Hana dan Loey kini berjalan berdampingan menelusuri jajaran pepohonan di pinggiran jalan yang tertutup salju. Setelah pertemuan tak disengaja antara mereka dan Eun-Soo, Loey ingin mendinginkan pikiran. Ia pun mengajak Hana menuju tempat favoritnya, tempat tersembunyi di Namsan Tower. Tak sampai dua puluh menit, mereka tiba di sebuah taman kecil yang menampilkan pemandangan Kota Seoul dari atas. Hana berdecak kagum ketika melihat jutaan lampu berkelap-kelip di langit yang mulai menggelap.
Udara musim dingin berembus kencang, membuat rambut Hana berkibar liar. Mantel yang dipakainya tidak mampu melindungi dingin, tapi pemandangan indah itu membuat Hana melupakan rasa dingin.
"Kau sering ke tempat ini?"
Loey mengangguk. Ia duduk di salah satu kursi sambil memperhatikan Hana. "Setelah putus dari Eun-Soo, aku selalu ke tempat ini untuk mendinginkan pikiran. Ini tempat rahasia yang belum pernah aku tunjukkan pada siapa pun selain dirimu."
"Wah, jadi aku yang pertama? Menakjubkan."
Loey mengangguk. "Ya, kau yang pertama."
"Setelah Sungai Han, sekarang tempat ini. Kau punya banyak tempat rahasia, ya. Temapt yang sangat indah. Aku benar-benar terpesona."
"Hahaha. Ya, kau benar. Tapi, aku cukup sulit menemukan tempat ini, jadi aku hanya akan menunjukkannya pada satu orang saja."
Loey menoleh ke arah Hana yang tidak menyadari maksud Loey. Perempuan itu hanya terdiam menikmati pemandangan. Kerlap-kerlip keindahan Seoul memantul di matanya yang bersinar. Meski gelap, wajah Hana masih cantik menurutnya. "Orang yang aku tunjukkan tempat ini adalah orang yang berharga bagiku. Dan aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya."
"Wah, ternyata kau sangat romantis, ya." Hana menjawabnya sambil tersenyum simpul, masih tidak mengerti maksud perkataan Loey. Ia hanya tersenyum sekilas lalu kembali memandangi kota. Lelaki itu hanya menghela napas, berusaha memaklumi pemikiran Hana yang polos.
"Maaf telah melibatkanmu dalam situasi seperti itu," ujar Loey sambil menundukkan wajahnya, menatap sepatunya yang tertutupi salju. "Kata-kata Eun-Soo pasti sangat menyakitimu."
Hana menggeleng. "Seung-Yeol tidak perlu minta maaf. Ini bukan salahmu. Lagipula, aku sudah cukup sering mendengar kalimat begitu."
Loey tersenyum mendengarnya "Meski begitu, dia merusak kebahagiaan kita hari ini. Bahkan dia merendahkanmu. Aku benar-benar minta maaf."
"Tidak juga," bantah Hana membua Loey menoleh ke arah Hana. Perempuan itu juga menoleh ke arah Loey dengan senyuman di wajahnya. "Hari ini aku mendapat kenangan yang luar biasa dan itu berkat Seung-Yeol."
"Tapi—"
"Sudahlah, anggap saja kita tidak bertemu dengannya. Ah, benar. Anggap kita sibuk bermain wahana, mencari spot yang indah, berfoto, dan menghabiskan waktu bersama. Jadi, Seung-Yeol tidak perlu mengkhawatirkan apa pun."
Setelah Hana mengatakan hal itu, mereka kembali pada pikiran masing-masing. Loey tersenyum, sedangkan Hana memandang langit. Suasana menjadi hening, tidak ada yang bicara lagi sampai ketika Hana mengucapkan sesuatu. "Waktuku sudah berakhir, ya. Rasanya dua bulan ini aku seperti terbang ke dunia lain."
Hana menunduk, menyembunyikan kesedihannya dengan senyuman. "Anggap saja dua bulan ini aku menjadi Tinkerbell yang bertemu dengan Peterpan. Lalu, Peterpan dan Tinkerbell harus berpisah."
Loey terdiam mendengarnya. Ia hanya melirik Hana yang menatap langit. "Setelah semuanya berakhir, hidupku kembali seperti biasa. Aku bukan lagi stylist kalian, aku hanya menjadi asisten desainer biasa. Aku akan kembali pada butik dan tugas-tugasku. Ah, aku rasa aku akan kesepian nanti. Tidak ada Jae-Hyun yang cerewet, K dan Shi-Jin yang manja, dan member lainnya yang menyenangkan. Aku juga pasti akan merindukan Seung-Yeol yang sering mengunjungiku. Kau dan member lain pasti akan sibuk mempersiapkan comeback, photoshoot, dan kegiatan lain."
