Emma dan Peter masih di perjalanan menuju rumahnya Emma, dan Peter juga berniat ingin mampir sebentar dirumahnya Emma.
Sambil berbasa-basi di dalam mobil, dan bertanya tanya sedikit tentang perasaannya rumah barunya.
"Bagaimana perasaanmu dirumah baru, apakah menyenangkan, atau sama saja seperti dahulu?"
Emma terdiam sejenak "Emmm... Sepertinya aku.. ya nyaman sih menurutku"
"Oh baguslah hehe" sambil terkekeh, Emma juga terkekeh kecil dengan Peter.
"Baiklah sekarang belok mana rumahmu? Oh iya, bolehkah aku mampir sebentar dirumahmu?"
"Selepas ini belok kanan, pokoknya saat kamu berbelok sekelilingnya ada hutan pepohonan ek!"
"Saat ini orang tuaku dan kakak laki-lakiku sedang tidak ada dirumah" sambung Emma.
"Kemana mereka?"
"Kalau kakak laki-lakiku dia sedang menginap di kost didekat kampusnya, tetapi ayah dan ibuku bekerja dan pulang setiap tengah malam"
"Bolehkah aku tahu ayah dan ibumu berprofesi menjadi apa?"
"Soal itu, ayah dan ibuku menjadi pegawai kantor pos besar, bagaimana dengan orangtuamu juga?"
"Yah ibuku hanya ibu rumah tangga biasa, tetapi ayahku adalah seorang opsir"
Emma tersenyum "Seorang Opsir? Wah ayahmu hebat!"
"Biasa saja, baiklah terimakasih" Emma dan Peter tersenyum dan tertawa kecil.
Emma merasa senang bisa berbincang dengan Peter.
Beberapa menit kemudian, Mereka berdua sampai dirumah Emma, kemudian mereka berdua membuka pintu mobil dan keluar dari mobil.
Peter terbelalak melihat ke sekeliling, dan mulai merasakan hal-hal aneh. Karena semua orang disekitar situ telah mengetahui sejarah tentang rumah ini dari tiga tahun sebelum mereka lahir, bahkan ayahnya Peter sendiri yang cerita tentang hal itu kepadanya saat masih berumur 12 tahun.
Peter masih terdiam dan celingak-celinguk melihat sekitarnya, dan Emma sudah jalan menuju pintu rumahnya kemudian melihatnya masih di depan mobil "Peter?, Peter? Sedang apa kamu disana?"
Peter langsung menoleh ke arah Emma "Aku datang Emma"
Peter berjalan menghampiri Emma.
Mereka berdua berjalan ke rumahnya Emma, dan melihat sekelilingnya dalam pekarangan rumah Emma yang besar lagi angker dan tua.
Emma juga merasa sedikit canggung saat bertemu dan mengajaknya ke rumah hanya berdua.
Saat mereka melangkah ingin kerumahnya, Peter menengok ke arah kanan dan, apa yang dilihatnya? Itu adalah pemuda kerasukan yang Emma lihat saat di perjalanan menuju sekolah.
Dia menatap, mematung, dan ketika mereka berjalan, hanya bola matanya yang bergeser ke kanan dan ke kiri.
Peter balas menatapnya dari kejauhan, tetapi, usahanya gagal, matanya Peter tidak bisa tanpa berkedip, seperti pada mata manusia umumnya. saat berkedip seketika mahluk itu hilang entah kemana perginya.
Peter jalan dan menganggap itu seperti angin lalu dan hal sepele yang pernah dilihatnya.
Emma mencari kunci pintu rumahnya di dalam saku celananya. Beberapa menit kemudian.
Emma memasukan lubang kunci dan membuka pintu rumahnya. "Krekkk" bunyi gagang pintu dibuka olehnya. Saat terbuka, mereka berjalan masuk kedalamnya, Emma menunjukkan isi rumahnya di koridor "Jadi beginilah isi rumahku" sambil berjalan di koridor rumahnya yang besar itu.
