Kiara membuka mata, dilihatnya atap langit berwarna putih dan bau obat terasa masuk kedalam hidungnya. Randy yang melihat Kiara terbangun segera menghampirinya.
"Kamu sudah siuman?" Randy mengelus rambut Kiara.
"Aku dimana kak?" Tanya Kiara sambil memandang sekelilingnya, lalu tak lama Faisal dan Darren masuk keruangan.
Faisal duduk disamping ranjang pansien menatap Kiara.
"Gimana rasanya dibius, sampai gak sadar begitu. Semoga minuman yang kamu minum tidak ada unsur narkoba yang membahayakan," Faisal mengambil tangan adiknya yang masih terdiam.
"Kalau saja Darren tidak cepat bertindak, aku mungkin orang yang paling sangat bersalah karena tidak bisa menjagamu dengan baik," Faisal menatap Kiara lekat-lekat.
"Memangnya kenapa kak?" Tanya Kiara polos.
"Besok kalau kamu kabur, kita ngak akan mencarinya" Randy kesal dengan tingkah kekanak-kanakan Kiara.
"Kamu bukan anak kecil Ra, harus sudah tahu mana yang buruk dan mana yang tidak, kita dibesarkan hanya oleh seorang ayah yang bekerja keras agar anak-anaknya kelak tidak hidup susah," Randy memang lebih tegas dari Faisal dalam menghadapi Kiara.
"Teman yang kamu anggap hebat itu, sekarang ada di kantor polisi, dan menurut pemilik rumah dia memiliki hutang dan untuk membayar hutang-hutangnya, dia menukar dirimu untuk melunasi hutang-hutangnya," Darren menjelaskan karena dia baru saja dari kantor polisi untuk menjadi saksi.
Kiara hanya tertunduk dan menangis. Randy lalu memeluknya.
"Dewasalah Ra, semua demi kebaikan kamu sendiri," Randy masih mendekap Kiara sementara Faisal dan Darren hanya memandanginya.
"Maafkan aku dan terima Kasih kak," Kiara memandang Faisal mempererat pelukannya pada Rendy.
"Terima kasih pada Darren, dia yang sudah menyelamatkan kamu," Faisal mengelus kepala Kiara.
"Terima kasih kak," Kiara merasa malu dia kembali menenggelamkan kepala pada Randy.
"Dimaafin, asal besok-besok judesnya dikurangin," Darren menggoda Kiara, Randy dan Faizal yang mendengarnya hanya terawa.
"Jangan judes-judes sama calon suami Ra" kembali Faizal menggodanya.
"Kamu ini lucu Ra pake acara kabur, kaya orang mau dikawinin besok aja" Randy meledek Kiara.
"Lah emang mau dikawinin, itu calonnya udah ada," Faisal menunjuk kearah Darren.
"Aw sakit Ra" Kiara rupanya mėncubit pinggang Randy.
"Kak Faizal yang godain kenapa aku yang dicubit?" Randy protes.
Sejak Darren ditugaskan untuk menjaga dirinya, Faizal selalu bilang kalau Darren calon suami Kiara dan biasanya Kiara akan cemberut, tapi kali ini dia malah merasa tidak karuan.
"Papah kemana Kak?" Kiara baru sadar kalau ayahnya tidak ada.
"Tugas kesingapura ada urusan kerjaan," Faisal menjelaskan.
"Kebayangkan kalau Papah ada, Kamu bakal langsung dinikahin biar gak seenaknya," Kembali Faisal menggoda Kiara.
"Apaan sih Kak," kembali Kiara hendak mencubit Randy, namun kali ini dia menghindar.
"Aku cuma mau peluk," Kiara berkata dengan pelan.
"Yang dipeluk yang deket ka Faisal, jangan aku aja," kembali Kiara cemberut, dia langsung menyelimuti seluruh tubuhnya hingga kekepala dengan selimut rumah sakit, namun kali ini dia tidak cemberut tapi tersenyum dibalik selimutnya, sementara mereka yang melihat hanya tertawa karena senang sudah mengerjai Kiara.
"Aku haap ini kelakuan konyol terakhir yang kamu lakukan Ra," Pinta Faisal sambil mengelus rambut adiknya.
**
Sudah satu minggu hari kiara pulang kerumah dan dia sudah bisa masuk sekolah lagi seperti biasa dia juga selal pulang tepat waktu kecuali ada les tambahan disekolah atau latihan karate. Sejak kejadian itu Kiara lebih menurut apa yang dikatakan kakak-kakaknya dan Darren sementara ayahnya sudah tidak perlu menarik urat lagi karena tingkah dan kelakuan Kiara.
"Mulai minggu depan kamu berhenti dulu latihan karatenya," Pinta Indra pada Kiara
"Tapi Pah kenapa? katanya aku masih boleh melakukan aktivitas seperti biasa," Kiara Protes
"Iya tapi dua minggu lagi kamu Ujian, Papah mau kamu tidak gagal, semua aktivitas kamu dihentikan dulu kecuali les untuk ujian," Indra menatap putri semata wayangnya.