Hana menatap Loey dan memberikan senyuman manis. "Meski begitu, dua bulan bersama kalian tidak akan pernah aku lupakan. Kenangan terindah yang pernah aku miliki seumur hidupku."
Tanpa disadari air mata Loey mulai mengalir di pipinya. Ia cepat-cepat menyembunyikan wajah dengan mengalihkan pandangan. Sungguh, ini adalah keadaan yang tidak pernah ia inginkan. Kondisi yang mengingatkan Seung-Yeol saat ia harus melepaskan Eun-Soo seutuhnya.
"Aku berharap suatu saat ketika kita bertemu lagi, kalian tetap mengingatku sebagai fans kalian. Meski saat itu kita sudah berkeluarga, aku benar-benar beruntung bisa sedekat ini dengan kalian. Sejauh apa pun jarak kita nanti, ingatlah bahwa aku adalah fans setia kalian. Walau nanti kontrak kalian berakhir dan sudah waktunya melangkah di jalan yang berbeda, aku akan tetap mendukung kalian. Meski tidak ada lagi orang yang menyukai kalian, aku akan tetap berdiri untuk mendukung kalian. Jadi, jangan khawatir."
Loey tidak bisa menahan air matanya. Ia mengutuk dirinya. Apakah perpisahan itu harus terjadi? Apakah ia harus melepas Hana pergi? Apa perempuan itu tidak berpikir untuk tetap tinggal bersama mereka? Ia tidak bisa membiarkan perempuan itu pergi. Terlalu banyak kata yang ingin Loey ucapkan, tapi mulutnya terkunci. Sampai sepasang tangan tiba-tiba memeluk Loey dari belakang, seolah tahu apa yang dibutuhkan lelaki itu saat ini. Loey merasa kehangatan menjalar ke seluruh tubuh, memberikan sensasi yang kian menyakitkan. Sudah berapa lama ia tidak mendapat pelukan sehangat ini?
"Terima kasih telah menjadi bagian terpenting dalam ingatanku." Hana berbisik dengan lembut. "Aku benar-benar sangaaat beruntung."
"Apa yang kau bicarakan? Memangnya setelah ini kita akan berpisah? Aku akan terus mengunjungimu seperti ini. Aku akan sering mengajakmu bertemu dengan yang lain, jalan-jalan, dan pergi ke tempat yang kau sukai." Sebisa mungkin Loey menyembunyikan nada bicaranya yang bergetar.
"Aku tidak mengizinkanmu jauh dariku, Kim Hana. Meski kau pergi sejauh apa pun, aku pasti akan menemukanmu. Karena itu, tetaplah berada di tempat aku bisa melihatmu. Jangan pergi."
Dada Hana sesak. Rasanya air mata yang ditahan sejak tadi tidak berhasil ia tahan. Kenapa Loey mengatakan hal seperti itu? Pada akhirnya, ia hanyalah Tinkerbell yang menyaksikan Peterpan menemukan Wendy-nya. Seperti Polaris yang tidak pernah berhasil digapai.
***
Hana mengeluarkan sebuah amplop dari tas. Dengan perlahan, ia mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa tugasnya sebagai stylist sementara E-X hampir selesai. Senyum pahit terukir di wajahnya, berusaha menahan perasaan sedih yang mulai menjalar.
"Waktu berlalu begitu cepat. Padahal, aku baru kemarin bertemu mereka, merancang pakaian mereka, menyaksikan penampilan mereka dari dekat." Hana bergumam seraya membaca isi surat.
Di bagian akhir, tertulis dengan jelas bahwa setelah kontraknya berakhir, Hana harus menjaga segala informasi yang ia ketahui selama bekerja. Ia mengambil pulpen lalu menandatangani kolom tanda tangan untuknya.
"Dengan begini, tugasku sudah selesai, kan? Aku harap kita bisa bersama lagi di masa depan."
Saat Hana selesai menandatangani surat, air matanya mengalir. Ia mendekap erat surat itu. Perlahan, tubuhnya merosot ke lantai apartemen. Sebisa mungkin, ia menahan perasaan nyeri yang menguap, tapi gagal. Air matanya terus mengalir. Dadanya benar-benar sesak, seperti ada sesuatu yang mengganjal paru-parunya. Tinggal beberapa hari lagi sebelum kontraknya benar-benar berakhir.
"Sampai jumpa lagi, Polaris."