"Aku punya lelucon, kemarin aku pulang sendirian tidak bersama dengan siapapun, tapi,saat aku sampai rumah dan sudah masuk didalamnya, itu seperti ada yang mengikutiku dari belakang. Aku tahu itu tidak lucu untuk dijadikan lelucon, tetapi itu nyata untuk diceritakan kepadamu"
Emma membicarakan tentang hal konyol dan tidak lucu, bahkan itu adalah lelucon yang menyeramkan.
"Aku suka rumah ini, beserta interiornya" Peter mengalihkan pembicaraannya.
"Ya, aku benci mengakuinya, saat pertama kali aku pindah kesini, catnya sudah mengelupas, itu agak menjengkelkan"
Peter yang sudah mengetahuinya, rumah itu sudah agak tua, hanya bisa terdiam karena jika dibicarakan, Emma akan merasa ketakutan untuk tinggal disini. Semua orang disekitarnya lingkungan rumah Emma, sudah mengetahui tentang kejadian horor dirumahnya dari dua puluh tahun yang lalu.
Peter merupakan orang yang tinggal tak terlalu jauh dari sekitar rumahnya Emma, maka secara harfiah, mereka bertetangga.
Kemudian Emma menunjukkan barang yang ada di koridor rumahnya tersebut. Dari karpet yang di injak dirumahnya hingga ke foto-foto pribadinya. Dia menunjukkan foto-foto terpajang di dinding koridor. Dari yang masih berumur 3 tahun hingga saat ia berumur 15 tahun terpampang rapi di dinding koridornya. Didalam foto tersebut itu adalah ia saat masa kecilnya bersama dengan sepupunya Rachel.
Sembari sedikit cerita tentang kejadian lucu dan kekonyolannya di saat ia masih kanak-kanak.
"Ini adalah aku, saat masih kecil. Aku masih ingat tentang foto ini, dan ini adalah sepupuku Rachel. Dia 3 tahun lebih tua dari umurku. Dia adalah sepupu dari ayahku"
Peter melirik ke arah fotonya yang di sebelah "Lihat, apakah ini kamu sedang berebut boneka kelinci?" Peter menunjuk ke foto disebelahnya sambil agak sedikit tertawa.
Peter tertawa, Emma agak sedikit malu untuk menceritakannya "Ya disebelah kanan itu adalah aku, dan yang di sebelah kiri itu adalah Rachel yang barusan ku ceritakan padamu" Emma menceritakan itu hanya kepada Peter, ya hanya Peter. Biarpun itu memalukan, tetapi ia mempercayai Peter.
Menurutnya, itu adalah momen kecilnya yang tidak bisa dilupakannya, dan malu untuk diceritakan ke siapa pun. Di dalam foto itu mereka berdua memperebutkan sebuah boneka kelinci berwarna putih susu, lingkaran di pipi berwarna merah muda, ekor belakangnya pendek dan sangat menggemaskan.
Rachel sangat tertarik kepada boneka itu, sampai-sampai tidak mau mengalah pada Emma. boneka kelinci itu adalah miliknya Emma.
Namanya adalah chubby bunny, dan Emma memilikinya saat ia berumur 3 tahun.
Kemudian Rachel adalah gadis Texas dia selalu berpartisipasi dalam Rodeo, dia telah memenangkan beberapa pertandingan Rodeo.
***
Perkataan ayahnya Peter kembali menggema di kepalanya. Rumah, yang angker, rumah yang mengerikan dan rumah pertikaian. Namun, Kedewasaannya itu bisa mengalahkan ketakutannya dimasa lalu. Sekarang tak ada rasa takut yang bisa menguasainya.
"Ummm Bolehkah kita berkeliling untuk melihat-lihat dirumahmu?, Hanya melihat-lihat saja dirumah ini" ia tidak ingin masa kecilnya dibahas lagi olehnya, seharusnya Emma mem privasi kan ceritanya dari orang lain dan untuk rahasia dirinya sendiri. Juga agar tidak menjadi aib bagi dirinya.
"Tidak masalah Peter, mari ku tunjukkan ruangan-ruangan yang ada dirumah ini" jawab Emma dengan senang hati.