"Darren nunggu kamu diruang kerja Papah, temui dia, dia akan membantu belajar dan mulai hari ini dia akan tinggal disini," perintah ayahnya meninggalkan Kiara yang duduk dikursi Sofa. Kiara terbengong dan tidak bisa berkata apa-apa lalu berjalan menuju ruang kerja ayahnya
Sebenarnya Darren merupakan Lulusan Pasca Sarjana ,yang ketika Kuliah di Australia Ayah Kiara lah yang membantu pembiayaan hidupnya, karena untuk biaya kuliah dia mendapatkan Beasiswa.
Flash back.
"Tolong keponakan ku Dra, dia sudah seperti anak sendiri untukku" Pinta Bram pada Indra
"Dia dapat Beasiswa di Australia, sayang kalau tidak diambil," Pinta Bram lagi pada Indra
"Baiklah aku akan membantu, dia bisa tinggal dengan Faisal disana, tahun ini Faisal selesai kuliahnya, Faisal bisa gunakan apartemen bersama dengan keponakanmu dan aku akan membantu biaya hidupnya tapi selesai kuliah dia harus membantuku bekerja disini, bagaimana?" Indra meminta persetujuan Bram.
"Baik aku setuju," lalu mereka bersalaman sambil tersenyum.
Daren sendiri merupakan keponakan Bram, ayah ibunya meninggal ketika dia berusia 3 tahun ketika pesawat yang mereka tumpangi jatuh. Sejak itu pula Bram dan istrinya yang mengurusnya, karena sampai saat ini pun Bram belum diberi keturunan, oleh karena itu dia dengan senang hati mengurus anak kakak yaitu Darren hingga besar dan Darren sudah menganggap Bram dan istrinya adalah Orang tuanya sendiri.
flash back off.
Kiara masuk kedalam ruang kerja ayahnya dilihatnya Darren sedang membaca dari laptopnya, Kiara menaruh Buku dimeja kerja ayahnya, Darren hanya memandangnya sesaat lalu kembali pada laptopnya.
"Ada yang mau ditanyakan?" melihat Kiara hanya diam Darren bertanya dari balik laptopnya.
"Gak ada, " Kiara mengelengkan kepalanya kemudian kembali membaca bukunya, Darren berdiri mengambil kertas yang tadi dia print lalu memberikanya pada Kiara.
"Kerjakan soal ini," lalu Darren kembali duduk didepan laptopnya
"Waktunya 45 menit," Daren kembali berkata sambil meneruskan pekerjaannya. Kiara mengambil kertas yang diberikan Darren padanya, sebenarnya Kiara anak yang pintar terbukti dia bisa menyelesaikan soal yang diberikan Darren dengan cepat dan benar.
Sudah hampir dua minggu penuh Kiara hanya berangkat kesekolah, les kemudian kembali kerumah setelah itu mengerjakan soal-soal yang diberikan Darren padanya, Kiara juga mulai berani bertanya pada Darren jika tidak mengerti, dengan sabar pula Darren menerangkan jika Kiara tidak mengerti dengan soal yang dia berikan.
***
Kiara memandang pagar dimana dia dulu suka melompat keluar sekolahan bersama dengan Dony, pagar kali ini sudah lebih tinggi temboknya, dan ditambah pecahan kaca dan dililit oleh duri pagar, Kiara hanya tertawa lalu membalikkan badannya, dia berniat pulang kerumah dan tidur karena lelah, setelah akhirnya ujian sekolahnya selesai. Dia terkejut ketika Darren sudah berdiri dibelakangnya.
"Lagi mengenang masa lalu?" tanya Darren.
"Emang gak boleh ya?" Kiara meninggalkan Darren yang tersenyum kepadanya. Sejak kejadian itu, Kiara mulai bersikap ramah pada Darren , walaupun masih saja lebih sering Darren yang bertanya atau memerintahnya.
"Aku traktir makan sate sama sop buntut di jalan Duri," Daren menarik tangan Kiara yang sedang berjalan didepannya dia terkejut namun diam saja ketika Darren menggenggam tangannya.
"Kiara…," panggilannya menghentikan langkah Kiara dan Darren.
"Buku sumbangan kamu mana?" rupanya Ririn yang memanggilnya, Kiara membuka tasnya.
"Wah dimana ya? perasaan tadi aku bawa dikantong plastik Putih," Kiara mengacak - acak isi kantongnya.
"Ada di mobil," Daren berbisik kepada Kiara, Kiara menatapnya sebentar mata mereka saling bertemu Kiara cepat-cepat mengalihkan pandangannya pada Ririn.
"Eh kayanya ada dimobil deh Rin, aku ambil dulu ya," Kiara berjalan menuju parkiran mobil diluar sekolahnya.
"Ya sudah aku ikut," Ririn berjalan disebelah Kiara
"Nih bukunya," Kiara memberikan bungkusan putih pada Ririn ketika sampai di parkiran mobil.
"Ok, kamu mo pulang Ra?" Ririn bertanya melihat Kiara masuk kedalam mobil, Kiara hanya menganggukan kepalanya
"Oh ya sudah nanti tanda terimanya aku antar kerumahmu Ra sambil main." Kiara menganggukan kepalanya, Ririn melambaikan tangannya lalu kembali masuk kegedung sekolah.
"Kenapa gak kamu ambil tanda terimanya sendiri Ra?" tanya Darren
"Dia yang mau antar sambil main katanya, ayo Pak Jalan, lapar saya," lalu Pak Mahmudi mejalankan kendaraan keluar dari parkiran sekolah.
***