batu yang sedang menghantam kepalanya. Apalagi saat mengetahui kenyataan Tae-Yeong dan Hana sudah sedekat itu. Ia telah membentak Hana, membuat perempuan itu menangis, dan semua itu semakin membuat Loey merasa bahwa dirinya adalah lelaki paling brengsek.