Voin berjalan ke belakang halaman, membawa kertas sobekan dan tas nya di tangan. Voin menghapus air matanya perlahan-lahan, mencoba untuk tetap tegar dan baik baik saja. Namun tidak bisa.. tangis Voin semakin kencang dan hal itu membuat dirinya sendiri semakin sakit. Sakit karena satu satunya surat untuk dirinya menuju impian-impian itu harus kandas..
Bagaimana ini? apa yang harus Voin lakukan? apakah dosen pembimbingnya bisa memberikan surat lagi? apakah Voin bisa sidang tepat waktu? banyak pertanyaan berkecamuk di benak Voin. Dengan sisa sisa tenaganya Voin masuk ke dalam kamar Bibi Wulan, Disana Bibi baru saja selesai mencuci muka. Bibi Wulan yang melihat tangisan Voin hanya bisa tersenyum kecil lalu mengelus pundak Voin dengan lembut.
"Ada apa Nak? apa yang kau lakukan? katakan pada Bibi". Bibi menyuruh Voin duduk di atas ranjang kecilnya, Voin menghapus lagi setitik air mata yang jatuh.